Satu minggu setelah ikrar suci mengarungi bahtera cinta dalam satu ikatan sah. Tidak ada yang berubah dengan kehidupan mereka, Jihan. Dia akan tetap beraktivitas seperti sebelumnya namun hal utama yang ia lakukan adalah kebutuhan keluarganya suami dan anaknya. Sang ayah yang kini hidup bahagia bersama dengan Bu Imah tidak hentinya memberikan kasih sayang pada Veer, tidak hentinya Jihan bersyukur melihat kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya setelah sekian lama sang ayah menderita karena ulah Iriana dan Bu Imah yang hidup sebatang kara setelah kematian Sanga suami."Mama!!" Suara Veer menyadarkan lamunan panjang Jihan. Wajahnya berbalik kearah putranya yang kini berlari kearahnya memeluknya dari belakang."Ada apa nak?""Mama, aku akan pergi bersama dengan nenek dan kakek. Apakah Mama akan ikut dengan kami?" tanya Veer yang tidak melepaskan pelukannya pada Jihan."Pergilah nak, Mama ada pekerjaan. Lain waktu kita akan pergi bersama-sama untuk berlibur dan kita akan menginap di sana
Naifa menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang di ruang keluarga. Emosinya tidak terbendung mengingat perkataan Iriana, Meski Luna banyak diam tetapi Naifa tahu jika Luna tidak kalah licik dari ibunya."Kurang ajar. Mereka pikir bisa mengendalikan aku, hah? Mereka tidak tahu siapa aku, beraninya mereka mengancam. Kita lihat apa yang bisa aku lakukan pada kalian." maki Naifa walau tidak ada Luna dan ibunya tetapi hal itu adalah bentuk kemarahannya yang tidak bisa ia bendung lagi. "Kenapa Mama marah-marah, bukankah Mama mengunjungi Luna dan ibunya?" Ivan yang baru tiba duduk di samping sang Mama. Tidak di pungkiri Ivan begitu penasaran pertemuan ibunya dengan Luna dan Iriana."Ya, Mama menemui mereka. Kamu tahu apa yang mereka katakan?" tanya balik Naifa tanpa melihat putranya."Tidak, apa yang mereka mau sampai Mama terlihat begitu marah? Apakah sesuatu yang berat?"Kali ini Naifa berbalik berhadapan dengan Ivan yang menundukkan kepalanya. Begitu banyak masalah yang mereka hadapi setelah
Luna begitu kesal melihat sikap Jihan yang biasa saat ia tiba di ruang kerja milik Jihan. Ia berpikir bahwa kehadirannya akan membuat Jihan terkejut namun dugaannya meleset. "Kau tidak menanyakan bagaimana aku bisa bebas? Kapan aku bisa bebas, lalu siapa yang membebaskanku?" Luna duduk di sofa yang berada di ruang kerja Jihan tanpa merasa bersalah sedikit pun."Apa itu penting? Aku rasa itu bukan urusanku, kapan kau akan bebas, siapa yang menghempaskan itu tidak ada lagi hubungannya denganku. Itu sangat tidak penting untukku dan aku tidak peduli tentang dirimu." Jihan bersikap tenang di hadapan Luna, ia sendiri tidak percaya jika Luna akan bebas secepat ini."Kau belum menjawab pertanyaanku, Luna?" Jihan menegakan tubuh di kursi sekilas menoleh pada sekertaris pribadinya yang tersenyum dengan kedatangan Luna. Jelas nampak sikap mereka yang saling berbagi kode."Bagaimana aku menjawab, jika kamu bertanya dengan nada yang tidak suka begitu. Jihan, kamu lupa siapa aku dan hal apa aku
Menikmati makan malam bersama dengan keluarga adalah satu kebahagiaan yang sulit untuk di lupakan. Tidak jarang mereka akan sibuk dengan urusan mereka masing-masing untuk malam ini mereka berkumpul setelah sekian lama dipisahkan oleh waktu dan keadaan."Sayang, Mama dengar kamu akan memberikan kejutan untuk Mama, benarkah itu nak?" tanya Jihan penasaran dengan kejutan yang akan di berikan putranya. Saat ini mereka berada ada di ruang keluarga usai makan malam."Mama ingat ini?" Veer menunjukan semua lukisan yang sejak lama ia tekuni. Dan kini setelah sempurna Veer ingin ibu yang melahirkannya adalah orang pertama kali melihatnya."Subhanallah, nak. Ini luar biasa!" seru Jihan lukisan yang begitu indah dan bernilai tinggi kini berada di dihadapannya. Tetapi Jihan tidak akan menjual lukisan putranya biarkan sang putra memutuskannya."Aku berikan lukisan ini khusus untuk Mama. Terima kasih selama ini Mama ada untukku, Mama selalu kuat untuk tetap menjagaku, tidak peduli betapa sakitnya Ma
"Siapa yang akan menikah dengan Kenzie?!" Mereka terkejut mendengar suara bariton yang menggema di seluruh ruangan rumah mewah milik keluarga Ghasam. Sosok pria paruh baya menatap mereka, tidak ada sorot mata teduh tidak ada sapa atau bahkan saling berpelukan menanyakan kabar tentang mereka. Kali ini wajah mereka tegang mendapati seseorang yang ingin mereka hindari agar tidak tahu permasalahan dalam rumah tangga anak mereka."Mas, Cakra? Kapan mas datang kesini?" tanya Intan menetralkan detak jantungnya."Sejak kalian berdebat mengenai Kenzie dan Jihan. Ada apa dengan mereka? Kenapa tidak ada yang memberikan kabar padaku?" "Cakra duduklah dulu, biar Intan buatkan kopi untukmu. Kamu tahu kan," ucapan Ghasam terhenti saat Cakra kembali bersuara."Tidak perlu, kedatanganku kesini ingin mendengar langsung masalah apa yang di hadapi oleh anak-anak kita. Tapi sepertinya hal itu tidak perlu, setelah aku mendengar sendiri ucapan kalian." Cakra tidak senang melihat wajah Intan terlihat jela
Iriana tidak menduga jika kehidupan Cakra kini jauh lebih segalanya dari hidupnya. Bagaimana tidak, Cakra yang yang kini menikahi Bu Imah wanita yang telah menjaga Jihan pada saat mengandung Veer. Hatinya begitu panas setelah ia pendam kini kembali berkobar saat pemandangan di depannya mampu mengalirkan bulir bening, apakah Iriana cemburu? Siapa yang tidak cemburu jauh di lubuk hati Iriana ia begitu mengagumi seorang Cakra, laki-laki yang begitu tampan meski usianya tidak lagi muda. Pria yang mengisi hatinya selama dua puluh tahun lebih, sejak lama hingga saat ini Iriana hanya mencintai seorang Cakra."Sejak dulu aku begitu mengagumimu, Cakra. Setelah aku mendapatkannya kita harus berpisah dan semua ini karena putrimu. Seandainya kamu tidak mendengarkannya maka kita masih bersama Cakra. Aku telah melakukan banyak hal untuk bisa mendapatkan mu tapi pada akhirnya aku pun harus melepaskan kamu begitu saja. Tidak, aku tidak akan menyerah walau bagaimanapun aku sudah berjuang sejauh ini. S
"Siapa yang melakukannya? Luna atau Iriana, Om?"Jihan begitu penasaran siapa dalang dari sakitnya sang ayah berapa tahun terkahir bahkan sakitnya semakin parah walau yang di rasakan oleh sang ayah hanyalah lemas. Kini ia tahu dua nama tersirat dalam pikirannya jika bukan Iriana tentunya Luna, hanya mereka yang menjadi kandidat yang cocok untuk menjadi tersangka."Om, katakan siapa? Sebutkan dua nama di atas." cecar Jihan tidak tahan lagi ia menunggu jawaban dari sang paman yang ingin ia ketahui nama pelakunya."Luna, nak. Tapi kita tidak punya bukti untuk menyeretnya. Luna melakukannya saat berapa di rumah dan Om tidak bisa mengawasi dua puluh empat jam disana. Sekalipun Om adalah orang terdekat ayahmu," sesal Beni yang tidak bisa menjaga Cakra setelah kepergian Jihan. Luna memecatnya dan berapa orang terpercaya di perusahaan telah berganti dengan wajah baru mereka adalah orang suruhan Luna hal itu membuat perusahaan goyah."Anak itu? Aku tidak menyangka dia begitu licik ingin membun
Jihan menyunggingkan senyum mendengar penuturan dari Luna yang mengklaim bahwa perusahaan adalah miliknya, selama ini tidak ada masalah berat di perusahaan semua berjalan sesuai rencana yang sudah mereka susun sampai saat dimana Jihan telah pergi dan kondisi tubuh Cakra yang melemah sehingga surat kuasa itu di terima Luna hingga saat ini. Walau Cakra mengklaim bahwa perusahaan masih di bawah kendalinya tetapi itu semua tidak mampu ia tarik meski Kenzie membuktikan jika perusahaan itu tetap milik Cakra Byantara.Kenzie bermain dengan Luna dan Ivan sehingga kedudukan Kenzie setara dengan Cakra hal itu tidak di ketahui oleh Luna hingga sekarang."Kau yakin Luna? Aku rasa kau banyak bermimpi. Pergi dari sini atau kau akan menginap lagi di penjara?" Luna tertawa mengejek, Jihan yang sendiri dalam ruang meeting tidak ada satu orangpun yang berada di pihaknya tetapi begitu bangganya Jihan menentang dirinya. "Kenapa tidak? Seharusnya kamu yang sadar diri dan meninggalkan tempat ini, berapa