"Ayah, maksud mas Ivan itu. Mas Ivan ingin bicara sama ayah. Ada yang ingin di sampaikan mas Ivan pada ayah. Katanya ini sangat penting, aku harap ayah tidak memikirkan hal yang tidak seharusnya di pikirkan. Sekarang waktunya berbenah ayah, pikirkan yang akan di katakan oleh mas Ivan. Semua demi kita bukan untuk kamu pribadi." ujar Luna manja pada Ivan.Cakra memperhatikan putri tirinya yang begitu manja pada Ivan. Laki-laki yang seharusnya menjadi suami putri kandungnya, namun kesalahan yang di lakukan oleh putrinya berhasil membuat Ivan menikahi Luna. Kebenaran terlalu lama tersembunyi, lelah Cakra menunggu lelah ia mencoba untuk mencari tahu kejadian yang sebenarnya walau ada hal ganjil setalah kepergian putrinya. Sikap dan kekuasaan yang dinginkan istri dan putri tirinya adalah tanda tanya besar untuknya.Sebagai seorang ayah, Cakra menginginkan putrinya kembali kerumah. Ia akan meminta maaf padanya, atas apa yang ia lakukan telah melukai hatinya."Yah, begini, aku—" Ivan mengurung
Irina di buat kesal dengan jawaban Lina. Selama ini ia sudah berjuang untuk mendapatkan yang seharusnya menjadi milik putrinya. Walau yang ia lakukan memiliki resiko yang besar, tetapi sebagai seorang istri Irina memiliki hak atas harta suaminya yang bisa ia berikan pada putri tunggalnya."Kamu, anak yang tidak bisa di andalkan. Ivan bawa istrimu pergi dari hadapan Mama. Mama sudah pusing jangan bikin Mama semakin pusing!! Kamu pikir ayahmu bisa memberikan dua hal sekaligus? Pikir pake otak kamu sebelum bicara, Luna!!""Mama yang sabar ya. Aku akan menasehati Luna, apa yang kita lakukan saat ini hanya untuk harta dan aku menginginkan kekuasaan itu, dengan begitu aku dan Luna bisa berkuasa penuh ma.""Sudah pergi sana!!""Baik Ma, aku ajak Luna pergi."Ivan mengajak Luna menjauh dari Irina. Hal biasa baginya melihat perdebatan antara Luna dengan Irina. Ivan berusaha untuk menasehati Luna yang tidak terima dengan ucapan Irina. Suara Ivan mampu menekan amarah Irina yang menggebu-gebu."Sa
"Bas, kamu lihat wajah anak itu? Dia, Dia—" tanya Kenzie hatinya bergetar memikirkan sosok anak yang hampir saja tertabrak oleh mobilnya."Ya, kenapa dengan anak itu, bos? Anak segitu sangat wajar jika harus berlarian di tengah jalan. Beruntung desa ini tidak terlalu ramai dengan kendaraan sehingga tidak berbahaya. Tidak ada perbedaan dengan anak-anak yang lain dan aku memakluminya," ujar Bastian tidak mengetahui maksud dari perkataan bosnya."Bukan itu. Maksudku, wajah itu—"Kenzie tidak mampu mengutarakan apa yang ingin ia ucapkan. Seakan lidahnya keluh untuk mengatakan bahwa anak itu telah menarik perhatiannya mencoba ingin mencari tahu siapa orang tua dari anak yang sangat tampan."Aku tahu wajahnya sangat tampan. Bahkan ketampanan bos dengan anak itu 11,12. Tampan dan menghipnotis," ujar Bastian menilai kadar ketampanan Kenzie dengan anak yang baru saja mereka temui."Kamu benar, anak itu sangat tampan sepertiku. Jika wanita itu melahirkan anakku tentu usianya sama seperti anak it
"Aww!!!""Hei, tampan. Kamu ada disini?" tanya Kenzie saat membantu anak yang terjatuh akibat bertabrakan dengannya.Veer mendongakkan wajahnya saat mengenali suara seseorang yang ia tabrak."Om, tampan? Om ada di sini?""Om, yang seharusnya bertanya kenapa kamu ada di sini? Dimana ibu dan nenekmu?" tanya Kenzie memindai wajah Veer."M—""Veer kenapa harus berlari, hum? Kamu membuat Mama khawatir. Tuan maafkan anakku yang berlari tanpa melihat sekitar," ujar Jihan lirih tanpa memandang pria di depannya."T— tidak apa-apa, saya juga minta maaf tidak melihat sekitar.""Tampan kamu harus hati-hati ya,"Usai berbasa-basi Kenzie meninggalkan restoran yang terlihat sibuk untuk menutup restoran. Kenzie baru menyadari jika restoran milik wanita yang memakai pakaian syar'i tutup di jam tujuh malam, karena persediaan bahan makanan telah habis. Pemilik restoran akan menyisakan berapa makanan yang di kelolanya untuk di bawa pulang oleh karyawan dan juga untuk Bu Imah agar tidak sibuk untuk memasak
Kesibukan terlihat begitu jelas di restoran milik Jihan, nama yang selalu di katakan oleh pengunjung yang datang ke rumah makan miliknya. Jihan beruntung memiliki Mama yang pandai memasak dan sebagai seorang anak Jihan yang kala itu hanya melihat apa yang di lakukan sang Mama, hingga resep yang ia tahu dan bertambahnya ilmu yang ia dapatkan saat membuka salah satu aplikasi khusus masak. Semua ia tekuni saat berada di pesantren Umi Fatimah. Soso ustazah yang telah menyelamatkan dirinya menyadarkan dirinya yang hampir saja hilang arah, bukan hanya sosok Umi tetapi Bu Imah adalah orang yang mendampinginya bahkan sahabatnya Ajeng berdiri di belakangnya.Pemandangan di depannya mengusiknya dari lamunan, sosok anak yang begitu ia sayangi anak yang berhasil ia besarkan tanpa adanya orang terdekatnya selain Ajeng dan Bu Imah. Mereka ada di setiap Jihan dalam situasi apapun.Bayangan kejadian demi kejadian menghampiri Jihan menghadirkan bening meluncur bebas di balik cadar yang menutupi wajahny
Satu minggu setelah kejadian di mana Jihan yang berusaha untuk bunuh diri. Kehidupan Jihan kembali seperti semula mengikuti saran dari Bu Imah, kini Jihan mulai bangkit dan berusaha untuk merubah dirinya dengan membuka usaha dengan uang yang ada dalam tabungannya. Hingga berakhir dengan kejadian dimana Jihan kembali di fitnah dan usahanya hancur bersamaan dirinya yang berada di rumah sakit. Disinilah ketika Jihan memilih hijrah, Jihan melakukan shalat tengah malam untuk menenangkan dirinya. Bersama dengan Umi Fatimah yang senantiasa bersamanya setelah meninggalkan rumah sakit. Dan Umi Fatimah yang berhasil menuntunnya untuk memperbaiki dirinya menjadi yang lebih baik lagi."Subhanallah, nak Jihan!! Kamu benar-benar cantik dengan gamis ini nak!!" pekik Bu Imah saat menemui Jihan di pesantren Umi Fatimah. Untuk pertama kalinya Bu Imah melihat Jihan memakai pakaian syar'i.Jihan mengulas senyum pada Bu Imah yang melangkah mendekatinya memeluknya dengan erat."Bismillahirrahmanirrahim, ha
Ajeng terdiam ia menolah kearah sahabatnya yang kini telah berpenampilan lebih tertutup. "Jihan apa kamu tidak ingin bertemu dengan ayahmu lagi? Pulanglah, ini sudah waktunya kamu menemuinya." "Ajeng kita bicarakan nanti saja ya. Hari ini aku sudah janji pada Veer untuk mengajaknya ke kota. Kau istirahat saja disini, aku pergi tidak lama,""Tidak, aku akan ikut dengan kalian. Ini adalah momen terindah, aku tidak akan melewatinya."Mereka pergi dengan mengendarai mobil Ajeng namun kali ini Jihan yang membawanya. Membuat takjub Veer saat Jihan duduk di balik kemudi."Mama, bisa bawa mobil?!" pekik Veer tanpa mengalihkan pandangannya dari Jihan.'Ya, sayang Mama bisa. Sudah siap?""Sudah!!""Oke, let's go!!!"Jihan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang sejak kepergiannya dari rumah ia tidak mengemudikan mobilnya ini adalah kali pertama baginya membawa mobil milik sahabatnya, walau canggung namun Jihan mampu mengendalikan keadaan. Bu Imah begitu takjub, satu hal yang membuat hatinya
"Aku pikirkan nanti. Kamu tahu apa yang akan terjadi pada ayah jika aku gegabah.""Aku tahu Jihan, kamu harus kuat banyak pr yang kamu selesaikan jika kamu kembali ke rumah.""Ya, aku akan menyiapkan diri. Sudah malam kita tidur," Mereka masuk ke dalam kamar masing-masing Jihan yang tidur dengan Veer, dan Ajeng yang tidur di kamar tamu kamar yang ia tempati setiap datang ke rumah Jihan.Di dalam kamar Jihan tidak mampu memejamkan matanya, ingatannya kembali dengan kata-kata yang di ucapkan Ajeng. "Apakah aku harus pulang sekarang? Bertemu mereka, ayah maafkan Jihan. Maafkan putrimu ini yang tidak peduli padamu, ayah." gumam Jihan tangisan malamnya terdengar memilukan. Usai menjalankan Salat malam Jihan tidak hentinya berdoa memohon pada sang pemilik kehidupan untuk memberikan ketenangan pada hatinya dan menjaga ayahnya yang sangat ia cintai sampai saat itu tiba."Nak, kunjungi ayahmu. Jangan sampai kamu menyesal, ibu akan menjaga Veer disini. Agar memudahkan kamu untuk menyelesaikan