Nadine menggeliat pelan kala malam masih menyelimuti bumi. Ada sang suami yang memeluk dirinya. Mengenakan kaos dan celana pendek, lelaki itu tampak tertidur pulas. "Raf, lapar," cicit Nadine. Perempuan itu tidak tahu kapan Rafael kembali.Sang suami hanya bergumam pelan, tidak jelas. Nadine jadi gemas seketika, tiba-tiba muncul ide untuk menggoda Rafael yang tampak imut kala memejamkan mata. Perempuan yang sudah puas tidur itu perlahan mengubah posisi tubuh Rafael jadi telentang. Heran sekali, Rafael ini tubuhnya beraroma parfum dua puluh empat jam.Meski katanya seharian berkeliling mengantar paket, saat pulang tak ada bau apek atau bau keringat menguar dari tubuh Rafael. Pria itu tetap wangi. Terdengar geraman halus ketika Nadine mencium bibir Rafael. Perempuan itu menindih tubuh Rafael sepenuhnya."Kamu jangan nyesel kalau sudah mancing duluan seperti ini." Netra Nadine membola, melihat Rafael sudah membuka mata."Mancing apaan? Ini karena kamu susah dibangunin," kilah Nadine. Per
Nadine sesekali menarik sudut bibirnya, melihat seorang wanita dengan paras ayu sedang bicara di depan sana, dengan aura seorang pemimpin tak terbantahkan. Dia perempuan tapi sikapnya tidak kalah dengan para pria yang tengah dia hadapi. Istri Rafael bisa merasakan kecerdasan sang wanita di balik penampilannya yang anggun. Perempuan itu jelas punya kemampuan yang apik dalam dunia bisnis. Tiap kata yang terucap dari lisannya menggambarkan kalau dia sangat tahu seluk beluk dunia yang penuh intrik, strategi juga kepandaian dalam mengambil keputusan. Visi dalam menatap masa depan, dipadukan dengan perkiraan prospek dalam menjalankan sebuah bisnis juga sangat diperlukan dalam bidang ini. Suara tepuk tangan membahana, menjadi tanda kalau pidato singkat tadi sudah selesai. Rion mengambil alih podium dengan peserta meeting mulai menekuni berkas yang telah dibagikan oleh Rena. Dari sekian banyak peserta meeting, tatapan mata Nadine tak lepas dari dua pria yang sejak awal lagi tampak tertarik
Nadine awalnya terkejut melihat kedatangan David. Bagaimana bisa pria ini muncul di tengah rapat penting para petinggi perusahaan tempatnya bekerja. Hingga kemudian perempuan itu teringat kalau Paramita adalah mama David. Ha? Jadi David putra wakil CEO.Kedudukan yang jelas tinggi. Bisa dibayangkan bagaimana kayanya teman masa kecil Nadine. Namun kenapa lelaki itu memilih terdampar di kantor lama, jika dia bisa mendapat jabatan lebih bagus di sini. Berbagai tanya menyelinap ke benak Nadine.Menyadari posisi David, Nadine kini jadi sungkan pada pria itu. Lebih tepatnya Nadine tiba-tiba memiliki rasa lebih menghormati David karena jabatan ibunya. David tak langsung menyapa Nadine, pria itu mendatangi Rionald, berbincang sebentar. Sebelum Eva datang bergabung. Nadine seketika memalingkan wajah, enggan jika harus bertemu pandang dengan tatapan Eva yang tampak merendahkan dirinya. Iyalah, perempuan itu bisa duduk di antara para pemegang saham dan dewan direksi, menunjukkan kalau wanita ul
Kadang manusia bisa bertindak di luar akal dan logika ketika berhubungan dengan orang yang dicinta atau katakanlah berarti atau dekat dalam hidupnya. Pun dengan Rafael, pria yang dinilai Rion dan Sandy sebagai manusia terlogis di dunia, mendadak berubah tiba-tiba.Sandy melihat Rafael bergerak cepat keluar dari ruangannya, meninggalkan Sandy sendirian di sana. Sandy melihat ke arah ruang meeting di bawah mereka, di mana David beranjak menuju ruangan Nadine.Sudut bibir Sandy tertarik, membentuk lengkung senyum sinis, "Cemburu ternyata," gumamnya lirih. Sandy tak beranjak dari sana, tetap mengawasi situasiDi sisi lain ada Rafael yang menyelinap keluar lift khusus yang hanya dirinya, Rion dan Sandy yang bisa mengaksesnya. Dadanya bergemuruh hebat oleh rasa tidak suka kala David masih terus mengincar miliknya. Nadine miliknya, hanya wanita itu yang diklaim kepemilikannya oleh Rafael, yang lain dia masih bisa nego.Namun untuk Nadine, tidak ada yang boleh mengambilnya. Bahkan menyentuhny
Ketika kembali ke lantai atas, semua orang pasti salfok dengan tampilan Nadine yang agak lain. Kentara sekali jika perempuan itu habis berciuman. David yang masih ada di sana sampai mengepalkan tangan. Lelaki itu duduk di samping meja Rion, sementara pemiliknya belum kembali sampai sekarang."Cipokan sama siapa?" Rena berbisik kepo."Laki gue nyamperin di bawah." Nadine menunjukkan paper bag yang sempat Rafael selipkan ke tangannya sebelum dia keluar dari ruangan itu. Rafael sendiri harus punya alasan kuat untuk bisa berkeliaran di kantornya sendiri. Sebab Nadine tak tahu suaminya berada di gedung yang sama."Salad?" Nadine mengangguk, dengan jemari mulai bergerak di atas keyboard laptopnya. Hasil meeting tadi harus segera dirangkum, untuk kemudian didistribusikan pada divisi yang bersangkutan. "Dia ke sini?" David datang menghampiri."Iya, kenapa? Tidak boleh? Mentang-mentang kamu anak yang punya perusahaan.""Bakal aku blacklist namanya biar tidak bisa masuk," sahut David kesal.Na
Pagi hari yang riweuh kembali menyambut Nadine. Dia yang semalam di gempur Rafael setelah kena palang seminggu, membuat wanita itu kesiangan. Sang suami iseng tak membangunkannya. Beruntung semua pekerjaan sudah beres semalam. Hingga istri Rafael bisa langsung berangkat setelah menyambar roti tawar milik sang mama. Wanita itu melotot tapi tidak protes, dia tetap membiarkan tangannya disalimi sang putri, pun dengan sang ayah. Rafael hanya mengulas senyum melihat hebohnya sang istri. Nadine mengulas make up dalam perjalanan. Merapikan penampilan, memakai heels lima senti pas ketika mereka tiba di lobi kantor.Pekerjaan Nadine padat sampai makan siang. Nasib baik Rafael tidak menganggunya dengan datang mengantarkan makanan. Semua berjalan lancar tanpa hambatan termasuk ketika seorang kurir datang mengantar paket untuk Nadine.Nadine mengerutkan dahi melihat kiriman paket dengan nama Tia sebagai pengirimnya. Nadine sudah lama tidak berkomunikasi dengan sang teman sejak dia keluar dari ka
Dua hari berikutnya, sebuah berita menggemparkan memenuhi layar pemberitaan baik online, cetak maupun elektronik. Kantor lama Nadine resmi ditutup dengan garis polisi mengelilingi bangunan besar itu.Sebuah bisnis ekspedisi dijadikan kedok untuk menutupi peredaran narkoba. Kantor lama Nadine ternyata adalah basis pengiriman barang terlarang. Dari gudang mereka, jaringan pengedar leluasa mengirimkan benda haram tersebut pada para bandar.Satu kamuflase dan penipuan yang sangat licik dan lihai. Penggagasnya berotak brilian. Dengan mengirimkan barang melalui kurir ekspedisi, tidak akan memancing kecurigaan aparat. Mereka jelas tidak akan mengusik perusahaan jasa pengiriman barang resmi.Rafael dan Nadine saling pandang ketika mereka menyaksikan berita penyegelan kantor Nadine. Ditambah ada bapak, ibu dan Sita yang juga sedang libur. "Wah, kantor lamamu ternyata sebobrok itu. Untung kamu dipecat dari sana," celoteh Heni."Jangan bilang kalau Kakak korban konspirasi mereka?" Sambar Sita."
David berjalan masuk ke sebuah klub, tempat di mana dia biasa melepas stres dan penat. Netra coklatnya memandang jauh, menembus kabut yang tercipta dari asap rokok yang meliuk di bawah sinar lampu berkelap kelip. Langkah panjang David membawanya ke depan barterder. Lelaki itu memesan minuman pada sang peracik minum. Sembari menunggu, matanya kembali memindai tempat tersebut. David tak menghiraukan sentuhan menggoda yang datang padanya. Mengusap pundak, lengan, dada bahkan paha. Para penjaja tubuh itu sudah hafal mana pria yang bisa diajak ke ranjang, mana yang tidak. David memenuhi kriteria pria dengan otak mesum. Manik mata David memicing, memindai, menilai tiap tubuh yang melewatinya. Ukuran dada, pinggul, bokong, paha, betis, leher. Semua tak luput dari penilaian David, penikmat wanita yang akhir-akhir ini kehilangan minat.Semua karena satu wanita. David menenggak habis satu gelas koktail sekali habis. Tubuh itu, sial! David tak bisa mengenyahkannya dari pikirannya. Seksi dengan