Eva melampiaskan emosi dengan membanting barang yang ada di apartemennya. Dia sangat marah, benci sekaligus dendam pada semua orang. Terutama Nadine, sejak dulu wanita itu selalu merebut spot yang dia inginkan.Ketika Nadine bertunangan dengan David, Eva iri setengah mati. Eva tentu tahu siapa David. Pria kaya raya, tampan, cucu pemilik DA Grup. Oleh sebab itu perempuan itu nekad menggoda David.David yang waktu itu masih brengsek, belum mau terikat komitmen tapi sebetulnya cinta buta pada Nadine. Pria itu terpengaruh bujukan Eva untuk memutuskan pertunangannya dengan Nadine. David menurut waktu itu. Dan peristiwa itu terjadi.David dan Eva merancang untuk menjebak Nadine, kejadian itu berakhir dengan pernikahan Nadine dan Rafael. Eva sangat puas, rencananya berhasil. Hubungan David dan Nadine selesai, Eva semakin bahagia ketika tahu suami Nadine cuma seorang kurir.Eva pikir Nadine akan terpuruk, meratapi percintaannya dengan David yang kandas untuk waktu yang lama. Nyatanya tidak. P
"Kenapa Papa tiba-tiba bertanya?" Rafael melepas masker setelah pintu tertutup. Sampai terdengar bunyi klik. Dia memastikan tak ada yang bakal menguping pembicaraan mereka. Rion hanya mengangguk hormat pada Arya, bagaimanapun lelaki itu adalah ayah mertuanya, ayah dari wanita yang sangat dia cinta."Ingin tahu saja." Arya membalas tenang. Lelaki itu tahu kalau sang putra masih marah padanya. Atau lebih tepatnya tidak terima dengan perlakuan sang ayah pada mereka bertiga."Jangan bilang kalau Papa mulai tertarik pada kehidupan pribadiku. Sejak kapan Papa peduli?"Konflik itu nyata masih ada. Sebab Rafael jelas belum memaafkan apa yang telah terjadi pada kehidupan mereka."Papa selalu peduli pada kalian. Hanya papa akui sedikit keterlaluan."Dengusan kecil terdengar dari arah Rafael. "Keterlaluan sampai menghilangkan nyawa abangku.""Abangmu juga putra Papa," tandas Arya."Kalau Papa peduli seharusnya Papa bisa mencegah kejadian hari itu."Topik Lio akan selalu memancing amarah Rafael.
"Mau mampir ke mana lagi?" Tanya Rena yang menemani Nadine belanja. Hari ini mereka pulang lebih cepat, mengingat pakaian Nadine yang sangat tidak membuatnya nyaman. Bukan karena bahannya, tapi karena sepanjang berada di kantor, Nadine risih diperhatikan sebab kemeja yang dia pakai.Kali ini mereka mampir membeli baju, sekalian Rena juga ikutan belanja. Jadilah dua perempuan itu kalap, hasilnya dua paper bag kini berada di tangan masing-masing wanita itu. Nadine pun sudah mengganti pakaiannya. "Mau beli buah. Mau gak?""Yah, ini aja utangnya sudah berapa. Gajian masih setengah bulan lagi. Tapi dompet sudah nipis," keluh Rena."Tenang ada ini." Nadine menunjukkan kartu yang Rafael berikan. Baru kali ini dia menggunakan benda itu untuk belanja. Sekali sekala kata Nadine."Eh, itu kartu limitnya berapa. Dari tadi kita gesek terus, tahu-tahu jebol limitnya. Kasihan suamimu.""Iya, ya. Belum pernah cek isinya. Nanti aku cek. Habis beli buah."Rena mengangguk lantas mengekor langkah Nadin
"BUBAR!"Suara itu mengurai kegaduhan yang tercipta karena ucapan Rionald. Semua menoleh ke arah pintu, di mana sang pemilik Blue Paradise berada di sana."Selain Kakek, Reva, Rion sama Tante Dewi, silakan pergi! Kalian punya rumah kenapa malah ngumpul di sini." Suami Nadine menghampiri Atma lantas berbisik seraya menyerahkan bag yang dia bawa. Lelaki sepuh itu mengulas senyum, lantas mengucapkan terima kasih.Setelahnya Rafael menghampiri sang tante, mencium tangannya lalu memeluknya. "Tante dengar kamu sudah menikah. Bisa kenalin dia sebelum Tante pulang," lirih Dewi di telinga Rafael."Belum waktunya," balas Rafael sembari tersenyum. Pria itu melihat Dewi berdecak kesal.Satu peristiwa yang membuat Arya iri sebenarnya. Hubungan Rafael dan Dewi teramat dekat. Sedekat pria itu dengan sang mama dan adiknya. Sampai kapan dia harus menunggu. Arya sibuk dengan asumsinya sendiri sampai usapan lengan Paramita membuat pria itu menoleh.Untuk beberapa hal Paramita bisa mengerti sisi melo s
"Kamu sudah tanya suamimu?" Rena berbisik saat mereka bertemu di kantor. "Dia bilang itu hasil deviden saham," balas Nadine. Jemarinya mulai bergerak memeriksa berkas. "Percaya?" Nadine menggelengkan kepala. Dia tentu tak percaya tapi dia juga tidak mau meragukan kesungguhan Rafael. Pria itu menunjukkan sikap baik juga jujur. Dia pernah menuduh Rafael selingkuh sama Melani ternyata dia salah. "Nadine, bisa ke sini sebentar." Sejak tuan muda kembali, Rion sering berada di ruang kerja sang CEO. Pekerjaannya juga bertambah banyak, menggantikan atasannya meeting. Rafael masih susah diajak meeting langsung. Jadi mau tidak mau Rion dan Sandy yang menggantikan. Dengan begitu pekerjaan staf lantai dua puluh lima makin padat. Bahkan Rey kini ditarik ke sana. Nadine pergi meninggalkan Rena yang tampak berpikir. Hingga dering ponsel sang teman terdengar. "Halo ...." Sedang di tempat lain ada David yang kembali menggerutu ketika dia dipaksa Reva ikut ke rumah sakit menemani Atma terapi. "
Mega menutupi wajahnya, sebelum Dewi meraih sang gadis dalam rengkuhannya, dengan Paramita menahan tangan David yang hampir mengenai pipi perempuan itu."Jangan kasar sama perempuan!" Desis Paramita penuh peringatan.Keadaan berubah kacau. Reva yang dikabarkan pingsan ternyata jatuh terpeleset. Istri Rion tengah mendapat perawatan, selain itu Reva juga dinyatakan hamil dua minggu.Kabar itu sampai ke telinga Atma tanpa filter, alhasil debar jantung Atma mengalami percepatan seiring dengan tensi lelaki itu yang juga menanjak naik. Hasilnya Atma terpaksa ikut mendapat perawatan intensif untuk menormalkan detak jantung serta tekanan darah."Semua gara-gara dia, Ma. Coba kalau mulutnya gak ember main kasih tahu Kakek, dia gak akan begini," marah David pada Mega. Dia pikir kekacauan terjadi karena ulah terapis yang David nilai sok alim."Semua orang juga kalau lagi panik juga bakal melakukan hal sama. Kamu juga." Dewi mulai bersuara."Aku tidak bakal seceroboh dia!" Bentak David.Pria itu
"Lepas! Lepaskan aku! Biar aku habisi si brengsek itu! Dia yang sudah membunuh Melani!"Sandy berteriak macam orang kesetanan. Rion dan Rafael yang menahan tubuh Sandy setelah dipisahkan paksa dari Rionald nyaris kewalahan. Tenaga orang sedang kalap jangan ditanya, sangat luar biasa, gedung saja kalau bisa mau dirubuhkan."Tenang dulu, San!" Rafael menindih Sandy di lantai, bersama Rion."Suruh dokter bius dia!" Rion berujar di tengah napasnya yang tersengal. Keduanya benar-benar tidak bisa menahan Sandy lebih lama."Lepaskan aku! Biarkan aku bunuh dia juga. Nyawa dibalas nyawa!""Belum tentu dia bunuh Melani. Anak Melani anaknya dia!" Bungkam! Hening tercipta setelah Rafael berteriak. Bodoh amat itu tadi benar atau tidak. "Melani hamil? Yang benar saja?!" Tawa Sandy terdengar macam orang tidak waras. Setelah dihantam fakta kalau Melani dibunuh bukan bunuh diri. Kini kebenaran lain turut terungkap. Sang adik meninggal dalam kondisi hamil.Merasa Sandy sudah lebih tenang. Rion dan Ra
Nadine terus memperhatikan gambar yang ditampilkan layar ponselnya. Kiriman dari Roni, pria yang dia sangka polisi, tapi nyatanya salah satu anak buah sang suami. Roni sendiri yang mengantar Nadine ke rumah sakit.Sepertinya lelaki itu tahu ada seseorang yang berniat jahat pada istri atasannya. Benar saja, begitu mobil Roni melaju keluar dari gedung DA Grup, Eva memukul kesal kemudinya.Beberapa hari menguntit Nadine, perempuan itu selalu gagal menjalankan aksinya. "Sial! Ada saja yang mengganggu!" Maki Eva kesal bukan kepalang.Mata Eva masih mengawasi mobil Roni, baru saja akan menghidupkan mesin kendaraannya, seseorang mencuri masuk. Ingin sekali Eva berteriak tapi dia batal melakukannya begitu tahu siapa orang yang dengan berani menyusup ke dalam mobilnya."Jangan gegabah. Aku punya rencana lebih baik dari sekedar membuat Nadine terkapar di jalanan berlumuran darah.""Apa? Kau ingin membuatnya berdarah-darah di ranjangmu?""Kalau bisa, aku mau sekali."Eva melengos mendengar jawab