"Kamu sudah tanya suamimu?" Rena berbisik saat mereka bertemu di kantor. "Dia bilang itu hasil deviden saham," balas Nadine. Jemarinya mulai bergerak memeriksa berkas. "Percaya?" Nadine menggelengkan kepala. Dia tentu tak percaya tapi dia juga tidak mau meragukan kesungguhan Rafael. Pria itu menunjukkan sikap baik juga jujur. Dia pernah menuduh Rafael selingkuh sama Melani ternyata dia salah. "Nadine, bisa ke sini sebentar." Sejak tuan muda kembali, Rion sering berada di ruang kerja sang CEO. Pekerjaannya juga bertambah banyak, menggantikan atasannya meeting. Rafael masih susah diajak meeting langsung. Jadi mau tidak mau Rion dan Sandy yang menggantikan. Dengan begitu pekerjaan staf lantai dua puluh lima makin padat. Bahkan Rey kini ditarik ke sana. Nadine pergi meninggalkan Rena yang tampak berpikir. Hingga dering ponsel sang teman terdengar. "Halo ...." Sedang di tempat lain ada David yang kembali menggerutu ketika dia dipaksa Reva ikut ke rumah sakit menemani Atma terapi. "
Mega menutupi wajahnya, sebelum Dewi meraih sang gadis dalam rengkuhannya, dengan Paramita menahan tangan David yang hampir mengenai pipi perempuan itu."Jangan kasar sama perempuan!" Desis Paramita penuh peringatan.Keadaan berubah kacau. Reva yang dikabarkan pingsan ternyata jatuh terpeleset. Istri Rion tengah mendapat perawatan, selain itu Reva juga dinyatakan hamil dua minggu.Kabar itu sampai ke telinga Atma tanpa filter, alhasil debar jantung Atma mengalami percepatan seiring dengan tensi lelaki itu yang juga menanjak naik. Hasilnya Atma terpaksa ikut mendapat perawatan intensif untuk menormalkan detak jantung serta tekanan darah."Semua gara-gara dia, Ma. Coba kalau mulutnya gak ember main kasih tahu Kakek, dia gak akan begini," marah David pada Mega. Dia pikir kekacauan terjadi karena ulah terapis yang David nilai sok alim."Semua orang juga kalau lagi panik juga bakal melakukan hal sama. Kamu juga." Dewi mulai bersuara."Aku tidak bakal seceroboh dia!" Bentak David.Pria itu
"Lepas! Lepaskan aku! Biar aku habisi si brengsek itu! Dia yang sudah membunuh Melani!"Sandy berteriak macam orang kesetanan. Rion dan Rafael yang menahan tubuh Sandy setelah dipisahkan paksa dari Rionald nyaris kewalahan. Tenaga orang sedang kalap jangan ditanya, sangat luar biasa, gedung saja kalau bisa mau dirubuhkan."Tenang dulu, San!" Rafael menindih Sandy di lantai, bersama Rion."Suruh dokter bius dia!" Rion berujar di tengah napasnya yang tersengal. Keduanya benar-benar tidak bisa menahan Sandy lebih lama."Lepaskan aku! Biarkan aku bunuh dia juga. Nyawa dibalas nyawa!""Belum tentu dia bunuh Melani. Anak Melani anaknya dia!" Bungkam! Hening tercipta setelah Rafael berteriak. Bodoh amat itu tadi benar atau tidak. "Melani hamil? Yang benar saja?!" Tawa Sandy terdengar macam orang tidak waras. Setelah dihantam fakta kalau Melani dibunuh bukan bunuh diri. Kini kebenaran lain turut terungkap. Sang adik meninggal dalam kondisi hamil.Merasa Sandy sudah lebih tenang. Rion dan Ra
Nadine terus memperhatikan gambar yang ditampilkan layar ponselnya. Kiriman dari Roni, pria yang dia sangka polisi, tapi nyatanya salah satu anak buah sang suami. Roni sendiri yang mengantar Nadine ke rumah sakit.Sepertinya lelaki itu tahu ada seseorang yang berniat jahat pada istri atasannya. Benar saja, begitu mobil Roni melaju keluar dari gedung DA Grup, Eva memukul kesal kemudinya.Beberapa hari menguntit Nadine, perempuan itu selalu gagal menjalankan aksinya. "Sial! Ada saja yang mengganggu!" Maki Eva kesal bukan kepalang.Mata Eva masih mengawasi mobil Roni, baru saja akan menghidupkan mesin kendaraannya, seseorang mencuri masuk. Ingin sekali Eva berteriak tapi dia batal melakukannya begitu tahu siapa orang yang dengan berani menyusup ke dalam mobilnya."Jangan gegabah. Aku punya rencana lebih baik dari sekedar membuat Nadine terkapar di jalanan berlumuran darah.""Apa? Kau ingin membuatnya berdarah-darah di ranjangmu?""Kalau bisa, aku mau sekali."Eva melengos mendengar jawab
"Aku yakin pernah melihatnya di mana gitu. Beri aku waktu untuk mengingatnya.""Kelamaan atu Nad. Noh, si Sandy hampir bunuh bapaknya David.""Kok bisa?""Kan Melani hamil anaknya Rionald."Ha? Nadine menutup mulut tidak percaya, sebagai reaksi akhir percakapannya dengan Rion.Rion dan Reva mencoba ikhlas dengan kepergian bayi mereka. Suasana dan perasaan keduanya jauh lebih baik setelah memasuki hari ketiga. Saat Reva sudah diizinkan pulang. Kini mereka sedang berkumpul di Blue Paradise.Keadaan Atma juga sudah membaik. Pria itu disarankan agar lebih banyak istirahat. Seperti sekarang, Nadine meninggalkan kamar Atma setelah pria itu tidur. Sandy baru saja pergi mengantar Sita ke tempat bekerja setelah tadi mampir menjenguk Reva, sembari membawakan titipan sang ibu, cheese cake favorit Reva.Heni hanya bisa titip salam, minta maaf belum bisa menjenguk Reva. Hari ini perempuan itu harus ke rumah sakit untuk mengantar Hermawan kontrol bulanan."Jadi kalau Melani masih hidup. David bakal
"Maafkan aku."Hanya itu yang diucapkan Rionald di depan gundukan makam dengan nisan hitam dengan sebaris nama diukir menggunakan tinta emas. Melani Ariyani, nama itu diikuti sebuah foto di bawahnya.Rionald menangis, dia sungguh tidak menyangka jika Melani sampai hamil anaknya. Bahkan kenyataan kalau Melani dibunuh sangat mengejutkan untuknya. Dia pikir depresi Melani kumat hingga nekad mengakhiri hidup.Lebih mengejutkan lagi ketika pihak yang berwajib belum menemukan pembunuhnya sampai saat ini. Bukankah ini mencurigakan. Bahkan pria sekelas Sandy yang dibantu Rafael belum bisa menangkap pelakunya."Siapa yang sudah melakukan ini padamu?" Gumam Rionald. Pria itu masih berada di sana ketika ponselnya berbunyi. Sebuah foto terkirim ke nomornya. "Apa Tuan tahu kalung ini. Benda itu ditemukan di kamar hotel tempak Nona Melani meninggal."Sama seperti Nadine, Rionald seperti pernah melihat kalung itu. Tapi di mana. Cukup lama Rionald diam, sampai akhirnya dia berdiri. Pilih meninggalka
Nadine dibiarkan duduk sendiri di meja agak jauh dari Rafael. Sedangkan pria itu tengah menghadapi Rahadian Hendarto, ayah Eva. Rafael masih tidak melepas maskernya. Pria itu bahkan terlihat angkuh saat berhadapan dengan lelaki yang pernah menyatakan diri sebagai calon ayah mertua Rafael.Setelah dikejutkan oleh fakta kalau tuan Li ingin sang atasan mengencani putrinya yang cantik jelita, sekarang Nadine kembali dibuat kaget dengan kemunculan Rahadian Hendarto. Apalagi, pasti berhubungan dengan sang CEO yang telah menolak perjodohan sekaligus memecat Eva.Hembusan napas pelan terdengar dari bibir Nadine, apa salah satunya karena dirinya. Nadine teringat kala Eva mengamuk di kantin. Perempuan itu beberapa kali melirik ke arah Rafael. Entah hanya perasaan Nadine saja atau hal itu benar adanya. Nadine merasa Rafael tengah memandangnya. Posisi pria itu memang menghadapnya. Hingga sang CEO bisa memandang lurus padanya."Selamat menikmati."Nadine mengucapkan terima kasih pada seorang waite
"Apa ini Eva?!" Tangan istri Rahadian bergetar, menyaksikan rekaman video yang terputar di ponsel sang suami. Sebuah pemandangan yang membuat perut mama Eva mual."Papa dapat dari mana? Dia yang ngasih ke papa? Itu bohong Pa, Eva tidak pernah melakukan hal itu!" Raung Eva ketakutan.Sejak remaja, Eva sudah diwanti-wanti oleh sang ayah untuk menjaga diri. Pria itu jelas memberi nasihat yang baik umtuk sang putri. Namun siapa sangka, Eva tidak pernah mendengarkan saran dari ayah dan ibunya.Eva terjebak pergaulan bebas, free sex. Bahkan gadis itu kehilangannya mahkotanya saat berusia tujuh belas tahun. Dia memberikannya cuma-cuma pada pria yang jadi kekasihnya saat itu. Lelaki yang sebulan kemudian minta putus, dengan alasan bosan pada Eva.Ditinggalkan sang pacar justru membuat Eva menggila. Dia mulai kecanduan pada hubungan intim. Hingga tak segan menggoda teman-temannya kala itu. Eva sudah lama rusak."Tidak pernah melakukannya? Jelas-jelas itu wajahmu!" Pria itu murka, marah besar.