"Lepas! Lepaskan aku! Biar aku habisi si brengsek itu! Dia yang sudah membunuh Melani!"Sandy berteriak macam orang kesetanan. Rion dan Rafael yang menahan tubuh Sandy setelah dipisahkan paksa dari Rionald nyaris kewalahan. Tenaga orang sedang kalap jangan ditanya, sangat luar biasa, gedung saja kalau bisa mau dirubuhkan."Tenang dulu, San!" Rafael menindih Sandy di lantai, bersama Rion."Suruh dokter bius dia!" Rion berujar di tengah napasnya yang tersengal. Keduanya benar-benar tidak bisa menahan Sandy lebih lama."Lepaskan aku! Biarkan aku bunuh dia juga. Nyawa dibalas nyawa!""Belum tentu dia bunuh Melani. Anak Melani anaknya dia!" Bungkam! Hening tercipta setelah Rafael berteriak. Bodoh amat itu tadi benar atau tidak. "Melani hamil? Yang benar saja?!" Tawa Sandy terdengar macam orang tidak waras. Setelah dihantam fakta kalau Melani dibunuh bukan bunuh diri. Kini kebenaran lain turut terungkap. Sang adik meninggal dalam kondisi hamil.Merasa Sandy sudah lebih tenang. Rion dan Ra
Nadine terus memperhatikan gambar yang ditampilkan layar ponselnya. Kiriman dari Roni, pria yang dia sangka polisi, tapi nyatanya salah satu anak buah sang suami. Roni sendiri yang mengantar Nadine ke rumah sakit.Sepertinya lelaki itu tahu ada seseorang yang berniat jahat pada istri atasannya. Benar saja, begitu mobil Roni melaju keluar dari gedung DA Grup, Eva memukul kesal kemudinya.Beberapa hari menguntit Nadine, perempuan itu selalu gagal menjalankan aksinya. "Sial! Ada saja yang mengganggu!" Maki Eva kesal bukan kepalang.Mata Eva masih mengawasi mobil Roni, baru saja akan menghidupkan mesin kendaraannya, seseorang mencuri masuk. Ingin sekali Eva berteriak tapi dia batal melakukannya begitu tahu siapa orang yang dengan berani menyusup ke dalam mobilnya."Jangan gegabah. Aku punya rencana lebih baik dari sekedar membuat Nadine terkapar di jalanan berlumuran darah.""Apa? Kau ingin membuatnya berdarah-darah di ranjangmu?""Kalau bisa, aku mau sekali."Eva melengos mendengar jawab
"Aku yakin pernah melihatnya di mana gitu. Beri aku waktu untuk mengingatnya.""Kelamaan atu Nad. Noh, si Sandy hampir bunuh bapaknya David.""Kok bisa?""Kan Melani hamil anaknya Rionald."Ha? Nadine menutup mulut tidak percaya, sebagai reaksi akhir percakapannya dengan Rion.Rion dan Reva mencoba ikhlas dengan kepergian bayi mereka. Suasana dan perasaan keduanya jauh lebih baik setelah memasuki hari ketiga. Saat Reva sudah diizinkan pulang. Kini mereka sedang berkumpul di Blue Paradise.Keadaan Atma juga sudah membaik. Pria itu disarankan agar lebih banyak istirahat. Seperti sekarang, Nadine meninggalkan kamar Atma setelah pria itu tidur. Sandy baru saja pergi mengantar Sita ke tempat bekerja setelah tadi mampir menjenguk Reva, sembari membawakan titipan sang ibu, cheese cake favorit Reva.Heni hanya bisa titip salam, minta maaf belum bisa menjenguk Reva. Hari ini perempuan itu harus ke rumah sakit untuk mengantar Hermawan kontrol bulanan."Jadi kalau Melani masih hidup. David bakal
"Maafkan aku."Hanya itu yang diucapkan Rionald di depan gundukan makam dengan nisan hitam dengan sebaris nama diukir menggunakan tinta emas. Melani Ariyani, nama itu diikuti sebuah foto di bawahnya.Rionald menangis, dia sungguh tidak menyangka jika Melani sampai hamil anaknya. Bahkan kenyataan kalau Melani dibunuh sangat mengejutkan untuknya. Dia pikir depresi Melani kumat hingga nekad mengakhiri hidup.Lebih mengejutkan lagi ketika pihak yang berwajib belum menemukan pembunuhnya sampai saat ini. Bukankah ini mencurigakan. Bahkan pria sekelas Sandy yang dibantu Rafael belum bisa menangkap pelakunya."Siapa yang sudah melakukan ini padamu?" Gumam Rionald. Pria itu masih berada di sana ketika ponselnya berbunyi. Sebuah foto terkirim ke nomornya. "Apa Tuan tahu kalung ini. Benda itu ditemukan di kamar hotel tempak Nona Melani meninggal."Sama seperti Nadine, Rionald seperti pernah melihat kalung itu. Tapi di mana. Cukup lama Rionald diam, sampai akhirnya dia berdiri. Pilih meninggalka
Nadine dibiarkan duduk sendiri di meja agak jauh dari Rafael. Sedangkan pria itu tengah menghadapi Rahadian Hendarto, ayah Eva. Rafael masih tidak melepas maskernya. Pria itu bahkan terlihat angkuh saat berhadapan dengan lelaki yang pernah menyatakan diri sebagai calon ayah mertua Rafael.Setelah dikejutkan oleh fakta kalau tuan Li ingin sang atasan mengencani putrinya yang cantik jelita, sekarang Nadine kembali dibuat kaget dengan kemunculan Rahadian Hendarto. Apalagi, pasti berhubungan dengan sang CEO yang telah menolak perjodohan sekaligus memecat Eva.Hembusan napas pelan terdengar dari bibir Nadine, apa salah satunya karena dirinya. Nadine teringat kala Eva mengamuk di kantin. Perempuan itu beberapa kali melirik ke arah Rafael. Entah hanya perasaan Nadine saja atau hal itu benar adanya. Nadine merasa Rafael tengah memandangnya. Posisi pria itu memang menghadapnya. Hingga sang CEO bisa memandang lurus padanya."Selamat menikmati."Nadine mengucapkan terima kasih pada seorang waite
"Apa ini Eva?!" Tangan istri Rahadian bergetar, menyaksikan rekaman video yang terputar di ponsel sang suami. Sebuah pemandangan yang membuat perut mama Eva mual."Papa dapat dari mana? Dia yang ngasih ke papa? Itu bohong Pa, Eva tidak pernah melakukan hal itu!" Raung Eva ketakutan.Sejak remaja, Eva sudah diwanti-wanti oleh sang ayah untuk menjaga diri. Pria itu jelas memberi nasihat yang baik umtuk sang putri. Namun siapa sangka, Eva tidak pernah mendengarkan saran dari ayah dan ibunya.Eva terjebak pergaulan bebas, free sex. Bahkan gadis itu kehilangannya mahkotanya saat berusia tujuh belas tahun. Dia memberikannya cuma-cuma pada pria yang jadi kekasihnya saat itu. Lelaki yang sebulan kemudian minta putus, dengan alasan bosan pada Eva.Ditinggalkan sang pacar justru membuat Eva menggila. Dia mulai kecanduan pada hubungan intim. Hingga tak segan menggoda teman-temannya kala itu. Eva sudah lama rusak."Tidak pernah melakukannya? Jelas-jelas itu wajahmu!" Pria itu murka, marah besar.
"Istirahatlah."Nadine mengangguk lesu. Tubuhnya lelah sekali dengan kaki terasa pegal. Ternyata Rafael tak cuma mengajaknya menemui Tuan Li. Tapi juga seorang investor asal negeri Paman Sam. Tuan Albert namanya. Kali ini mereka membicarakan tindak lanjut kerja sama yang dulu sempat terjalin.Nadine dipaksa mempelajari cepat dan kilat beberapa berkas yang sudah Rafael siapkan. Alhasil perempuan itu langsung tepar di kursi kerja begitu balik ke kantor. Astaga, rasanya dia ingin tidur cepat di kasurnya yang beraroma sang suami. Aih, kenapa dia mendadak rindu suaminya.Perempuan itu lantas meraih ponselnya. Bibirnya mengerucut lucu, Rafael bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Dasar pria tidak peka."Ada apa, hm?"Nadine berdecak kesal mendengar jawaban Rafael yang super singkat ketika dia menghubungi sang suami. "Gitu doang?""Apanya?" Rafael buru-buru membuka laptop, lalu menghidupkan kamera pengawas yang ada di ruang kerja kerja Nadine. Dilihatnya sang istri yang tampak meletakkan
"Kita mau ke mana?"Nadine bertanya seraya memeriksa ponselnya. Bahunya jatuh melemas, ponselnya kehabisan daya. Wanita itu dengan bibir manyun memasukkan benda itu ke dalam tas. Padahal dia ingin mengirim pesan pada sang ibu, mungkin dia akan pulang terlambat hari ini, atau bahkan tidak pulang. Pergi bersama Rafael kadang memberi kejutan untuk Nadine. Pria itu sering bertindak spontan, tidak terduga sama sekali.Nadine lantas menoleh ke arah pria yang tengah mengemudi. Terlihat tenang, memakai masker seperti biasa. Memakai kemeja layaknya kebiasaan Rafael belakangan ini. Katanya dia sering dilibatkan dalam meeting di kantor.Hanya saja dia terusik dengan satu hal. Aroma Rafael tidak sama, berbeda. "Kamu pakai parfum baru?"Pria itu hanya menggeleng. Dari sini Nadine mulai curiga. Mereka berhenti di lampu merah, saat itulah nomor plat mobil Nadine berganti. Suasana yang ramai, padat kendaraan saat bubaran jam kerja membuat semua tak menyadari kalau mobil di depannya telah berubah nomo
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan