"Mau mampir ke mana lagi?" Tanya Rena yang menemani Nadine belanja. Hari ini mereka pulang lebih cepat, mengingat pakaian Nadine yang sangat tidak membuatnya nyaman. Bukan karena bahannya, tapi karena sepanjang berada di kantor, Nadine risih diperhatikan sebab kemeja yang dia pakai.Kali ini mereka mampir membeli baju, sekalian Rena juga ikutan belanja. Jadilah dua perempuan itu kalap, hasilnya dua paper bag kini berada di tangan masing-masing wanita itu. Nadine pun sudah mengganti pakaiannya. "Mau beli buah. Mau gak?""Yah, ini aja utangnya sudah berapa. Gajian masih setengah bulan lagi. Tapi dompet sudah nipis," keluh Rena."Tenang ada ini." Nadine menunjukkan kartu yang Rafael berikan. Baru kali ini dia menggunakan benda itu untuk belanja. Sekali sekala kata Nadine."Eh, itu kartu limitnya berapa. Dari tadi kita gesek terus, tahu-tahu jebol limitnya. Kasihan suamimu.""Iya, ya. Belum pernah cek isinya. Nanti aku cek. Habis beli buah."Rena mengangguk lantas mengekor langkah Nadin
"BUBAR!"Suara itu mengurai kegaduhan yang tercipta karena ucapan Rionald. Semua menoleh ke arah pintu, di mana sang pemilik Blue Paradise berada di sana."Selain Kakek, Reva, Rion sama Tante Dewi, silakan pergi! Kalian punya rumah kenapa malah ngumpul di sini." Suami Nadine menghampiri Atma lantas berbisik seraya menyerahkan bag yang dia bawa. Lelaki sepuh itu mengulas senyum, lantas mengucapkan terima kasih.Setelahnya Rafael menghampiri sang tante, mencium tangannya lalu memeluknya. "Tante dengar kamu sudah menikah. Bisa kenalin dia sebelum Tante pulang," lirih Dewi di telinga Rafael."Belum waktunya," balas Rafael sembari tersenyum. Pria itu melihat Dewi berdecak kesal.Satu peristiwa yang membuat Arya iri sebenarnya. Hubungan Rafael dan Dewi teramat dekat. Sedekat pria itu dengan sang mama dan adiknya. Sampai kapan dia harus menunggu. Arya sibuk dengan asumsinya sendiri sampai usapan lengan Paramita membuat pria itu menoleh.Untuk beberapa hal Paramita bisa mengerti sisi melo s
"Kamu sudah tanya suamimu?" Rena berbisik saat mereka bertemu di kantor. "Dia bilang itu hasil deviden saham," balas Nadine. Jemarinya mulai bergerak memeriksa berkas. "Percaya?" Nadine menggelengkan kepala. Dia tentu tak percaya tapi dia juga tidak mau meragukan kesungguhan Rafael. Pria itu menunjukkan sikap baik juga jujur. Dia pernah menuduh Rafael selingkuh sama Melani ternyata dia salah. "Nadine, bisa ke sini sebentar." Sejak tuan muda kembali, Rion sering berada di ruang kerja sang CEO. Pekerjaannya juga bertambah banyak, menggantikan atasannya meeting. Rafael masih susah diajak meeting langsung. Jadi mau tidak mau Rion dan Sandy yang menggantikan. Dengan begitu pekerjaan staf lantai dua puluh lima makin padat. Bahkan Rey kini ditarik ke sana. Nadine pergi meninggalkan Rena yang tampak berpikir. Hingga dering ponsel sang teman terdengar. "Halo ...." Sedang di tempat lain ada David yang kembali menggerutu ketika dia dipaksa Reva ikut ke rumah sakit menemani Atma terapi. "
Mega menutupi wajahnya, sebelum Dewi meraih sang gadis dalam rengkuhannya, dengan Paramita menahan tangan David yang hampir mengenai pipi perempuan itu."Jangan kasar sama perempuan!" Desis Paramita penuh peringatan.Keadaan berubah kacau. Reva yang dikabarkan pingsan ternyata jatuh terpeleset. Istri Rion tengah mendapat perawatan, selain itu Reva juga dinyatakan hamil dua minggu.Kabar itu sampai ke telinga Atma tanpa filter, alhasil debar jantung Atma mengalami percepatan seiring dengan tensi lelaki itu yang juga menanjak naik. Hasilnya Atma terpaksa ikut mendapat perawatan intensif untuk menormalkan detak jantung serta tekanan darah."Semua gara-gara dia, Ma. Coba kalau mulutnya gak ember main kasih tahu Kakek, dia gak akan begini," marah David pada Mega. Dia pikir kekacauan terjadi karena ulah terapis yang David nilai sok alim."Semua orang juga kalau lagi panik juga bakal melakukan hal sama. Kamu juga." Dewi mulai bersuara."Aku tidak bakal seceroboh dia!" Bentak David.Pria itu
"Lepas! Lepaskan aku! Biar aku habisi si brengsek itu! Dia yang sudah membunuh Melani!"Sandy berteriak macam orang kesetanan. Rion dan Rafael yang menahan tubuh Sandy setelah dipisahkan paksa dari Rionald nyaris kewalahan. Tenaga orang sedang kalap jangan ditanya, sangat luar biasa, gedung saja kalau bisa mau dirubuhkan."Tenang dulu, San!" Rafael menindih Sandy di lantai, bersama Rion."Suruh dokter bius dia!" Rion berujar di tengah napasnya yang tersengal. Keduanya benar-benar tidak bisa menahan Sandy lebih lama."Lepaskan aku! Biarkan aku bunuh dia juga. Nyawa dibalas nyawa!""Belum tentu dia bunuh Melani. Anak Melani anaknya dia!" Bungkam! Hening tercipta setelah Rafael berteriak. Bodoh amat itu tadi benar atau tidak. "Melani hamil? Yang benar saja?!" Tawa Sandy terdengar macam orang tidak waras. Setelah dihantam fakta kalau Melani dibunuh bukan bunuh diri. Kini kebenaran lain turut terungkap. Sang adik meninggal dalam kondisi hamil.Merasa Sandy sudah lebih tenang. Rion dan Ra
Nadine terus memperhatikan gambar yang ditampilkan layar ponselnya. Kiriman dari Roni, pria yang dia sangka polisi, tapi nyatanya salah satu anak buah sang suami. Roni sendiri yang mengantar Nadine ke rumah sakit.Sepertinya lelaki itu tahu ada seseorang yang berniat jahat pada istri atasannya. Benar saja, begitu mobil Roni melaju keluar dari gedung DA Grup, Eva memukul kesal kemudinya.Beberapa hari menguntit Nadine, perempuan itu selalu gagal menjalankan aksinya. "Sial! Ada saja yang mengganggu!" Maki Eva kesal bukan kepalang.Mata Eva masih mengawasi mobil Roni, baru saja akan menghidupkan mesin kendaraannya, seseorang mencuri masuk. Ingin sekali Eva berteriak tapi dia batal melakukannya begitu tahu siapa orang yang dengan berani menyusup ke dalam mobilnya."Jangan gegabah. Aku punya rencana lebih baik dari sekedar membuat Nadine terkapar di jalanan berlumuran darah.""Apa? Kau ingin membuatnya berdarah-darah di ranjangmu?""Kalau bisa, aku mau sekali."Eva melengos mendengar jawab
"Aku yakin pernah melihatnya di mana gitu. Beri aku waktu untuk mengingatnya.""Kelamaan atu Nad. Noh, si Sandy hampir bunuh bapaknya David.""Kok bisa?""Kan Melani hamil anaknya Rionald."Ha? Nadine menutup mulut tidak percaya, sebagai reaksi akhir percakapannya dengan Rion.Rion dan Reva mencoba ikhlas dengan kepergian bayi mereka. Suasana dan perasaan keduanya jauh lebih baik setelah memasuki hari ketiga. Saat Reva sudah diizinkan pulang. Kini mereka sedang berkumpul di Blue Paradise.Keadaan Atma juga sudah membaik. Pria itu disarankan agar lebih banyak istirahat. Seperti sekarang, Nadine meninggalkan kamar Atma setelah pria itu tidur. Sandy baru saja pergi mengantar Sita ke tempat bekerja setelah tadi mampir menjenguk Reva, sembari membawakan titipan sang ibu, cheese cake favorit Reva.Heni hanya bisa titip salam, minta maaf belum bisa menjenguk Reva. Hari ini perempuan itu harus ke rumah sakit untuk mengantar Hermawan kontrol bulanan."Jadi kalau Melani masih hidup. David bakal
"Maafkan aku."Hanya itu yang diucapkan Rionald di depan gundukan makam dengan nisan hitam dengan sebaris nama diukir menggunakan tinta emas. Melani Ariyani, nama itu diikuti sebuah foto di bawahnya.Rionald menangis, dia sungguh tidak menyangka jika Melani sampai hamil anaknya. Bahkan kenyataan kalau Melani dibunuh sangat mengejutkan untuknya. Dia pikir depresi Melani kumat hingga nekad mengakhiri hidup.Lebih mengejutkan lagi ketika pihak yang berwajib belum menemukan pembunuhnya sampai saat ini. Bukankah ini mencurigakan. Bahkan pria sekelas Sandy yang dibantu Rafael belum bisa menangkap pelakunya."Siapa yang sudah melakukan ini padamu?" Gumam Rionald. Pria itu masih berada di sana ketika ponselnya berbunyi. Sebuah foto terkirim ke nomornya. "Apa Tuan tahu kalung ini. Benda itu ditemukan di kamar hotel tempak Nona Melani meninggal."Sama seperti Nadine, Rionald seperti pernah melihat kalung itu. Tapi di mana. Cukup lama Rionald diam, sampai akhirnya dia berdiri. Pilih meninggalka