"Terus orangnya mana?" Rion nyaris mencekik staf administrasi rumah sakit tempat di mana cincin dan identitas Nadine ditemukan. Yang membuat Rafael terduduk lemas adalah ketika mereka mencari Nadine di rumah sakit tersebut, mereka tidak menemukannya.Astaga! Apa lagi ini ya Allah? Rafael benar-benar hilang akal. Bahkan ketika Sandy dan Roni menyisir semua ruangan di rumah sakit itu, keduanya tidak menemukan sosok yang dicari. Rumah sakit itu tidak besar, tidak sulit menggeledah semua bagian untuk mencari seseorang. Ditambah Rafael mampu menunjukkan kalau dia punya kuasa untuk mengobrak-abrik tempat itu."Bagaimana?" Rion bertanya setelah Sandy dan Roni kembali dari pencarian untuk kedua kalinya."Tidak ada. Sorry, aku bahkan nguprek kamar mayat.""Dia belum mati! Istriku masih hidup, aku bisa merasakannya!" Rafael langsung mencengkeram kerah kemeja Sandy, emosi."Aku bilang nguprek, Raf. Aku gak bilang nemu. Jangan sensi-sensi amat." Sandy masih santai menghadapi tingkah Rafael. Pr
"Apa maksudmu, Re?" Rion dan Reva terkejut, mendapati Rafael berjalan ke arah mereka dengan wajah terkejut sekaligus sedih. Pria itu masih tampak lemah, tapi wajahnya tak sepucat kemarin. Rafael langsung duduk di hadapan Reva dan Rion yang saling pandang melihat kemunculan suami Nadine. Mereka pikir lelaki tersebut masih berada di kamar."Em, kakak sudah baikan?""Jangan mengalihkan topik, jawab apa maksudmu Nadine bisa saja kehilangan ingatannya," tensi Rafael mulai naik."Raf, tenangkan diri dulu. Atau kau akan makin lama pulihnya," Rion memperingatkan."Bagaimana aku bisa tenang. Istriku belum ketemu, dan sekarang kamu malah bilang begitu.""Itu baru kesimpulan yang diambil para dokter. Belum tentu keadaan Nadine begitu.""Jadi ada kemungkinan dia tidak ingat padaku?" cecar Rafael."Kepala Nadine terluka cukup parah. Benturan yang terjadi sangat keras. Bahkan dari X-Ray biasa saja terlihat ada retak di tempurung kepala Nadine. Yang kami takutkan, bagaimana jika ada gumpalan darah
Publik sungguh tidak tahu soal kisruh yang terjadi dalam keluarga besar De Angelo. Rafael sejak dulu selalu tertutup soal urusan pribadi, maka media pun tidak terlalu kepo ketika mereka mendapati Rafael jarang tampil bersama Nadine, atau sama sekali tak melihat keduanya bersama.Pria itu pada dasarnya tidak suka memamerkan istrinya pada khalayak ramai. Privasi keluarga Rafael sangat terjaga. Meski Paramita tidak demikian. Rion sendiri juga sama, dia sering kali menghindar kalau ada pencari berita memburunya.Empat puluh hari sejak Nadine menghilang tanpa kabar. Keluarga Rafael dan Hermawan mampu menutupinya dengan rapi. Walau banyak juga yang bertanya perihal absennya bu CEO mereka yang baru. Tentu ini terjadi di lingkungan kantor.Orang terdekat Nadine mulai ribut ketika ponsel wanita itu tidak bisa dihubungi sama sekali, setelah sebelumnya ponsel Nadine hanya membalas pesan tanpa mau menerima panggilan. Rafael sendiri telah memberikan dalih kalau untuk sementara, Nadine akan cuti da
"Apa aku bilang? Kecelakaan itu tidak sesederhana yang kita bayangkan," komen Sandy begitu dia melihat apa yang membuat Rey berteriak panik."Bukannya tidak ada rekaman kamera pengawas, tapi benda itu sudah diambil untuk menghilangkan bukti," Rion menambahkan.Rafael sendiri masih berkutat dengan sebuah video yang sedang beredar di media online. Belum sampai viral karena Rey sudah lebih dulu melihatnya, dengan Rafael lekas men-take down-nya."Kali ini siapa lagi pelakunya?""Menurutku ya si Syarif itu. Mukanya sudah kayak kriminal bertampang malaikat." Tidak tahu kenapa Sandy begitu sensi dengan nama Syarif."Ssstttt, bisa diam tidak. Kalau tidak bisa bantu, setidaknya to ming se.""Apa tu?" Reflek Rey bertanya."Tolong mingkem sebentar, alias diam!"Timpukan pulpen dan berkas datang dari arah Sandy dan Rion. Sementara Rey hanya bisa mengulum senyum.Rafael balik ke mode kulkas tujuh pintu sejak sang istri hilang. Pria itu jarang senyum, anti ramah tamah dengan aura senggol bacok begi
"Katakan kenapa kau memburu Pras?""Kau, kenapa kau juga mendekatinya?"Dua orang itu saling tatap, dengan Meta memutus kontak mata lebih dulu. Dia sudah pasti tidak akan menang melawan Rafael. Pria yang sudah menolongnya, hingga wajahnya kembali sempurna tanpa cacat."Jangan bilang kau ingin balas dendam pada Eva melalui Pras?" Rafael bertanya lebih dulu.Meta sama sekali tidak mengelak, perempuan itu tidak juga menjawab. "Aku peringatkan, bullshit dengan semua rencanamu. Yang aku mau, jangan merusak rencanaku.""Jangan cemas, aku akan dapatkan cara untuk mengetahui siapa saja yang berhubungan dengannya.""Good. Aku tidak mau dengar kata gagal, waktumu satu bulan."Tanpa banyak bicara, pria itu beranjak pergi meninggalkan Meta yang langsung mendengus geram. Sebal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau begini caranya, dia perlu akses masuk ke apart Pras. Meta yakin itu tidak mudah.Sebab Pras selalu mendatangi Eva. Di mana pria itu tinggal, Meta juga tidak tahu.Jika Meta tengah puy
"Kau mau ke mana Raf?" Paramita menahan lengan sang putra yang ingin masuk ke dalam mobil."Aku mau jalan-jalan dulu, Ma. Titip kantor sebentar. Aku mau healing," balas Rafael menatap dalam manik sang mama.Paramita tahu sang putra menderita akhir-akhir ini. Sebagai seorang ibu, dia tidak tega melihatnya. Paramita bahkan pernah menyarankan Rafael untuk melepaskan Nadine. Namun yang terjadi setelahnya, lelaki itu mengamuk tidak terkendali. Hingga Reva pun menyarankan untuk membiarkan keadaan Rafael seperti itu. Yang penting lelaki itu masih mau makan, pulang ke rumah tepat waktu dan tidak melakukan hal aneh di luar sana."Mau ke mana?" Paramita bertanya pelan."Untuk menyempurnakan sandiwara kita. Agar dikiranya aku sedang menyusul Nadine yang sedang liburan."Paramita mengurai tangis ketika mobil yang dikendarai sang putra melaju meninggalkan Blue Paradise. "Sampai kapan? Sampai kapan dia akan terus membohongi dirinya. Bagaimana jika Nadine tidak kembali? Bagaimana jika dia sebenarn
"Bagaimana?""Dia bilang tidak tahu. Padahal dia seharusnya mengetahui, kecelakaan itu terjadi di wilayah tugasnya."Pria paruh baya itu terdiam untuk beberapa lama. "Perempuan itu harus kita temukan lebih dulu, atau Rafael akan punya celah untuk menyerang. Dia kelemahan Rafael," ujarnya menatap keluar jendela."Ikuti dia. Dia pulang ke mana, kita pasti tahu cepat atau lambat andai dia menyembunyikannya," titah si pria.Sang asisten mengangguk paham, lantas undur diri. "Dia sudah menggagalkan rencanaku menjadikan Eva nyonya muda De Angelo. Kali ini tidak akan kubiarkan dia mengacaukan usahaku untuk merebut harta mendiang ayah. Tidak peduli surat wasiat sudah dibuat. Aku bisa memanipulasinya. Harta itu tidak boleh jatuh ke tangan Megantari."Kembali ke tempat Bram, pria itu terlihat menghubungi Sinta. Bertanya kabar mengenai Meera."Dia sehat-sehat saja hari ini. Dia sudah balik ngajar, berangkat jalan kaki sambil jemput Ayu. Ada apa to, Bram? Kedengarannya panik gitu," tanya Sinta.
"Kenapa kamu bertanya soal itu padanya?"Sinta mengerutkan dahi saat melihat Bram duduk di depannya. Ini kesekian kalinya, Sinta dibuat curiga oleh tingkah Bram."Yang kutanyakan wajar kan? Kamu tidak ada kabarin kita, tiba-tiba kamu pulang bawa istri. Aku juga tidak tahu dia sebelumnya," Sinta berujar santai."Tapi yang kamu lakukan buat dia sakit kepala lagi." Ketiganya sudah pulang ke rumah, Bram muncul di saat yang tepat untuk menjawab pertanyaan Sinta yang membuat sakit kepala Meera kambuh. Saat ini perempuan tersebut sudah tidur setelah minum obat."Maaf," lirih Sinta.Bram menghela napas, dia tadi melihat motor Sinta yang terparkir di depan kafe, pria itu lantas mampir."Lain kali ajak bicara Meera hal biasa saja. Sesuaikan dengan bahan obrolan yang dia berikan."Sinta mengangguk paham. Saat Bram masuk ke kamar untuk menyusul Nadine, sebuah panggilan masuk ke ponsel Sinta yang langsung membuat perempuan itu melompat kegirangan. Sang suami pasti sudah kembali dari lokasi antah