"Bisma? Ah, ternyata kau sudah datang?"Pertanyaan Adelia seketika teralihkan karena kedatangan Oma Nora yang sudah nampak lebih rapi dari kamarnya. Dengan dituntun oleh seorang pembantu yang tadi sempat mengkhawatirkan kondisi Adelia, wanita itu datang menghampiri dua anak muda yang sedang berbincang santai di ruang tamunya."Kebetulan aku baru saja datang, Oma." Bisma langsung bangkit dan mempersilakan wanita paruh baya tersebut untuk duduk terlebih dahulu."Bagaimana keadaan Oma hari ini? Lebih baik?" lanjutnya berusaha menghidupkan kembali suasana."Ya, seperti yang kau lihat saat ini. Omong-omong kau cepat sekali menjemput Adelia, Bisma? Apa kau sudah sangat tidak sabar menemuinya?""Ah ... Sebenarnya itu sedikit benar, Oma. Tapi sebenarnya alasan kedatanganku lebih awal ke sini karena ingin menghindari macet juga, aku tidak mau datang terlambat ke kantor nanti," ucap pria di samping Adelia tersebut dengan sedikit tersenyum dan meraih tangan Adelia sesaat."Ya, dari dulu kau mema
["Maaf, Tuan. Untuk lebih jelasnya saya belum tahu. Saat ini saya sedang berada dalam perjalanan ke sana. Saya ingin meminta penjelasan pihak kepolisian dan juga melihat keadaan sekitar untuk memastikan semuanya terlebih dahulu."]"Ya! Kau memang harus memastikan semuanya lebih dulu! Sampaikan pada mereka agar segera melakukan pencarian! Aku tidak mau pria licik itu bebas berkeliaran di luar sana tanpa mempertanggungjawabkan semua kelakuan buruknya!"["Baik, Tuan. Saya akan mengabarkan informasi selanjutnya nanti."]Bisma mengangguk seraya mematikan panggilan ponselnya. Ia taruh begitu saja benda pipih tersebut di atas meja seiring dengan napasnya yang sedikit memberat, sebelum akhirnya memilih bersandar di sandaran kursi dengan kedua netranya yang mengarah ke langit-langit.Ah, masalah apa lagi yang datang kali ini? Bisma sangat tidak menyangka Ardi bisa kabur dari penjara dengan begitu mulus, apalagi semalam dirinya masih sempat bertemu langsung dengan pria yang sudah menghancurkan
"Ah, maaf. Kau jadi terkejut karena ku?"Agler segera menunduk hendak mengambil beberapa barang-barang Adelia yang berserakan di dekatnya. Namun sebelum itu, Adelia dengan lebih cepat lagi bergerak lebih dulu merapikan semua barangnya sendiri dan memasukkannya dengan asal ke dalam tas kecilnya."Tidak apa-apa, Agler. Ini bukan salahmu, aku hanya kurang memegangnya dengan erat tadi." Adelia berbicara seraya mengulas senyumnya sesaat. Beruntung semua obat dan vitaminnya tak sempat dilihat dengan jelas oleh cucu Tuan Brata tersebut."Ya, tetap saja aku merasa bersalah karena sudah membuat barang-barangmu terjatuh." "Kakimu terluka?" Agler menunjuk ke salah satu kaki Adelia yang dibalut perban setelahnya."Ah, ini ... Ini bukan apa-apa, Agler. Hanya luka biasa yang tidak sengaja kubuat tadi pagi, tapi Bisma sudah mengobatinya.""Jadi kalian berdua tinggal bersama lagi?""Tidak, bukan seperti itu. Kebetulan tadi Bisma datang menjemputku lebih awal di rumah Oma." Adelia sedikit membulatkan
"Apa? Maaf, maksudku kau memintaku untuk menemanimu mencari cendera mata?" Adelia bertanya dengan raut terkejut hingga tak menyadari kehadiran Bisma yang baru saja keluar dari ruangannya."Ya, Adelia. Aku rasa kau memiliki selera yang cukup bagus.""Ah, kau sepertinya terlalu berlebihan. Aku—""Calon klien ku ini adalah seorang perempuan dari luar negeri, Adelia. Sepertinya usianya tidak jauh berbeda darimu, jadi aku tidak begitu mengetahui hal-hal yang dapat membuatnya tertarik untuk kembali lagi ke sini nanti.""Tapi ....""Ayolah, Adelia. Aku sangat membutuhkan bantuanmu. Kau bebas membeli apa pun nanti sebagai hadiah dariku, jadi kau mau 'kan?"Agler sekali lagi menekankan pertanyaannya. Ia ingin mendapatkan kepastian dengan segera, apalagi saat ini dirinya menyadari tatapan penuh tanda tanya Bisma dari kejauhan sana.Satu sudut bibir tipisnya sedikit terangkat saat kedua netranya mendapati tangan pria itu yang mengepal erat. Sebenarnya ini yang ingin dilakukannya sejak bertemu de
Bisma terdiam mengamati ekspresi wajah lawan bicaranya sesaat. Kedua manik mata cokelat terang milik Agler terlihat sempat membulat, sebelum akhirnya pria itu menoleh sejenak ke arah samping untuk memutuskan tatapannya."Kenapa diam, Tuan Agler? Apa sangat sulit sekali menjawab pertanyaan saya?" tanya CEO NinatyLux tersebut kembali dengan sorot matanya yang kian menajam penuh menyelidik."Ah, sebenarnya ... Sebenarnya saya seperti ini karena hanya tidak menyangka saja dengan pertanyaan Anda, Tuan Bisma. Saya sendiri bahkan hampir tidak mengingat bahwa ada keluarga lain selain dari kakek saya.""Maksud Anda, Anda tidak pernah berhubungan dengannya lagi?" tanya Bisma kembali untuk memperjelas."Ya, orang itu memang sudah lama bukan menjadi bagian keluarga kakek saya lagi. Saya sama sekali tidak pernah mendengar kabarnya kembali semenjak semua kekacauan yang pernah dia buat, sampai akhirnya keluarga saya bisa berhasil bangkit kembali seperti saat ini!"Agler menutup pembicaraan dengan me
Adelia menatap sekali lagi wajah tampan Bisma dan menelitinya lebih dalam. Ada rasa yang mendadak berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Perasaan ragu dengan mudahnya memimpin, hingga membuatnya berkali-kali menghirup pasokan oksigen yang lebih guna menetapkan keyakinan."Apa yang ingin kau katakan, Sayang? Katakan saja padaku." Bisma kembali berbicara dengan satu tangannya yang bergerak mengusap lembut ujung kepala Adelia.Dengan sekali lagi menarik napasnya, Adelia kembali menghadap sepenuhnya ke arah pria yang ada di sampingnya. Sesekali hati kecilnya memanjatkan doa, agar niatnya berkata jujur detik ini tak membawa dampak buruk ke depannya nanti."Aku ... Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu padamu," ucap Adelia semakin berusaha memberanikan diri."Ya? Apa, Sayang? Katakanlah dan jangan merasa takut padaku." Lagi-lagi Bisma membalasnya dengan lembut meski tadi emosinya sempat meluap karena kemacetan jalanan."Sebenarnya aku ...."Tinnn!Belum selesai Adelia berbicara tiba-tiba s
"Bibi? Oma?"Suara ketukan yang tak biasa membuat Adelia semakin ragu untuk maju. Ia mencoba memanggil Oma Nora dan pembantunya yang mungkin saja sedang berada di depan pintu kamarnya saat ini, tetapi sayang kedua telinganya sama sekali tak mendapatkan jawaban berupa suara hingga membuat dahinya semakin tertekuk ke dalam."Ah, sepertinya ini hanya perasaanku saja!"Dengan menepis rasa takutnya, akhirnya Adelia tetap melangkah maju. Ia memutuskan untuk memberanikan diri, meski diam-diam meraih sebuah tongkat penopang kamera ponsel yang sudah lama sekali tak pernah dipakainya sebagai alat untuk mempertahankan diri.Ya, bisa saja yang tengah mengetuk pintu kamarnya ini adalah seorang penyusup bukan? Meski sepertinya aneh ketika seorang penyusup mengetuk pintu terlebih dahulu, tetapi tetap saja Adelia tak bisa mengabaikan firasatnya yang cukup tak begitu baik malam ini.Brukk!"Bisma?""Hai!"Seorang pria tiba-tiba muncul dengan seutas senyum dan lambaian tangannya. Adelia sampai tak bisa
"Kau baru mengganti warna rambut?"Dahi Adelia semakin mengerenyit mendengar pertanyaan yang amat tiba-tiba tersebut. Padahal baru saja mulutnya bertanya tentang hal lain, tetapi Bisma malah mencoba mengalihkan perhatiannya.Lagi-lagi pria itu membuatnya merasa curiga! Adelia merasa ada sesuatu yang tak beres, sehingga ia semakin menatap penuh menyelidik pria di hadapannya."Kau ini sebenarnya kenapa, Bisma? Sejak kapan pula aku suka mewarnai rambut?" sahut Adelia akhirnya yang langsung membuat Bisma merutuk pertanyaannya di dalam hati."Aku ... Aku sebenarnya hanya merasa warna rambutmu lebih terlihat menarik saja dengan cahaya lampu kamarmu yang tidak begitu terang ini, Sayang. Warnanya terlihat lebih hangat dan menenangkan!""Menenangkan?""Ya, menurutku—""Cukup! Jangan semakin membicarakan hal yang konyol, Bisma. Lampu kamarmu juga seperti ini kalau lampu utamanya di matikan. Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"Sial! Bisma benar-benar semakin merutuk kebodohannya! Ia hampir
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih