Adelia menatap sekali lagi wajah tampan Bisma dan menelitinya lebih dalam. Ada rasa yang mendadak berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Perasaan ragu dengan mudahnya memimpin, hingga membuatnya berkali-kali menghirup pasokan oksigen yang lebih guna menetapkan keyakinan."Apa yang ingin kau katakan, Sayang? Katakan saja padaku." Bisma kembali berbicara dengan satu tangannya yang bergerak mengusap lembut ujung kepala Adelia.Dengan sekali lagi menarik napasnya, Adelia kembali menghadap sepenuhnya ke arah pria yang ada di sampingnya. Sesekali hati kecilnya memanjatkan doa, agar niatnya berkata jujur detik ini tak membawa dampak buruk ke depannya nanti."Aku ... Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu padamu," ucap Adelia semakin berusaha memberanikan diri."Ya? Apa, Sayang? Katakanlah dan jangan merasa takut padaku." Lagi-lagi Bisma membalasnya dengan lembut meski tadi emosinya sempat meluap karena kemacetan jalanan."Sebenarnya aku ...."Tinnn!Belum selesai Adelia berbicara tiba-tiba s
"Bibi? Oma?"Suara ketukan yang tak biasa membuat Adelia semakin ragu untuk maju. Ia mencoba memanggil Oma Nora dan pembantunya yang mungkin saja sedang berada di depan pintu kamarnya saat ini, tetapi sayang kedua telinganya sama sekali tak mendapatkan jawaban berupa suara hingga membuat dahinya semakin tertekuk ke dalam."Ah, sepertinya ini hanya perasaanku saja!"Dengan menepis rasa takutnya, akhirnya Adelia tetap melangkah maju. Ia memutuskan untuk memberanikan diri, meski diam-diam meraih sebuah tongkat penopang kamera ponsel yang sudah lama sekali tak pernah dipakainya sebagai alat untuk mempertahankan diri.Ya, bisa saja yang tengah mengetuk pintu kamarnya ini adalah seorang penyusup bukan? Meski sepertinya aneh ketika seorang penyusup mengetuk pintu terlebih dahulu, tetapi tetap saja Adelia tak bisa mengabaikan firasatnya yang cukup tak begitu baik malam ini.Brukk!"Bisma?""Hai!"Seorang pria tiba-tiba muncul dengan seutas senyum dan lambaian tangannya. Adelia sampai tak bisa
"Kau baru mengganti warna rambut?"Dahi Adelia semakin mengerenyit mendengar pertanyaan yang amat tiba-tiba tersebut. Padahal baru saja mulutnya bertanya tentang hal lain, tetapi Bisma malah mencoba mengalihkan perhatiannya.Lagi-lagi pria itu membuatnya merasa curiga! Adelia merasa ada sesuatu yang tak beres, sehingga ia semakin menatap penuh menyelidik pria di hadapannya."Kau ini sebenarnya kenapa, Bisma? Sejak kapan pula aku suka mewarnai rambut?" sahut Adelia akhirnya yang langsung membuat Bisma merutuk pertanyaannya di dalam hati."Aku ... Aku sebenarnya hanya merasa warna rambutmu lebih terlihat menarik saja dengan cahaya lampu kamarmu yang tidak begitu terang ini, Sayang. Warnanya terlihat lebih hangat dan menenangkan!""Menenangkan?""Ya, menurutku—""Cukup! Jangan semakin membicarakan hal yang konyol, Bisma. Lampu kamarmu juga seperti ini kalau lampu utamanya di matikan. Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"Sial! Bisma benar-benar semakin merutuk kebodohannya! Ia hampir
"Bagaimana?"Suara tanya dari sambungan telepon tiba-tiba terasa sangat dingin dan mencekam. Tak banyak yang diungkapkannya lagi, hanya satu kata tanya tetapi cukup membuat lawan bicaranya terdiam dengan raut wajah cemas yang ditutupi peluh keringat dingin.["Maaf, Tuan!"]"Maaf apa?! Katakan yang jelas dengan mulutmu!" Suara hentakan tiba-tiba terdengar menggema, hingga membuat beberapa orang di sekitarnya terdiam menunduk.Kepulan asap rokok terlihat membumbung tinggi di depan wajah sosok itu setelahnya. Pria bertopi hitam tersebut terlihat menyesap benda kecil yang ada di sela-sela jarinya kembali, seiring dengan rasa penasarannya yang semakin membuncah.["Maaf, Tuan. Untuk malam ini ...."]"Kenapa?! Tidak bisakah kau langsung menjelaskan semuanya dengan lengkap? Ingat, aku membayarmu untuk memberikan informasi! Bukan malah untuk membuang-buang waktuku dengan cara bermain teka-teki seperti ini!" Tangan sosok misterius yang wajahnya hanya terlihat sebagian itu semakin terkepal erat
Adelia membeku saat baru menyadari ke mana arah tatapan Bisma. Tak sadar, satu tangannya bergerak meremas ujung bajunya sendiri. Rasa gugup semakin menyelimutinya, terlebih kala pria itu kembali meraih wajahnya dan mengusap pipinya dengan gerakan perlahan."Bisma ...."Perkataan Adelia tertahan kala pria di hadapannya ini tiba-tiba mengangkat tubuhnya. Adelia didudukkan di sebuah ruang kosong di samping kompor dan wastafel. Kedua netranya sedikit membulat terkejut, dengan kedua tangan yang refleks mengalungi pundak kokoh pria tersebut."Bagaimana? Apa aku boleh mencicipinya lebih dulu?" tanya Bisma dengan satu sudut bibir yang terangkat dan tatapan khas yang mampu mengikat sempurna pandangan Adelia.Tanpa menunggu jawaban dari sosok yang nampak tengah terpaku menatap wajahnya dari dekat, perlahan Bisma semakin mengikis jarak dengan salah satu tangan meraih dagu mungil Adelia.Adelia merasakan jantungnya semakin berdebar kencang tak karuan berikut napasnya yang tertahan. Terlebih setel
"Nah, akhirnya semuanya hampir beres! Beberapa bagian sudah mengerjakan tugasnya dengan baik, sehingga nanti kita hanya perlu menunggu laporan akhir dari mereka!"Bisma berbicara seraya melepas kacamatanya. Kedua netra cokelatnya menatap ke arah Adelia yang sedang duduk di depan meja kerjanya, dengan tangan yang bergerak cepat menutup semua lembaran dokumen penting di hadapannya.Saat ini Adelia dan Bisma memang sudah berada di kantor. Sekitar tiga jam mereka berdua sudah berkutat dalam setumpuk pekerjaan yang cukup menguras pikiran dan tenaga, dengan mengenyampingkan lebih dulu hubungan dekat mereka dan menomor satukan profesionalisme kerja."Mudah-mudahan saja hasilnya baik. Aku tidak sabar melihat kesuksesan proyek ini. Apalagi dengan berjalannya ini, otomatis para investor akan semakin mempercayai perusahaan kita!" sahut Adelia dengan senyum manisnya yang kian mengembang."Ya, aku juga baru mendapatkan informasi kalau beberapa posisi yang sempat kosong sudah terisi kembali. Mudah-
Adelia membulatkan matanya saat menatap sesuatu yang amat tak disangkanya. Degup jantungnya seketika terasa seperti berhenti beberapa detik sesaat. Mati-matian ia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya untuk kembali menatap lawan bicaranya yang hanya menunjukkan ekspresi datar tanpa bisa ditebak."Apa maksudmu menunjukkan ini padaku, Agler? Bagaimana kau bisa mendapatkan rekaman ini?!" Adelia tak sengaja menghentakkan kata-kata terakhir seiring dengan rasa was-was yang semakin menyelimuti dirinya. Suasana semakin terasa mencekam untuknya, terlebih saat menyadari tatapan Agler yang amat tak biasa ke arahnya."Kebetulan aku mendapatkan rekaman video ini dari salah satu karyawanmu sendiri, Adelia. Untung saja aku yang pertama kali menemuinya, sehingga dia pasti tidak akan berani membuka mulut atau pun menyebarkan ini pada karyawan yang lain!"Tangan Adelia semakin terkepal erat saat mendengar penuturan Agler. Peluh keringat dingin semakin membasahi tubuhnya, wajahnya sedikit memerah m
"Sial!"Adelia menggeram saat kembali mengingat kata-kata ancaman Agler. Dengan merebahkan tubuhnya sesaat di atas kasur, otaknya berusaha berpikir cepat mencari alasan agar pria itu tak lagi memaksanya untuk pergi keluar nanti malam.Beruntung tadi Bisma tak mencurigai noda merah yang ada di kerah kemeja cucu satu-satunya Tuan Brata tersebut. Pertemuan kedua pria itu tadi siang memang berjalan seperti biasa saja, meski nyatanya Agler semakin berani menatapnya dan mengajaknya berinteraksi lebih di depan Bisma.Saat ini, Adelia memang baru saja pulang dari kantornya. Seperti biasa, ia diantarkan oleh Bisma ke rumah Oma Nora terlebih dahulu. Sementara Bisma, pria itu langsung kembali ke mansion mewah miliknya karena katanya ingin mengerjakan beberapa urusan di sana."Ah, seharusnya aku mengerti tentang kekhawatiran Bisma saat awal bertemu dengan Agler! Dia memang pria yang tidak bisa dianggap remeh! Semua gerak-geriknya seakan telah direncanakan dengan pikirannya yang tak bisa ditebak o
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih