Perempuan itu kembali menerbitkan senyumnya. “Kita tunggu dua sampai tiga hari yang akan datang, yaa. Sagara hanya sedang merasa bersalah pada dirinya sendiri karena udah memilih untuk menikahi aku dan lupa kalau dia udah punya pacar.“Dan … mungkin, dia juga merasa bersalah karena udah buat Clara mengidap penyakit itu. Walau kita nggak tau sejak kapan, Clara mengidap penyakit itu. Yang kita tau hanyalah, Clara sakit setelah ditinggal oleh Sagara.”Hanna masih bisa berpikir positif kepada suami yang sudah membentaknya tadi. Ia masih memiliki stok kesabaran yang banyak untuk menghadapi sifat labil suaminya itu.“Mau masak apa, Na? Aku bantu, yaa.” Andra yang tak ingin Hanna merasa terbebani atas keputusan Sagara yang memilih Hanna untuk ia nikahi walau perempuan itu sedang dalam keadaan hamil anak orang lain.“Ayam kecap sama capcay. Makanan kesukaan aku. Nggak apa-apa, kan?” tanya Hanna kepada Andra.Andra mengangguk penuh semangat. “Nggak apa-apa. Kamu mau masak daging buaya juga ter
Sagara tersenyum pasi kemudian bangun dari duduknya. “Ingat, ucapan elo juga, Andra. Nggak ada yang mau sama perempuan yang lagi hamil. Cum ague!” ucapnya kemudian meninggalkan kedua manusia itu, keluar dari rumah tanpa pamit akan pergi ke mana.Juga, menyepelekan sikapnya yang terlihat biasa saja dengan ucapan Andra. Seolah Hanna memang tidak akan ada lagi yang mau selain dirinya.‘Apa maksud dari ucapan kamu, Sagara? Kamu menyesal, karena sudah menikahiku?’ Hanna memejamkan matanya. Kemudian duduk di depan Andra sembari menatap kosong piring yang masih berisi sandwich yang tidak dihabiskan oleh Sagara.“Ngapain dipikirin, Hanna. Kamu memang lagi hamil. Tapi, itu anak sebentar lagi brojol. Kalau si Sagara udah ngomong kayak gitu, itu artinya dia menyepelekan kamu. Menganggap kamu sudah tidak ada akan lagi yang mau sama kamu.”Andra menghela napasnya dengan kasar sembari geleng-geleng. “Keparat emang si Sagara ini. Dahlah, Hanna. Kalau aku jadi kamu, udah aku tinggalin, cowok begituan
Jonas menghela napas pelan. “Ada. Walau dia percaya sama kamu, sepertinya dia juga tetap menyimpan rasa takut aku mendekati kamu lagi. Dan kamu tau, aku bukan pria yang dia bayangkan.”Hanna mengerutkan keningnya. “Maksud kamu?”Jonas tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. “Mungkin suami kamu terlalu mencintai kamu. Dia hanya mengancam aku agar jangan macam-macam sama kamu, kalau masih ingin kerja di sana. Udah, itu aja.”Hanna tersenyum getir lagi. Lantas membuat Jonas memiringkan kepalanya.“Apa yang sedang kamu sembunyikan, Hanna? Kenapa kamu seperti tidak yakin dengan ucapanku tadi?”Hanna menggelengkan kepalanya. “Bukan seperti itu, Jonas. Hanya saja … dia nggak seperti yang kamu pikirkan. Hati dia sedang bercabang. Dia meninggalkan perempuan yang tulus mencintainya demi menikahiku.”Kini, Jonas yang mengerutkan keningnya. “Suami kamu … punya pacar? Maksudnya gimana, Hanna? Aah! Sebaiknya kita ngobrol di café aja. Sepertinya kamu belum makan siang. Kita sambil makan siang aja
Jonas—yang memang berusia tiga tahun lebih tua dari Sagara lantas memiliki pemikiran yang dewasa dan memahami kondisi kelabilan yang sedang Sagara alami kini. Namun, ia juga tidak ingin menyalahkan Hanna yang ingin menghukum suaminya itu dengan pergi tanpa sepengetahuan pria itu.“Sudah kenyang, Hanna?” tanya Jonas setelah melihat nasi serta lauk di atas piring Hanna sudah habis.Hanna mengangguk. “Sudah, kok. Sangat kenyang. Terima kasih ya, Jonas.”“Sama-sama. Jangan nangis lagi, yaa.”Hanna mengulas senyumnya. “Iya, Jonas. Gimana kabar mama kamu? Katanya, kamu pulang karena mama kamu sakit.”Jonas menganggukkan kepalanya. “Sudah mendingan. Tapi, masih belum bisa bangun.”“Oohh. Semoga cepat sembuh ya, Jonas. Aku tau, kamu adalah anak kesayangan mama kamu.”Jonas tersenyum lebar. “Kamu … masih ingin di sini? Sudah hampir jam lima.”Hanna melihat jam yang melingkar di tangannya. “Oh, iyaa. Sudah sore. Ternyata, bukan makan siang lagi. Tapi sekalian makan malam.”Jonas terkekeh sembar
Andra menghela napasnya dengan panjang. Ia pun menghubungi Citra, meminta untuk menemuinya di rumahnya."Apa?! Hanna kabur dari rumah? Sejak kapan?" Citra terkejut dengan ucapan Andra yang memberi tahu jika Hanna pergi dari rumah."Makanya ke sini. Gue minta bantuan elo buat nyari Hanna. Si Sagara pake acara sakit, pula. Kebiasaan emang ini anak. Tiap ada masalah, pasti lupa makan dan akhirnya bikin asam lambungnya naik.""Astaga. Ya udah, gue ke rumah elo sekarang. Kebetulan, gue lagi free juga." Citra menutup panggilan tersebut dan bergegas menuju rumah Andra.Sementara Andra kembali duduk di samping Sagara. Ia menghela napasnya dengan pelan sambil menatap Sagara yang tengah duduk sembari melamun."Makan, nih. Kalau pengen ketemu sama Hanna, elo harus sembuh. Kita cari sama-sama. Gue bakal nemenin elo nyari Hanna sampai ketemu," kata Andra berucap dengan pelan.Mata sembab dan layu mengangkat dan menatap Andra. "Gue mengkhawatirkan kondisi Hanna di luar sana, Ndra. Kalau di rumah da
Hanna terdiam sejenak. Ia baru tahu, Andra datang ke sini mencarinya hanya bersama Citra. Kemudian ia pun menggelengkan kepalanya. Menghilangkan rasa khawatirnya kepada Sagara."Mungkin nyarinya berpencar. Makanya nggak barengan," ucapnya berharap seperti itu. "Atau mungkin juga dia lagi sibuk urus resto. Sepuluh hari lagi restonya selesai dan akan segera dibuka untuk umum," sambungnya kemudian.Namun, raut wajahnya tidak berkata seperti itu. Ia mengkhawatirkan kondisi Sagara di sana. Ingin kembali, tapi masih belum ingin. Hanna pun tersenyum pasi."Bukan karena sakit. Dia memang udah gak peduli lagi sama aku. Mana mau, nyari aku," ucapnya dengan pelan.Dita mengusapi lengan Hanna. "Bukan begitu, Mbak. Mas Sagara pasti nyari Mbak. Jangan berpikir negatif terus kalau sebenarnya Mbak ingin sekali, Mas Sagara mencintai Mbak dengan sepenuh hati dia."Hanna menolehkan kepalanya dengan pelan kepada Dita. "Begitu ya, Dit?" tanyanya kemudian.Dita mengangguk. "Iya. Istirahat lagi, Mbak. Saya
Andra mengendikan bahunya. “Sagara bakal bikin Lestari maju lagi setelah puas menyakiti Krisna. Dia udah punya strategi yang nggak akan elo tau sampai semuanya dia lakukan. Banyak hal yang dia rencanakan termasuk bikin Lestari akan kembali maju lagi. Kita cukup jadi penonton aja.“Sekarang, Sagara belum bisa gerak karena kepergiaan Hanna. Dia nggak akan bisa kerja kalau Hanna belum ditemukan. Sebenarnya, sumber kekuatan Sagara ada di Hanna. Tapi, dia sendiri yang udah bikin Hanna sakit.”Citra menghela napasnya dengan pelan. “Papa emang keterlaluan. Kalau Sagara butuh gue agar dimaafin sama Hanna, gue siap. Karena, kalau Papa nggak kasih tau semuanya, Sagara pasti nggak akan sampai bersikap dingin dan bingung sampai cuekin Hanna.”Andra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sagara bisa mengatasi masalahnya sendirian, kalau masalah hubungannya.”“Oh, gitu.”Andra mengangguk lagi. Setelahnya, ia
Pagi hari. Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi. Sagara yang baru selesai mandi kemudian sarapan dan minum obat. Ia terus memantau ponselnya, berharap pesan yang ia kirim pada ponsel terkirim.Namun, hingga lima belas menit lamanya Hanna masih belum mau mengaktifkan ponselnya. Lantas pria itu putus asa. Tak ingin menunggu lagi lantaran Hanna tidak akan pernah mau mengaktifkan ponselnya sampai kapan pun.Sagara memilih untuk pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui sang mama. Sudah terlalu lama ia membiarkan Mayang sendiri di sana. Sudah waktunya ia menjenguk dan melihat keadaannya yang semakin parah itu.“Sagara. Kondisi elo udah sehat bener? Muka elo masih pucat kayak gitu,” kata Andra mengejar Sagara yang sudah berada di garasi mobil.Sagara mengangguk dengan pelan. “Gue udah mendingan, Andra. Gue mau jenguk Mama.”“Yaa gue ikut, Sagara. Biar gue aja yang nyetir. Muka elo masih pucat, elo juga pasti nggak punya ten