Audrey mengulurkan tangannya dan menunjuk ke laci di samping.Zayden menuju laci itu. Setelah mencari-cari, dia menemukan antiseptik dan plester. "Mungkin akan sedikit sakit, bertahanlah," kata Zayden dengan nada lembut, seolah-olah sedang menghibur Audrey.Audrey merasa jantungnya langsung berdebar. Dia baru menyadari entah sejak kapan, setiap tindakan Zayden ini bisa membuatnya berdebar. Namun, dia memberi tahu dirinya sendiri untuk tidak terbawa perasaan. Audrey segera mengalihkan pandangannya, tidak berani terus memandang Zayden. "Nggak apa-apa, kamu obati saja."Zayden membersihkan luka Audrey dengan cekatan, lalu membalutnya dengan baik. "Sudah selesai, lebih hati-hati kelak."Audrey menganggukkan kepalanya dan bangkit untuk kembali ke dapur. Melihat situasi itu, Zayden mengernyitkan alisnya. "Apa lagi yang ingin kamu lakukan?"Zayden membatin, 'Tangannya sudah terluka, apa dia masih tidak bisa beristirahat sejenak?'"Barang di sini berantakan, aku akan rapikan." Saat mengatakan
Orang itu adalah Shania. Beberapa hari ini, dia berusaha keras agar Zayden memperhatikan kelebihannya. Namun sayangnya, sikap Zayden tetap saja cuek. Meskipun Zayden sudah lebih sopan kepadanya dibandingkan dengan wanita lainnya, hubungan mereka masih tetap tidak dekat seperti sepasang kekasih.Shania merasa kesal sehingga dia memutuskan mentraktir sahabatnya untuk bersantai. Awalnya, suasana hatinya sudah lebih baik karena dipuji sahabatnya. Namun, ekspresinya langsung menjadi muram saat melihat Zayden membawa Audrey untuk makan di restoran itu.Shania sebenarnya merasa sangat senang saat mengetahui Audrey dan Zayden bercerai. Bagaimanapun juga, dia merasa sangat gelisah jika Audrey tetap berada di samping Zayden. Tidak disangka, meskipun mereka sudah bercerai, Zayden tetap lebih dekat dengan Audrey daripada dengannya. Kenapa bisa begitu? Shania langsung tidak berselera makan. Dia langsung berdiri dan berniat untuk menghampiri mereka. Dia melihat Audrey pergi ke toilet dan segera meng
"Audrey, apa maksudmu? Apa ... yang aku takuti?"Shania yang panik mulai berbicara dengan terbata-bata. Bisa dibilang, perkataan Audrey tepat mengenai hal yang paling ditakutinya. Namun, Audrey sama sekali tidak tertarik dengan ketakutan Shania. Dia hanya menatap Shania dengan tenang dan berkata, "Kamu mengerti sendiri apa maksudku."Setelah berkata demikian, Audrey langsung mengulurkan tangannya untuk mendorong dan tidak memedulikan Shania lagi. Wajah Shania menjadi pucat dan bibirnya bergetar. Dia tiba-tiba mencengkeram tangan Audrey. "Katakan dengan jelas, apa yang kutakuti? Kamu ini hanya wanita yang diusir Keluarga Moore, apa yang perlu ditakuti? Apa kamu pikir kamu masih bisa bersama dengan Zayden? Jangan bermimpi!"Audrey terus memberontak, tetapi cengkeraman Shania sangat kuat dan membuatnya sulit untuk melepaskan diri. Melihat mata Shania yang memerah dan ekspresinya yang terlihat gila, Audrey merasa agak takut. Bagaimanapun juga saat Audrey sedang hamil, tidak ada untungnya
Setelah mengatakan itu, Audrey menahan rasa sakit di hatinya dan berbalik, lalu pergi. Zayden menahan rasa kesal di hatinya dan tidak menghalangi Audrey lagi. Saat sosok Audrey menghilang dari hadapannya, Zayden baru mengentakkan kakinya dan menendang tong sampah di depannya. "Sialan!"Selama ini, Zayden selalu menghindari wanita. Audrey adalah satu-satunya wanita yang ingin dia dekati. Namun sayangnya, tidak peduli apa pun yang dia lakukan, selalu sia-sia saat menghadapi Audrey. Bahkan niat baiknya untuk mengajak Audrey makan di luar agar Audrey tidak perlu memasak di dapur pun ditolak Audrey. Dia langsung kehilangan selera makan juga karena merasa sangat marah. Dia pergi meninggalkan restoran sendirian dengan kesal.....Setelah keluar dari restoran, Audrey berjalan sendirian di jalanan. Dia memang bukan orang yang kejam. Jika ada yang baik kepadanya, dia selalu ingin membalas kebaikan orang itu berkali-kali lipat. Dia sudah berusaha keras untuk mengatakan perkataan tadi kepada Zayde
Caleb mengangguk. "Di sini tempatnya. Tuan Zayden menunggumu di atas, ayo kita cepat pergi."Audrey mengikuti di belakang Caleb dan naik ke kapal pesiar itu, Begitu masuk, Audrey merasa terkejut lagi saat melihat ruangan yang begitu besar dihiasi dengan mewah. Terdapat menara sampanye di bawah lampu kristal yang mencolok. Berbagai macam sampanye impor yang mahal itu ditata dengan indah dan membuat semua orang yang melihatnya merasa terpukau.Audrey datang terlambat, sehingga sebagian besar tamu juga sudah masuk. Dari kejauhan, dia bisa melihat sekelompok wanita elegan sedang berbaur dan mengobrol dengan para tuan muda. Tadinya dia mengenakan gaun panjang yang sangat sederhana ini karena tidak ingin menarik perhatian. Tak disangka, penampilannya itu malah sungguh tidak pantas dengan pesta itu.Untungnya, Zayden tidak berada di tengah acara itu, melainkan berada di lantai dua yang sepi. Dia hanya bisa menahan perasaan gelisahnya dan mengikuti di belakang Caleb. Setelah keduanya berjalan
Christian tidak tertarik untuk berbaur dan mengobrol dengan mereka, tetapi Timothy dan orang tuanya ada di belakangnya. Christian juga tidak ingin mereka mengetahui rencananya, sehingga dia terpaksa tersenyum dan mengobrol dengan para wanita itu.Melihat putranya sepertinya benar-benar sudah melupakan wanita itu, Vivi menghela napas lega.Audrey berdiri di lantai dua dan matanya tertuju kepada Christian yang berbaur di pesta dengan santai. Dia juga mengerti pesta ini yang dikatakan untuk menyambut kepulangan Christian, sebenarnya lebih bermaksud untuk memperkenalkan lebih banyak wanita keluarga terhormat kepada Christian. Dia akhirnya mengerti mengapa Zayden mengajaknya ke pesta ini. Bagaimanapun juga, Zayden mengira anak di kandungannya adalah milik Christian. Oleh karena itu, Zayden ingin melihatnya menangis tersedu-sedu.Namun, saat melihat Christian sedang mengobrol dengan para wanita itu, Audrey tidak merasa marah. Awalnya, dia mengira dia akan sedih jika melihat pria yang pernah
Jarang sekali Audrey tidak menghindari tatapan Zayden seperti biasanya. Semua yang terjadi hari ini benar-benar membuatnya marah. Sebab, di mata Zayden, apa pun yang dia lakukan selalu salah. Zayden selalu saja menganggapnya sebagai wanita yang penuh dengan motif tersembunyi dan rencana jahat, sehingga tidak pantas untuk dipercayai.Zayden melihat mata Audrey yang sangat indah dan jernih itu sedang menatapnya dengan tulus. Dia tidak tahu harus mengatakan apa dan hanya menatap mata Audrey dengan bengong. Posisi keduanya saling memandang dengan tenang. Tidak ada seorang pun yang berbicara untuk memecah keheningan di antara mereka.Zayden tiba-tiba memiliki pemikiran yang aneh. Dia mulai meragukan apakah dirinya ini benar-benar telah salah paham? Jika tidak, mengapa dia tidak melihat ada sedikit pun kebohongan di tatapan Audrey?Saat Zayden hendak mengatakan sesuatu, terdengar suara ketukan pintu dari luar. "Tuan Zayden, Pak Timothy menyuruhmu segera ke bawah sebentar."Mendengar nama Tim
Namun, Christian juga tidak bodoh. Dia tidak akan mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan di hadapan begitu banyak orang dan memberi Zayden kesempatan untuk mencelakainya. Christian hanya bisa diam-diam mengepalkan tinjunya dengan erat. Dia harus bersabar hingga mendapat kekuasaan dan mencari cara untuk menemukan ibu Audrey.Timothy yang berdiri di samping tidak mengerti maksud sindiran dalam percakapan mereka. Melihat kedua orang itu sepertinya sedang asyik mengobrol, dia juga merasa lega.Melihat suasana hati Timothy sedang baik, Shania juga segera mengangkat gaunnya dan mendekat. Sikap Zayden terhadapnya masih sangat dingin beberapa hari ini. Hal ini membuat Shania mulai berencana untuk mencari dukungan Timothy. Dengan adanya dukungan Timothy, kesempatannya untuk muncul di hadapan Zayden tentu juga akan lebih banyak.Melihat Shania datang, Timothy juga langsung melambaikan tangannya ke arah Zayden. "Zayden, acara dansa akan segera dimulai, bagaimana kalau kamu menari b