DIGEREBEK DI TOILET MASJID
"Buka hijab di sini enak kali ya?"
Elrima, gadis berusia 28 Tahun yang baru hijrah itu menanggalkan hijabnya, lalu membuka tiga kancing atas kemeja oversize yang melekat di tubuh semampainya.
"Ekhem!" suara dehaman berat seorang lelaki sontak membuat gadis itu celingukan.
Namun, ia kembali menghela napas lega karena nyatanya toilet masjid nan luas itu tak memperlihatkan orang lain selain dirinya.
Kriet!
Seorang laki-laki usia 40 Tahun keluar dari salah satu bilik WC. Elrima yang berada di tempat wudhu tak siap dan hanya mampu mematung sambil mempelototi lelaki dengan tubuh atletis itu.
Gadis yang baru hijrah itu tak sadar jika kepalanya memamerkan mahkota indah yang lurus legam, ditambah tiga kancing kemeja yang terbuka membuat seseorang tiga langkah di depannya menelan saliva. Paripurna. Indah. Mempesona. Tiga kata yang membuat siapa saja sulit menundukkan pandangan termasuk lelaki bernama Malik itu.
"Ngapain kamu di sini?!" panik Elrima sambil mencari-cari hijabnya yang entah di mana.
Situasi tak terduga memang kadang membuat manusia luput dari segalanya, termasuk hijab yang nyatanya tergantung di capstok belakang gadis itu.
Malik yang peka akhirnya berjalan tertatih hendak mengambilkan hijab si gadis yang baru saja menghipnotisnya. Namun kaki yang keram itu malah menyenggol lap pel yang masih berada di dalam ember.
Tak dapat dihindari, Malik terpeleset dan jatuh menimpa tubuh Elrima. Sayangnya bibir Malik sedikit menyentuh aset milik gadis itu yang terbuka.
"Hwaaaaaa! Tolooooong!" teriak Elrima sekenceng-kencangnya karena merasakan ngilu di bagian kepala yang terbentur lantai, juga tubuh yang berat ditindih Malik yang memiliki badan tinggi tegap.
Sontak seisi masjid yang baru saja akan mendengarkan khutbah jum'at dari sang penceramah, berhamburan keluar mencari sumber suara kegaduhan. Mereka berpencar tak karuan dan sampailah sekitar sepuluh orang di toilet masjid.
"Innalillahi! Kalian apa-apaan di rumah Allah yang suci ini!" teriak bapak tua seumuran ayah Rima.
Malik yang kakinya keram tak bisa berbuat apa-apa, sampai tiga orang lelaki menyeret paksa tubuhnya agar bangkit. Dengan langkah tertatih ia dipaksa berjalan cepat menuju pelataran masjid. Sementara Elrima buru-buru bangkit dan menyambar hijabnya.
Gadis itu bergidik ngeri saat mengancingkan kemeja dengan tergesa. Sungguh apes hidupnya hari ini. Entah dosa apa yang ia sudah lakukan di masa lalu hingga berada dalam situasi semacam ini.
"Hei perempuan murahan! Sini kamu!" pekik bapak tua tadi sambil melambaikan tangan dari luar toilet.
"Maaf, Pak. Saya ini cewek baik-baik! Jangan ngomong sembarangan dong! Mentang-mentang udah tuir hobinya menghakimi orang sesuka hati," rutuk Elrima yang hobinya senggol bacok sebelum hijrah. Ia berjalan mendekat pada lelaki tua yang wajahnya familiar itu.
"Eh, si perawan tua ternyata. Jangan-jangan saking gak lakunya mau menjebak lelaki di sini kamu biar dikawinin?" tuduh Pak Rusdi yang dulu anaknya meninggal tiga hari sebelum hari pernikahan dengan Elrima.
Entah sebuah kutukan atau sebenarnya ada dalang di balik meninggalnya semua lelaki yang berniat serius pada Elrima, pernikahan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari nyatanya selalu berakhir tragis sebelum akad itu tergaung.
Dari usia gadis itu 23 Tahun sampai terakhir enam bulan yang lalu, sudah belasan lelaki yang akan mempersunting dan berakhir dengan sebuah kematian tak wajar.
Paling membekas di benak Elrima adalah yang terakhir kali sekitar enam bulan yang lalu. Calon suaminya meninggal terlindas truk membuat keluarganya mengutuk Elrima dengan sebutan perawan tua pembawa sial.
"Betul kan? kamu sudah menggoda lelaki biar dikawini?" ketus Pak Rusdi membuat Elrima kembali dari lamunan panjangnya.
"Pak! Cepat suruh dia ke sini!" seru seorang pemuda yang tak lain anak bungsu Pak Rusdi.
"Sini kamu! Awas jangan sampai tebar pesona sama si Rahmat juga, saya gak mau dia bernasib sama seperti kakaknya yang baru dimakamkan enam bulan lalu!" ancam lelaki dengan rambut sebagian memutih itu pada Elrima yang langsung mendengkus kesal.
Akhirnya gadis itu terpaksa mengekori dengan langkah gontai masuk ke dalam bangunan masjid. Betapa terkejutnya ia kala mendapati Malik sudah babak belur dipenuhi lebam dan darah segar. Lelaki dengan kemeja yang sudah koyak sebagian itu duduk bersila di tengah kerumunan orang.
"Hebat kalian sudah menghakimi orang sampai babak belur begitu," celetuk Elrima yang membuat suasana seketika hening. Gadis itu memang dikenal pemberani seolah tak takut pada apapun.
"Diam kamu Rima! Cepat duduk!" tegur seorang lelaki usia 50 Tahun yang tak lain Ayahnya Rima.
Seketika mata gadis itu membulat lebar kala melihat wajah merah padam ayahnya sendiri. Sebebal apapun Elrima, tetap ayah yang jarang marah selalu dihormatinya. Dengan terpaksa ia duduk dekat lelaki yang selalu ada untuknya itu.
"Benar kamu sudah berbuat asusila di toilet masjid, Neng?" tanya Pak Hamid dengan nada pelan tapi tatapannya tajam bagai elang.
"Ini salah paham, Yah." Elrima memelas sambil memegang tangan kanan ayahnya.
"Salah paham apanya? Saya lihat mereka tindih-tindihan tadi di lantai toilet. Saya sendiri sampai malu lihatnya," sanggah Pak Rusdi.
"Iya betul saya juga lihat!" beberapa pemuda yang tadi memergoki Malik dan Elrima ikut berseru memanasi suasana.
"Berisik!" teriak Elrima sambil berdiri saking kesalnya terus disalahkan, membuat suasana kembali bisu.
"Kalian gak denger apa?! Tadi saya teriak minta tolong?Kalau lagi enak-enak ngapain histeris gitu pasti saya bakalan diem-diem bae karena takut ketahuan," jelas Elrima yang membuat beberapa orang mengangguk sementara Pak Rusdi mendengkus kasar.
"Jadi kamu dilecehkan, Neng?" tanya Pak Hamdi yang sedikit bernapas lega sekaligus tak menyangka dalam waktu bersamaan.
Entah apa yang terjadi tapi setidaknya Elrima tetap anak yang baik di matanya meski harus mengalami kejadian tragis seperti tadi. Sementara Elrima sendiri bingung harus menjawab bagaimana. Sebab semuanya terjadi begitu cepat dan diluar prediksi.
"Kurang ajar kamu sudah melecehkan anak kesayangan saya! Pokoknya sekarang tanggung jawab nikahi dia!" serang Pak Hamdi sambil mencengkram kemeja lelaki yang hanya diam dengan tatapan dingin itu.
"Maaf, Pak. Saya tak mungkin menikahi dia," ujar Malik dengan nada teratur dan berat sambil melirik Elrima.
"Apa?! Kurang ajar kamu!" sentak ayahnya Elrima sambil mencoba memukul Malik tetapi segera ditangki lelaki itu.
"Dengar, Pak! Saya sudah beristri dan kejadian hari ini hanya salah paham belaka. Jadi hentikan kegilaan kalian!" rutuk Malik karena sudah tak tahan lagi.
"Kang Malik digerebek warga di masjid, Mah!"Abdul berteriak kencang dari luar rumah sambil meraup udara dengan rakus karena berlari terbirit-birit dari masjid sampai rumah. "Ada apa ini teh, Abdul? Kamu jangan ngawur kalau ngomong! Malu atuh didenger tetangga," tegur Bu Santi yang baru saja keluar menghampiri sang putra, ia melirik sekilas tetangga kepo yang juga ikut keluar di sebelah rumah.Bocah berusia tujuh tahun itu merenggut karena merasa disalahkan. Lalu tangan mungilnya diseret dan diminta duduk di ruang tamu untuk menceritakan keadaan kakak iparnya."Jadi gimana, Jang?" tanya Bu Santi tak sabar, sebelumnya ia berlalu ke dapur untuk mematikan kompor karena sedang memasak."Warga teh pada bilang kalau Kang Malik melecehkan teteh-teteh di WC masjid, Mah." Abdul berkata keras mengundang seseorang yang tengah rebahan di kamar tamu untuk menguping.Dialah Rina, perempuan berusia 39 tahun yang tengah hamil besar. Seketika dadanya terasa sesak kala mendengar penuturan sang adik te
"Dengar, Pak! Saya sudah beristri dan kejadian hari ini hanya salah paham belaka. Jadi hentikan kegilaan kalian!" rutuk Malik karena sudah tak tahan lagi.Pak Hamid membeku dengan tatapan nanar. Sementara yang lainnya mulai kasak-kusuk."Tapi kamu sudah melecehkan anak saya. Sudah dicap perawan tua, saya tak mau dia dipandang sebelah mata oleh laki-laki. Saya tidak peduli Elrima dijadikan yang kedua asal tetap dinikahi," panjang lebar Pak Hamid memberikan pendapatnya dengan berbagai pertimbangan tentunya. Ia tak ingin Elrima semakin menjadi bahan gunjingan selepas kejadian ini. Mungkin juga Bi Siti akan lebih keras mengoloknya dan disangka mengikuti usulan wanita itu agar sang putri menggoda laki-laki. Tak ada seorang Bapak yang rela anaknya berbagi kasih meski statusnya seorang madu. Namun, ia takut suatu saat Elrima kembali dilecehkan bahkan bisa jadi lebih parah. Pak Hamid banyak mendengar diluaran sana korban kebejatan laki-laki yang terungkap malah semakin direndahkan, sungguh
"Pasien kritis, Dok!" seru salah satu perawat. Abdul memalingkan wajah dari paras mungil keponakannya menuju sang kakak. "Teteh!" pekik bocah itu yang mulai paham kakaknya sedang tidak baik-baik saja, sebab ia sering melihat keadaan gawat semacam ini dari sinetron yang ditontonnya di televisi. Salah satu perawat menyuruh Abdul agar keluar ruangan, tetapi anak itu bersikeras ingin melihat sang kakak yang jantungnya tengah dialiri kejut listrik. Ia memberontak karena takut setelah ini tak bisa melihat Rina lagi. Dengan sedikit dipaksa akhirnya Abdul keluar dari ruangan itu, lantas sang perawat mengunci dari dalam karena khawatir terlalu banyak orang yang tidak berkepentingan bisa memperburuk keadaan pasien."Sabar, Jang. InsyaAllah si Teteh baik-baik aja, kita do'akan semoga ia bisa melewati masa kritisnya," nasihat Bu Santi sambil sesenggukan memeluk anak bujangnya."Mah, Abdul takut Teteh meninggal kaya di tivi-tivi itu. Soalnya tadi alat yang deket Teteh bunyi nyaring. Mah, giman
"Silahkan kamu laporkan saya ke polisi, tapi siap-siap aja netizen ngamuk kalau video pelecehan itu tersebar luas," sanggah Elrima yang tak sedikitpun merasakan gentar. Kematian bertubi-tubi yang merenggut calon suaminya membuat gadis itu semakin kuat. Tak ada yang ditakutinya di dunia ini, sebab celaka tak celaka, ada masalah ataupun tidak, semua yang bernyawa pasti akan mati.Malik terperangah mendengar ucapan Elrima yang tak terlihat terintimidasi sedikitpun, tetapi ia segera menguasai suasana dengan memasang tampang dinginnya kembali. Malik Al-Faqruq memang cukup berkuasa di negeri ini. Ia adalah salah satu pengusaha muslim yang sukses tetapi tak tersorot media. Tampan, kaya dan memiliki keluarga bahagia, hidupnya seolah sempurna, tetapi ada satu hal yang menjadi kelemahan lelaki itu, yaitu sosial media. Saat ini media masa dikuasai pemerintah, bisa saja ia ikut bergabung membangun citra di layar kaca, tetapi tentu dana yang digelontorkan tak sedikit. Sementara lelaki itu tentu
"Jangan-jangan itu si Rina yang tadi dibawa ke rumah sakit," celetuk Bu Riska--salah seorang tetangga yang tadi melihat keluarga Bu Santi pergi membawa Rina yang tampak tak sadarkan diri."Rina istri saya, Bu?" tanya Malik yang merasakan dentuman di dada bersama keringat dingin bercucuran."Innalillahi, dari sirine-nya sih, itu kayaknya meninggal. Kasian banget mana lagi hamil lagi," lanjut perempuan paruh baya itu tanpa memikirkan perasaan pria di sampingnya yang tadi pertanyaannya tak dijawab.Perasaan Malik semakin tak karuan mendengar monolog dari wanita seusia Ibu mertuanya itu, langkahnya seperti terpaku dan tak siap melihat bagaimana keadaan Rina.Seolah udara tak mampu ia hirup, napas Malik rasanya sesak. Namun, tak mungkin ia diam saja tanpa berbuat sesuatu. Sampai tak lama tenaga medis keluar dari dalam ambulans untuk memindahkan mayat yang sekujur tubuhnya ditutup kain.&n
Jenazah Rahmat juga Nenes akan dishalatkan bersama di Masjid Agung Cianjur. Tepat sebelum kedatangan rombongan pembawa keranda, Pak Hamid dan Elrima mulai gelisah karena Malik tak kunjung kembali.Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikir Pak Rusdi. Ia yang dari kejauhan melihat Pak Hamid dan putrinya tengah duduk di teras masjid, langsung tersulut emosi. Berjalan tergesa seorang Bapak yang baru saja kehilangan putranya itu mendekat ke arah Elrima.Plak!"Belum puas maneh bikin si Reza mati, sekarang si Rahmat nyusul Kakaknya. Semua ini pasti ada kaitannya sama kamu!" bentak Pak Rusdi yang baru saja mendamprat pipi Elrima.Gadis yang sedang melamun memikirkan Malik, tentu kaget dengan serangan mendadak dari mantan calon mertuanya itu."Kurang ajar sia geus nyabok anak aing. Kadieu wani gelut jeung bapakna, lain ngan saukur wani ka awewe, dasar lalaki teu boga ced
"Allahu Ahad ya Rabbul Ghafur. Jadi Rina sudah mendengar fitnah keji itu, Pak?" Suara Malik begitu lirih bersama luruhnya tubuh kekar yang bersimpuh di dekat kaki Pak Maman.Tak bisa Malik bayangkan bagaimana perasaan Rina yang tengah hamil tua dengan kondisi sakit-sakitan, harus menerima kabar dirinya yang melecehkan seorang gadis. Benar adanya jika fitnah lebih kejam dari pembunuhan, kini lelaki itu merasakan sendiri bagaimana sebuah fitnah bersiap menghancurkan rumah tangganya."Jadi gimana kabar gadis itu, Jang?" tanya Pak Maman dengan nada tenang, berharap Malik menceritakan segalanya dengan jelas supaya hatinya tak lagi diliputi was-was andai berita itu benar adanya."Dia gak papa, Pak. Semuanya cuma salah paham," jelas lelaki yang masih setia berjongkok di dekat kaki mertuanya, lantas Malik menceritakan semua hal persis adanya kecuali bagian di
"Dasar lalaki brengsek! Ngomongna bakalan balik lagi secepatnya, tapi buktinya apa?!" umpat Pak Hamid yang membuat Elrima terlonjak kaget seketika.Pasalnya lelaki paruh baya itu biasa menahan lisan dan amarah, tetapi sang putri seolah melihat sosok lain dari Bapaknya sendiri kali ini. Sebegitu besar kah, harapan Pak Hamid agar Elrima bisa berumah tangga dengan tenang.Mata indah wanita itu mengembun, ia bukan perempuan cengeng, tetapi melihat Pak Hamid begitu ingin memperjuangkan kebahagiaannya, Elrima merasa terenyuh. Ah, andai tak ada yang menghabisi nyawa belasan calon suaminya, mungkin sang bapak akan selalu manis dan tak menunjukkan sisi lain dirinya.Namun, kehidupan kadang kala tak sesuai harapan. Kebahagiaan disyukuri, cobaan dijalani dengan sabar, tetapi Pak Hamid sudah merasa di ambang batas lapang dada, hingga kini menjadi sempit hati dan pikirannya memikirkan masa depan sang putri yang teru
Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat
"Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah
"Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa."Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt
"Kang ...," panggil Rina dengan suara lirih. Suaminya baru saja duduk di kursi besi dekat bed pasien. "Neng." Malik segera menggenggam erat jemari istrinya yang terasa dingin. "Neng udah gak kuat, Kang. Neng capek ... capek pisan, " cicit perempuan itu. Matanya berkali memejam lama dan terbuka sesaat, seolah kelopak yang tampak layu itu dihimpit beban besar. "Astaghfirullah, Neng! tolong jangan bicara yang aneh-aneh. Akang di sini akan selalu menunggu kamu sembuh. Anak kita menunggu di rumah, Sayang." Malik berkata lirih sembari mengecup bagian wajah istrinya berkali-kali.Lelaki itu berharap mengalirkan banyak kekuatan agar istrinya mau berjuang bersama-sama untuk sembuh. "Kang ... tolong ridhoi, Rina. Ikhlaskan agar jalan pulang neng gak sulit." Wanita itu kembali terpejam untuk memeras air mata. Napas yang kian sesak serasa akan menghilang sebentar lagi. Malik yang panik segera menepuk pelan pipi istrinya. Rina meringis menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. "Neng, tahan se
"Teh Rina kenapa, Kang?" tanya Elrima. Perempuan itu tengah duduk di kursi tunggu."Keracunan kayaknya, Neng. Soalnya keluar busa dari mulutnya," sahut Malik lesu sambil duduk di samping istri mudanya."Ya Allah, Kang. Kok bisa sampe keracunan dalem rumah. Emangnya makan apa?" cerocos Elrima yang benar-benar syok, kakak madunya bisa sampai terkena racun."Akang juga gak tahu, Neng. Mungkin nanti ditanyain langsung setelah orangnya sadar." Ekspresi Malik semakin muram.Elrima tak tega melihat suaminya berwajah sendu seperti itu. Ingin ia merengkuh Malik dan menenangkan lelaki itu dalam pelukannya. Namun perempuan itu sadar posisi dirinya siapa."Semoga si Teteh gak kenapa-napa ya, Kang. Kasian Dedek Ali," lirih Elrima yang duduk berjarak dua jengkal di kursi tunggu."Semoga, Neng."Keheningan sesaat menguasai keduanya. Mereka terpekur dengan pikiran masing-masing.Saat tak ada obro
Malik masih tidur siang. Baby Ali sedang di lantai atas diasuh Elrima. Hari minggu Rina menyuruh adik angkatnya itu keluar untuk jalan-jalan, tetapi wanita itu menolak dan memilih membantu menjaga Ali.Tentu Elrima tak mungkin berkeliaran di luar, saat berita yang menyudutkan dirinya masih belum punah dari ingatan netizen. Bisa-bisa ia kembali menjadi sasaran lelaki hidung belang.Membayangkannya saja, Elrima sudah bergidik ketakutan. Ia masih ingat bagaimana sakitnya ditusuk bertubi-tubi menggunakan senjata tajam.Rina yang merasa bosan, mengecek ponsel Malik. Tak ada yang mencurigakan di sana, sebab Elrima dan suaminya belum pernah bertukar pesan. Isi pesan whatsapp hanya seputar pekerjaan, sementara sosial media jarang dibuka si empunya.Rina iseng membuka instagram milik suaminya. Ada akun baru yang mem-f
"Tidak ada!" ketus sang dokter karena merasa dirinya memiliki backing yang lebih kuat dari seorang Malik Al-Faruq."Saya akan menghentikan donasi ke rumah sakit ini dan mencari rumah sakit lain yang lebih profesional," ancam Malik dengan nada dingin. Matanya menyorot tajam kaca mata tebal sang dokter yang kemudian tersenyum mengejek."Silahkan, Pak. Jika sudah basa-basinya, saya permisi harus menjalankan tugas," pungkas lelaki yang dijuluki dokter Rangga itu, lalu berdiri dan hendak keluar ruangannya. Ia meninggalkan Malik yang kemudian menghempaskan punggung di kursi.Malik tak habis pikir, kenapa ada oknum rumah sakit yang menyembunyikan data pasien. Padahal lelaki itu hanya ingin menguburkan Zain dengan layak demi Elrima, kenapa semuanya jadi sulit begini.Kepala lelaki itu rasanya berdenyut mau pecah. Ia memikirkan bagaimana sedihnya Elrima andai tahu kejadian ini, juga tanda tanya yang pasti memenuhi benak Rina. Istri pertaman
"Kang Zain itu suami saya, Teh." Akhirnya jawaban paling masuk akal bagi Elrima itu yang meluncur dari bibir tipisnya.Mata Malik melebar tak percaya, seperti ada sesuatu yang meremas jantungnya hingga menyebabkan rasa terkejut yang menyakitkan.Elrima tersenyum canggung ke arah Malik. Ia lantas memasang wajah sendu saat bersirobok dengan kakak madunya.Sekarang Rina paham kenapa Malik memperlakukan Elrima dengan begitu spesial. Mungkin suaminya merasa bersalah karena sudah mencelakai Zain, ditambah sekarang lelaki itu sudah tak ada lagi di dunia ini. Tentu penebus rasa bersalah itu, hanyalah dengan memberikan segala yang terbaik untuk baby sitter-nya sekaligus istri dari korban yang ditabrak suaminya."Gimana ceritanya, kok bisa serba kebetulan gini?" tanya Rina yang ingin semakin diyakinkan jika Elrima dan suaminya tak memiliki hubungan spesial apa-apa."Kami janjian mau pindah kostan yang gak terlalu jauh sama rumah
"D--dia ...," ucapan Zain terputus napas yang sudah benar-benar hilang dari tubuhnya.Lelaki itu terpejam dengan tubuh yang kian memucat. Malik lantas memegang nadi Zain yang sudah tak berdetak."Innalillahi wa innalillahi rojiun," ucap Malik dengan dada yang bergemuruh hebat. Satu kalipun ia tak pernah menyangka, seorang Zain yang pernah Malik benci, bisa meninggal setelah menyelamatkan nyawa seisi mobil yang dikendarainya."Z--Zain ... Akang ngomong apa? Jangan bercanda, Kang." Elrima berkata dengan suara mencicit seperti tikus. Demi apapun seolah ada yang menyerabut paksa segala rasa yang ada dalam hatinya.Elrima merasakan kaki yang seperti tak berpijak lagi pada bumi. Juga pandangan yang seperti berputar di sekelilingnya. Berita yang teramat menyakitkan itu tak mampu lagi ia tahan, hingga perlahan kesadarannya menghilang bersama dekapan Malik di tubuhnya.Malik segera membopong tubuh Elrima agar segera ditangani tenaga