"N-Neng tau apa?" gugup Malik.
"Neng tahu Akang mau nikah lagi kan?" tuduh Rina masih dengan posisi memunggungi sang suami.
"Akang gak mau nikah lagi, Neng." Malik berkata jujur karena dari dulu ia tak pernah menikah lagi. Walau takdir yang ternyata mengantar sendiri Elrima padanya.
"Banyak banget gelagat Akang yang mencurigakan sejak kemarin-kemarin, Kang. Mulai pelecehan itu, terus tadi minta jatah padahal neng masih nifas, belum lagi sengaja mau ngasih tahu Rina pas udah pulang ke rumah. Biar Rina cepet mati kan, Kang!" cerocos Rina yang tiba-tiba membuka cup oksigen dari wajahnya.
Bu Santi dan Malik tak sadar karena hanya mampu menatap punggung Rina yang bergetar hebat.
"Astaghfirullah! Istighfar, Neng. Kamu jangan ngomong sembarangan atuh. Pamali omongan istri takut jadi do'a," nasihat Bu Santi sambil mengelus punggung putrinya. Ia paham Rina ba
Kotak hati itu ternyata berisi sebuah cincin emas dengan setitik baru permata. Melambangkan perempuan sederhana yang sangat Zain cintai.Netra bening Elrima membulat tak percaya melihat sesuatu yang sahabatnya suguhkan di depan mata. Lelaki itu mengangkat sedagu kotak beludru yang sudah dibuka itu, memperlihatkan cicin yang sederhana nan elegan.Bagai mimpi indah di tengah hari. Elrima berharap saat bangun ia tak berstatus seorang istri. Namun, mimpi buruk tentang bayangan pembunuh yang bisa mencelakai Zain kapan saja, merusak angan-angan menyenangkan antara Elrima dan cinta pertamanya."Gue curhat boleh dong?" tanya Zain sambil terkekeh melihat sahabatnya berkaca-kaca."Curhat sono sama Mamah Dedeh," cibir Elrima seraya melengos menyembunyikan matanya yang basah penuh haru."Gue cuma mau curhat sama perempuan cantik yang lagi mewek," goda Za
"Jang Malik tunggu!" teriak Pak Hamid dengan perasaan tak karuan karena menangkap kepalan tangan sang menantu, juga rahang tegas dengan cambang tipis itu mengeras sebelum berbalik menuju ruangan Elrima.Malik berjalan tergesa menuju ruangan paling ujung. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, istrinya tengah dibelai pipinya oleh laki-laki lain yang sangat Malik benci.Bugh!Sebuah pukulan tepat mengenai wajah Zain yang langsung meringis kesakitan. Sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Elrima menjerit kaget saat suaminya tiba-tiba menyeret jaket yang dikenakan sahabatnya."Berani-beraninya kamu menyentuh istri saya," teriak Malik tepat di depan wajah Zain. Pemuda itu diseret hingga lorong rumah sakit.Sengaja pertengkaran dilakukan di luar ruangan, karena lelaki itu khawatir pada kondisi Elrima."Istri Elu kan ada dua
"Pak, perasaan Neng tiba-tiba gak enak," lirih Elrima sembari menatap sayu wajah bapaknya yang juga terlihat keruh."Bapak ngomongnya keterlaluan ya, Neng?" tanya Pak Hamid memastikan. Ia takut secara sengaja melukai hati Zain, padahal tak pernah ada niat dihatinya membuat sesak dada pemuda yang baru saja pergi."Bapak gak salah. Keadaannya emang kaya gini, bikin kita jadi serba salah. Neng cuma khawatir si Zain nekat. Bapak tahu sendiri kan, dia orangnya kalau udah marah kaya gimana?" Elrima menghela napas dalam, lantas menghembuskannya perlahan."Sudahlah, mau gimana lagi. Kamu banyakin istirahat biar cepet sembuh. Nanti kita ngomong lagi baik-baik sama dia," hibur lelaki paruh baya yang mengenakan kemeja kotak-kotak gaya klasik itu."Gimana kalau dia pergi lagi terus gak pulang-pulang seperti sepuluh tahun yang lalu, Pak?" Membayangkannya saja dada Elrima dibuat sesak.
Selepas memindahkan tubuh lemah istrinya ke dalam mobil. Sejenak Malik menangkap keberadaan Elrima bersama Pak Hamid yang tengah memegangi tiang infus putrinya. Ada perasaan iba yang membuat lelaki itu menghampiri keduanya."El, ayo cepat naik ke mobil! Kita pindah ke rumah sakit lain," ajak Malik begitu saja tanpa pikir panjang. Sejenak ia menangkap kaca-kaca yang Elrima coba sembunyikan dari mata indahnya."Iya, Neng. Kamu harus banyak istirahat dan gak bisa terus berdiri di sini." Pak Hamid memapah putrinya yang baru saja mengangguk.Elrima duduk di bangku depan bersama Sadam yang akan mengemudikan mobil. Sementara Pak Hamid duduk di kursi belakang. Rina di kursi tengah dibaringkan dengan posisi kepala di paha suaminya.Sejenak Elrima memperhatikan bagaimana Malik membelai pipi pucat istrinya yang tertidur di pangkuan. Ada sesuatu yang terasa teremas di dalam dada wanita it
Flashback"Ada apa sih, Ris?" tanya SantiRiska---adiknya baru saja menyeret lengannya ke belakang rumah."Teteh masih nanya?" Mata Riska sudah berkaca-kaca sejak tadi, sekarang ia memuntahkan tangis dengan bibir bergetar sembari menatap nyalang kakak tirinya."Terus kamu mau apa, hah?!" sentak Santi yang tak peduli sama sekali pada air mata adiknya. Ia menyorot tajam Riska yang menangkup bibirnya dengan sebelah tangan agar tak menimbulkan suara tangisan."Teteh tau Kang Maman itu kabogoh Riska. Terus teteh tega nerima perjodohan sama dia?" lirih Riska sambil menggenggam sebelah tangan kakaknya.*Kabogoh : Pacar"Teteh juga cinta sama Kang Maman, terus kamu mau apa?!" Santi menghempaskan tangan adiknya yang kemudian berjongkok sesenggukan.Tak pernah terbayang di benak Riska, jika kakakny
"Mertua Anda saat ini sedang ditangani di ruang IGD, Pak." Sadam memberikan laporan singkat pada atasannya."Tunggu di sana! Saya akan segera menyusul ke Rumah Sakit Sayang," ucap Malik lalu memutuskan panggilan sepihak.Sadam mengumpat dalam hati. Kebiasaan bosnya saat panik selalu menelan informasi setengah-setengah. Padahal Bu Santi sudah diungsikan ke rumah sakit yang sama dengan Rina.Lelaki berperawakan jangkung dengan kulit putih itu segera menyusul Malik sebelum bosnya lebih dulu pergi. Ia berlari tergesa menuju parkiran. Benar saja lelaki yang dicarinya sudah menaiki mobil dan menyetir dengan tergesa.Sadam memijat pelipis yang terasa pusing. Tanpa pikir panjang, segera ia menyusul lelaki itu menuju pusat kebakaran berada.Malik memarkirkan mobil sembarangan, lalu bergegas keluar hendak menemui mertuanya yang tengah kritis. Namun bukannya menemukan Bu Santi, ia malah bertemu Zain."Di mana Rima?"
Malik diam membisu. Keputusan meninggalkan Elrima bukanlah sesuatu yang mudah untuk saat ini. Pasalnya perempuan itu sedang sangat membutuhkan perlindungan suami. Bukankah akan disebut dzalim, jika menceraikan Elrima di saat dia sedang dalam kesulitan seperti sekarang ini.Setidaknya Malik berpikir akan tetap mempertahankan Elrima sampai ia melakukan klarifikasi di podcast Danu Sumarno."Kenapa diem aja? Kamu nggak mau ceraikan perempuan itu?" tanya Bu Santi dengan nada tak enak di dengar. Bahkan Sadam sampai memalingkan wajah, saat melihat atasannya dibentak kasar."Sadam tolong keluar sebentar!" ucap Malik dingin.Lelaki dengan rahang tegas itu tak mampu menjanjikan apapun untuk sang mertua. Punggung tegapnya bersandar di kursi. Ia benar-benar bingung harus menjawab apa karena pasti akan serba salah."Mah, tolong fokus saja dulu sama kesehatan mamah. Masalah Malik biar saya sendiri yang tangani. Malik cuma mau mamah
Satu bulan berlalu.Rina dan Baby Al sudah pulang ke Jakarta. Mereka disambut penuh haru oleh keluarga Malik. Tentu yang disambut hanyalah Baby Al, sebab Rina sedari pertama menginjakkan kaki di keluarga itu, sudah langsung dipandang sebelah mata.Mereka memang tak pernah frontal mengganggu Rina di hadapan Malik. Hanya perempuan yang baru saja melahirkan itu yang merasa ada benteng kokoh yang terus dibangun keluarga suaminya, untuk terhindar dari orang rendahan sepertinya.Padahal Rina sangat betah di Cianjur mengurus Baby Al. Namun Malik yang bekerja bolak balik Jakarta-Cianjur tentu ingin selalu berada di sisi keluarga kecilnya."Cicit oma, MasyaAllah gantengnya mukanya mirip mamanya ini," gemas Oma Ratna yang langsung menggendong bayi mungil dari pangkuan Rina."Gimana kamu jahitan operasinya udah sembuh?" tanya Oma yang memang hanya wanita tua it