Bab 28Penuh Tanya"Nathan! Jangan dikejar!" teriak Teguh. Seketika Nathan menghentikan langkahnya dengan napas yang sudah ngos-ngosan. Teriakan Teguh cukup terdengar jelas di telinga Nathan. "Iya, Nak! Kita ke rumah Nabilla dulu saja!" teriak Razmi juga. Nathan menelan ludahnya sejenak. Mengatur napas yang masih tersengal-sengal. Memejamkan matanya sejenak, untuk mengontrol dirinya. "Benar juga kata Ayah dan Mama!" ucap Nathan dalam hati. Kemudian dia segera membalikan badannya. Dengan cepat dia mendekati mobil orang tuanya itu. Melihat keadaan anaknya seperti itu, membuat hati Razmi semakin tak karu-karuan. Begitu juga dengan Teguh. Walau hanya ayah tiri, tapi dia sangat menyayangi Nathan seperti anak sendiri. Tak ada bedanya. "Kenapa aku datang ke sini, malah seperti ini keadaannya? Ya Allah ...." ucap Razmi dalam hati. Semakin tak jelas rasa yang ia rasakan. "Tadi siapa? Teman kamu?" tanya Teguh setelah Nathan duduk di kursi semula. Nathan segera menganggukkan kepalanya pelan
Bab 29Detik Akhir"Nathan ke mana, ya? Nggak diangkat aku telpon!" tanya Razmi yang mulai khawatir dengan keadaan anaknya. Karena sudah sekian jam, dia tak melihat sosok anaknya. Bukan hanya Razmi saja yang Khawatir, tapi Teguh juga. Walau dalam keadaan penuh duka, melihat mereka khawatir dengan Nathan, cukup membuat Tamam khawatir juga. "Mungkin sudah kembali ke tempat dia menginap. Kalian tahu kan di mana tempat nginapnya kan?" tanya Tamam. Razmi menggeleng dengan cepat. Karena dia memang tak tahu. Sampai kota langsung menuju ke rumah Tamam. Begitu juga dengan Teguh, dia sendiri juga tak tahu, di mana anak-anak tirinya itu menginap. "Nggak tahu. Tadi sampai sini langsung menuju ke sini," jawab Razmi. Tamam menelan ludah sejenak. Bisa memahami bagaimana perasaan mereka. Karena yang namanya anak, tetap saja membuat kepikiran kalau tak lagi bersama. "Sabar, Dek! Mereka sudah besar. Yakin bisa jaga diri mereka sendiri! Jangan terlalu dipikirkan!" ucap Teguh untuk menenangkan hati
Bab 30ENDING"Nathan, kamu dari mana saja?" tanya Razmi saat melihat anaknya. Nathan memutuskan untuk kembali ke rumah Nabilla, bersama dengan Zahira."Maaf, Ma!" Hanya kata maaf yang bisa Nathan lontarkan. Karena dia bisa menilai kalau mamanya itu memang sangat cemas akan Keadaannya."Loh, dia kan perempuan yang minta tolong kita tadi bukan?" tanya Teguh dengan menunjuk ke arah Zahira. Nathan segera menganggukkan kepalanya. Zahira hanya bisa nyengir nggak jelas."Iya, Yah. Senagaja Nathan mencari dia. Karena ... dia ... emm ... saksi atas kematian Nabilla," jawab Nathan terbata-bata. Seketika Teguh dan Razmi terkejut mendengarnya. Tercengang dengan mata membulat dan bibir menganga. Tak percaya begitu saja, dengan apa yang mereka dengar."Hah? Kamu serius?" tanya Teguh untuk lebih memastikan apa yang dia dengar. Nada suara syok terlontar dengan jelas."Iya, kamu serius?" tanya Razmi juga. Nathan menganggukkan kepalanya cepat dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.Area mata Nathan su
Bab 1Kehidupan lanjutan"Kenapa Nando tak angkat telpon aku, ya? Semakin ke sini dia nampaknya semakin menjauh dariku? Kenapa, ya? Apa aku ada salah sama dia?" ucap Nabilla ngomong sendiri. Semakin tak enak dengan keadaan yang ia rasakan.Dia ada di kamar sekarang. Memainkan gawainya. Ingin menelpon teman dekatnya. Nando. Tapi entah sudah berapa kali dia telpon, tak ada tanggapan. Bahkan sudah Nabilla chat juga, tak ada balasan.Nabilla hanya ingin sedikit bercerita saja. Tapi telponnya itu memang tak ada tanggapan. Cukup membuatnya semakin menjadi tidak nyaman.Nabilla menarik napasnya panjang. Karena merasa dijauhi, cukup membuat hatinya sesak dan tak nyaman. Berkali-kali dia membuang napasnya, berharap rasa sesak dan tak enak itu, bisa berubah menjadi tenang. "Aku salah apa ya, sama Nando? Perasaan aku nggak punya salah!" Nabilla tetap ngomong sendiri. Ia memejamkan matanya sejenak. Kemudian meletakkan gawainya itu di sebelahnya. Masih dengan perasaan yang penuh dengan tanda tany
Bab 2Sebuah Rencana"Kamu itu nggak bisa bohong sama Ayah," ucap Nathan. Dia merasa anak gadisnya berbeda. Tentu saja Nabilla langsung menatap ke arah ayahnya itu. Saat anaknya menatap tajam serta itu, Nathan pun membalasnya dengan senyum khas seorang ayah."Maksud Ayah apa?" tanya Nabilla. Nathan memainkan ekspresinya. Ekspresi khas seorang ayah yang sangat mencintai anaknya. Cukup membuat tenang siapa pun yang melihatnya."Kamu dari tadi banyak diamnya. Nggak seperti biasanya. Kenapa?" jelas dan tanya balik Nathan. Nabilla memainkan bibirnya sejenak. Menggigit bibir bawahnya. "Masa' iya aku mau cerita kalau Nando tak mau angkat telpon dariku? Nggak mungkin banget kan?" gumam Nabilla dalam hati. "Perasaan ayah saja itu, Nabilla baik-baik saja!" balas Nabilla. Nathan sedikit mencebikan mulutnya. Kemudian menggelengkan kepalanya. Pertanda dia tak percaya begitu saja, dengan apa yang anaknya katakan. "Nggak. Ayah yakin ini tidak karena perasaan ayah, tapi kamu memang lagi ada masal
Bab 3Rasa Bersalah"Cepat jalan! Aku tak mau membuat dia terlalu lama menunggu!" pinta mamanya Nando. Sebelum melajukan mobilnya lagi, dia meminta sopirnya untuk berhenti di salah satu rumah makan. Ingin membelikan makanan kesukaan lelaki yang akan dia jumpai.Perempuan yang suka memakai high heels itu, memang selalu begitu. Jika berjumpa dengan seseorang, apa lagi pernah yang sendang mencuri perhatiannya, selalu dia bawakan sesuatu jika hendak bertemu. "Siap, Bu!" balas sopir itu. Tanpa berlama-lama lagi, mobil itu segera melaju. Tanpa mereka merasa curiga, jika ada yang membuntuti dari jauh."Semoga dia belum makan. Tak mungkin aku bertanya, pokoknya aku belikan saja!" gumam mamanya Nando dalam hati. Matanya fokus menuju ke jalanan. Hatinya selalu berdegup kencang tak menentu, jika ingin bertemu dengan laki-laki itu. Layaknya Buper ke dua, perempuan berparas menor itu, terus menata hatinya untuk menyiapkan mental bertemu dengan lelaki itu. Agar tak terlihat canggung. Ya, selain
Bab 4Nabilla dan Nando"Ada apa Nabilla?" tanya Nathan yang dengan cepat kilat menginjak rem mobilnya. Nabilla masih fokus menatap ke suatu arah. Matanya itu terlihat menyipit, pertanda dia sedang memastikan sesuatu. Karena penasaran Nathan ikut menoleh ke arah anaknya itu memandang.Nathan melipat kening sejenak. Dia melihat seorang laki-laki yang sedang duduk diatas motor. Ikut menyipitkan pandangan, memastikan siapa yang ia lihat."Dia bukannya teman sekolah kamu?" tanya Nathan. Nabilla belum menjawab. Matanya masih menatap sesuatu yang cukup mencuri perhatiannya. Ada rasa penasaran yang menyelinap begitu saja. "Eh, kakak kelas kamu bukan?" tanya Nathan lagi, karena Nabilla memang masih diam. "Iya, Yah. Dia namanya Nando. Ngapain dia ada di sini, ya, Yah? Nabilla jadi penasaran," jawab dan tanya balik Nabilla. Nathan sedikit mengangkat bahunya. Pertanda dia memang tak tau. Nabilla tahu kalau ayahnya tak akan bisa menjawab pertanyaannya, tapi memang dia ingin ngomong saja. Lebi
Bab 5Ada apa?"Nabilla dan Nando nampaknya dekat sekali!" gumam Nathan ngomong sendiri. Dia memantau anak gadisnya itu dari mobil. Nathan memang memberikan kepercayaan kepada Nabilla. Dia tak memberikan batasan, mau dengan siapa saja dia berteman. Memberikan kepercayaan penuh, karena Nathan sangat percaya dengan anaknya itu. "Nando nampaknya juga anak yang baik. Nampaknya mereka lebih dari teman," ucap Nathan lagi. Menerka-nerka sesuai dengan apa yang ia lihat. Meneka-nerka dengan apa yang ia nilai. Saat dirinya melihat kedekatan anaknya dengan Nando, bayangan dirinya dengan Nabilla terlintas begitu saja. Cukup membuat sesak hatinya. Rasa rindu datang begitu saja dan itu sangat sakit sekali. Ya, rindu dengan orang yang telah tiada itu sangatlah sakit. Tak bisa melupakan rasa rindu. Yang ada hanya rasa memendam rindu. Rindu yang tak bisa terbalaskan dengan apa pun. Hanya doa dan kenangan. Ya, walau sudah sangat lama sekali Nabilla pergi, dia masih merasakan sesak jika mengingatny