Bab 2Sebuah Rencana"Kamu itu nggak bisa bohong sama Ayah," ucap Nathan. Dia merasa anak gadisnya berbeda. Tentu saja Nabilla langsung menatap ke arah ayahnya itu. Saat anaknya menatap tajam serta itu, Nathan pun membalasnya dengan senyum khas seorang ayah."Maksud Ayah apa?" tanya Nabilla. Nathan memainkan ekspresinya. Ekspresi khas seorang ayah yang sangat mencintai anaknya. Cukup membuat tenang siapa pun yang melihatnya."Kamu dari tadi banyak diamnya. Nggak seperti biasanya. Kenapa?" jelas dan tanya balik Nathan. Nabilla memainkan bibirnya sejenak. Menggigit bibir bawahnya. "Masa' iya aku mau cerita kalau Nando tak mau angkat telpon dariku? Nggak mungkin banget kan?" gumam Nabilla dalam hati. "Perasaan ayah saja itu, Nabilla baik-baik saja!" balas Nabilla. Nathan sedikit mencebikan mulutnya. Kemudian menggelengkan kepalanya. Pertanda dia tak percaya begitu saja, dengan apa yang anaknya katakan. "Nggak. Ayah yakin ini tidak karena perasaan ayah, tapi kamu memang lagi ada masal
Bab 3Rasa Bersalah"Cepat jalan! Aku tak mau membuat dia terlalu lama menunggu!" pinta mamanya Nando. Sebelum melajukan mobilnya lagi, dia meminta sopirnya untuk berhenti di salah satu rumah makan. Ingin membelikan makanan kesukaan lelaki yang akan dia jumpai.Perempuan yang suka memakai high heels itu, memang selalu begitu. Jika berjumpa dengan seseorang, apa lagi pernah yang sendang mencuri perhatiannya, selalu dia bawakan sesuatu jika hendak bertemu. "Siap, Bu!" balas sopir itu. Tanpa berlama-lama lagi, mobil itu segera melaju. Tanpa mereka merasa curiga, jika ada yang membuntuti dari jauh."Semoga dia belum makan. Tak mungkin aku bertanya, pokoknya aku belikan saja!" gumam mamanya Nando dalam hati. Matanya fokus menuju ke jalanan. Hatinya selalu berdegup kencang tak menentu, jika ingin bertemu dengan laki-laki itu. Layaknya Buper ke dua, perempuan berparas menor itu, terus menata hatinya untuk menyiapkan mental bertemu dengan lelaki itu. Agar tak terlihat canggung. Ya, selain
Bab 4Nabilla dan Nando"Ada apa Nabilla?" tanya Nathan yang dengan cepat kilat menginjak rem mobilnya. Nabilla masih fokus menatap ke suatu arah. Matanya itu terlihat menyipit, pertanda dia sedang memastikan sesuatu. Karena penasaran Nathan ikut menoleh ke arah anaknya itu memandang.Nathan melipat kening sejenak. Dia melihat seorang laki-laki yang sedang duduk diatas motor. Ikut menyipitkan pandangan, memastikan siapa yang ia lihat."Dia bukannya teman sekolah kamu?" tanya Nathan. Nabilla belum menjawab. Matanya masih menatap sesuatu yang cukup mencuri perhatiannya. Ada rasa penasaran yang menyelinap begitu saja. "Eh, kakak kelas kamu bukan?" tanya Nathan lagi, karena Nabilla memang masih diam. "Iya, Yah. Dia namanya Nando. Ngapain dia ada di sini, ya, Yah? Nabilla jadi penasaran," jawab dan tanya balik Nabilla. Nathan sedikit mengangkat bahunya. Pertanda dia memang tak tau. Nabilla tahu kalau ayahnya tak akan bisa menjawab pertanyaannya, tapi memang dia ingin ngomong saja. Lebi
Bab 5Ada apa?"Nabilla dan Nando nampaknya dekat sekali!" gumam Nathan ngomong sendiri. Dia memantau anak gadisnya itu dari mobil. Nathan memang memberikan kepercayaan kepada Nabilla. Dia tak memberikan batasan, mau dengan siapa saja dia berteman. Memberikan kepercayaan penuh, karena Nathan sangat percaya dengan anaknya itu. "Nando nampaknya juga anak yang baik. Nampaknya mereka lebih dari teman," ucap Nathan lagi. Menerka-nerka sesuai dengan apa yang ia lihat. Meneka-nerka dengan apa yang ia nilai. Saat dirinya melihat kedekatan anaknya dengan Nando, bayangan dirinya dengan Nabilla terlintas begitu saja. Cukup membuat sesak hatinya. Rasa rindu datang begitu saja dan itu sangat sakit sekali. Ya, rindu dengan orang yang telah tiada itu sangatlah sakit. Tak bisa melupakan rasa rindu. Yang ada hanya rasa memendam rindu. Rindu yang tak bisa terbalaskan dengan apa pun. Hanya doa dan kenangan. Ya, walau sudah sangat lama sekali Nabilla pergi, dia masih merasakan sesak jika mengingatny
Bab 6Kilas Luka"Setega itu dia sama anak kecil, ngeri juga dia. Ok, jadi semakin tahu dan semakin mengerti, langkah apa yang akan aku ambil," gumam lelaki yang sedang dekat dengan mamanya Nando. Lelaki itu memang masih memantau dari jauh. Tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Walau dia tak begitu jelas dengan apa yang ia dengar, tapi dia bisa menilai dari ekspresi mereka. Gadis yang sedang dekat dengan Nando terlihat pucat. Terlihat takut. Sedangkan ekspresi mamanya Nando, sangat nampak tak suka, sangat nampak sinis. Seperti itulah pandangan dari lelaki itu. Lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Tapi dia tahu betul dan semakin tahu, bagaimana karakter perempuan yang sedang dekat dengannya itu."Kasihan juga Nando. Nampaknya dia sangat menyukai gadis itu. Wajar jika Nando suka, gadis itu memang natural sekali cantiknya. Keturunan Anton memang tak ada lawan, tak ada obat," gumam lelaki itu lagi, ngomong sendiri. Saat Nabilla berlari menghampiri ayahnya, itu juga
Bab 7Semakin Kacau"Kenapa mamanya Nando begitu membenciku? Apa salahku?" tanya Nabilla. Dia masih sesenggukan. Hatinya masih sakit. Air mata tak bisa ia benduh lagi. Terus bergulir tanpa ia minta. Nabilla masih di dalam mobil. Dia menoleh ke arah ayahnya. Nathan lagi melangkah mendekati mamanya Nando. Tak begitu ia hiraukan. Karena dia masih terus menata hatinya yang terluka. Terluka karena ucapan sadis perempuan yang bergelar Mama. Mama dari laki-laki yang sedang dekat dengannya. Nabilla tak mencegah dan juga tak meminta. Dia membiarkan ayahnya mendekat ke perempuan yang telah menggores hatinya itu. "Biarlah, mungkin ayah tak terima aku diperlakukan seperti ini," gumam Nabilla. Entah sudah berapa kali dia mengusap pipinya. Mengelap pipinya yang basah dengan air mata. "Nando, apakah kamu telah menjelek-jelekan aku di depan mamamu? Hingga mamamu segitunya membenciku? Apa salah aku sama kamu?" ucap Nabilla dalam hati. Dia hanya bisa menerka-nerka saja. Nabilla menarik napasnya ku
Bab 8Kemelut HatiNabilla memandang ke arah ayahnya. Dia melihat, ayahnya sedang melangkah menuju ke arah mobil. Raut wajahnya lelaki paruh baya itu terlihat pucat. Bahkan terlihat tertekan."Ayah wajahnya sampai pucat gitu. Pasti dia adu mulut sama mamanya Nando. Kasihan Ayah, ini semua gara-gara aku," ucap Nabilla dalam hati. Tak tega melihat ayahnya seperti itu.Setelah dekat, Nathan membuka pintu mobilnya. Kemudian dia segera masuk ke dalam mobil itu. Semakin dekat dengan Nabilla, Nabilla semakin bisa merasakan, kalau ayahnya itu memang tidak baik-baik saja."Kita pulang, ya?" tanya Nathan kepada anak gadisnya. Nada suaranya terdengar berat. Nabilla menganggukkan kepalanya pelan. Tanpa tanya kedua kalinya, Nathan segera menghidupkan mesin mobil itu."Ayah baik-baik saja?" tanya Nabilla memastikan. Sekarang dia sudah tak menangis lagi. Hanya saja matanya itu masih meninggalkan bengap dan memerah. Area matanya juga terlihat menghitam. Pertanda dia benar-benar sangat larut dalam tan
Bab 9Membuat Janji"Ayah antar kamu sekolah, ya?" tanya Nathan. Nabilla melipat keningnya. Karena tak seperti biasanya. Kalau dulu, waktu dia masih SD, memang antar jemput sekolah setiap hari. Tapi, semenjak masuk SMP, dia sudah berangkat sendiri. Makanya saat di tanya seperti itu, Nabilla refleks mengerutkan keningnya. Karena memang tak seperti biasanya. "Tumben, Yah?" tanya balik Nabilla. Nathan mengulas senyum. Senyum khas seorang ayah yang sangat sayang dan perhatian kepada anaknya. Nabilla sangat merasakan itu. "Nggak apa-apa, pengen aja. Kan udah lama banget nggak antar kamu sekolah. Boleh, kan?" jelas dan tanya balik Nathan. Gantian Nabilla yang mengulas senyum. "Tentu boleh dong, Yah. Nabilla sih senang-senang aja diantar Ayah ke sekolah setiap hari," jawab Nabilla. Nathan melempar senyum mendengarnya. Mereka sungguh sweet sekali. "Mau ayah antar sekolah setiap hari? Nggak malu?" tanya balik Nathan. Nabilla sedikit mencebikan mulutnya. "Malu? Kenapa harus malu? Yang ada