Bab 3Rasa Bersalah"Cepat jalan! Aku tak mau membuat dia terlalu lama menunggu!" pinta mamanya Nando. Sebelum melajukan mobilnya lagi, dia meminta sopirnya untuk berhenti di salah satu rumah makan. Ingin membelikan makanan kesukaan lelaki yang akan dia jumpai.Perempuan yang suka memakai high heels itu, memang selalu begitu. Jika berjumpa dengan seseorang, apa lagi pernah yang sendang mencuri perhatiannya, selalu dia bawakan sesuatu jika hendak bertemu. "Siap, Bu!" balas sopir itu. Tanpa berlama-lama lagi, mobil itu segera melaju. Tanpa mereka merasa curiga, jika ada yang membuntuti dari jauh."Semoga dia belum makan. Tak mungkin aku bertanya, pokoknya aku belikan saja!" gumam mamanya Nando dalam hati. Matanya fokus menuju ke jalanan. Hatinya selalu berdegup kencang tak menentu, jika ingin bertemu dengan laki-laki itu. Layaknya Buper ke dua, perempuan berparas menor itu, terus menata hatinya untuk menyiapkan mental bertemu dengan lelaki itu. Agar tak terlihat canggung. Ya, selain
Bab 4Nabilla dan Nando"Ada apa Nabilla?" tanya Nathan yang dengan cepat kilat menginjak rem mobilnya. Nabilla masih fokus menatap ke suatu arah. Matanya itu terlihat menyipit, pertanda dia sedang memastikan sesuatu. Karena penasaran Nathan ikut menoleh ke arah anaknya itu memandang.Nathan melipat kening sejenak. Dia melihat seorang laki-laki yang sedang duduk diatas motor. Ikut menyipitkan pandangan, memastikan siapa yang ia lihat."Dia bukannya teman sekolah kamu?" tanya Nathan. Nabilla belum menjawab. Matanya masih menatap sesuatu yang cukup mencuri perhatiannya. Ada rasa penasaran yang menyelinap begitu saja. "Eh, kakak kelas kamu bukan?" tanya Nathan lagi, karena Nabilla memang masih diam. "Iya, Yah. Dia namanya Nando. Ngapain dia ada di sini, ya, Yah? Nabilla jadi penasaran," jawab dan tanya balik Nabilla. Nathan sedikit mengangkat bahunya. Pertanda dia memang tak tau. Nabilla tahu kalau ayahnya tak akan bisa menjawab pertanyaannya, tapi memang dia ingin ngomong saja. Lebi
Bab 5Ada apa?"Nabilla dan Nando nampaknya dekat sekali!" gumam Nathan ngomong sendiri. Dia memantau anak gadisnya itu dari mobil. Nathan memang memberikan kepercayaan kepada Nabilla. Dia tak memberikan batasan, mau dengan siapa saja dia berteman. Memberikan kepercayaan penuh, karena Nathan sangat percaya dengan anaknya itu. "Nando nampaknya juga anak yang baik. Nampaknya mereka lebih dari teman," ucap Nathan lagi. Menerka-nerka sesuai dengan apa yang ia lihat. Meneka-nerka dengan apa yang ia nilai. Saat dirinya melihat kedekatan anaknya dengan Nando, bayangan dirinya dengan Nabilla terlintas begitu saja. Cukup membuat sesak hatinya. Rasa rindu datang begitu saja dan itu sangat sakit sekali. Ya, rindu dengan orang yang telah tiada itu sangatlah sakit. Tak bisa melupakan rasa rindu. Yang ada hanya rasa memendam rindu. Rindu yang tak bisa terbalaskan dengan apa pun. Hanya doa dan kenangan. Ya, walau sudah sangat lama sekali Nabilla pergi, dia masih merasakan sesak jika mengingatny
Bab 6Kilas Luka"Setega itu dia sama anak kecil, ngeri juga dia. Ok, jadi semakin tahu dan semakin mengerti, langkah apa yang akan aku ambil," gumam lelaki yang sedang dekat dengan mamanya Nando. Lelaki itu memang masih memantau dari jauh. Tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Walau dia tak begitu jelas dengan apa yang ia dengar, tapi dia bisa menilai dari ekspresi mereka. Gadis yang sedang dekat dengan Nando terlihat pucat. Terlihat takut. Sedangkan ekspresi mamanya Nando, sangat nampak tak suka, sangat nampak sinis. Seperti itulah pandangan dari lelaki itu. Lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Tapi dia tahu betul dan semakin tahu, bagaimana karakter perempuan yang sedang dekat dengannya itu."Kasihan juga Nando. Nampaknya dia sangat menyukai gadis itu. Wajar jika Nando suka, gadis itu memang natural sekali cantiknya. Keturunan Anton memang tak ada lawan, tak ada obat," gumam lelaki itu lagi, ngomong sendiri. Saat Nabilla berlari menghampiri ayahnya, itu juga
Bab 7Semakin Kacau"Kenapa mamanya Nando begitu membenciku? Apa salahku?" tanya Nabilla. Dia masih sesenggukan. Hatinya masih sakit. Air mata tak bisa ia benduh lagi. Terus bergulir tanpa ia minta. Nabilla masih di dalam mobil. Dia menoleh ke arah ayahnya. Nathan lagi melangkah mendekati mamanya Nando. Tak begitu ia hiraukan. Karena dia masih terus menata hatinya yang terluka. Terluka karena ucapan sadis perempuan yang bergelar Mama. Mama dari laki-laki yang sedang dekat dengannya. Nabilla tak mencegah dan juga tak meminta. Dia membiarkan ayahnya mendekat ke perempuan yang telah menggores hatinya itu. "Biarlah, mungkin ayah tak terima aku diperlakukan seperti ini," gumam Nabilla. Entah sudah berapa kali dia mengusap pipinya. Mengelap pipinya yang basah dengan air mata. "Nando, apakah kamu telah menjelek-jelekan aku di depan mamamu? Hingga mamamu segitunya membenciku? Apa salah aku sama kamu?" ucap Nabilla dalam hati. Dia hanya bisa menerka-nerka saja. Nabilla menarik napasnya ku
Bab 8Kemelut HatiNabilla memandang ke arah ayahnya. Dia melihat, ayahnya sedang melangkah menuju ke arah mobil. Raut wajahnya lelaki paruh baya itu terlihat pucat. Bahkan terlihat tertekan."Ayah wajahnya sampai pucat gitu. Pasti dia adu mulut sama mamanya Nando. Kasihan Ayah, ini semua gara-gara aku," ucap Nabilla dalam hati. Tak tega melihat ayahnya seperti itu.Setelah dekat, Nathan membuka pintu mobilnya. Kemudian dia segera masuk ke dalam mobil itu. Semakin dekat dengan Nabilla, Nabilla semakin bisa merasakan, kalau ayahnya itu memang tidak baik-baik saja."Kita pulang, ya?" tanya Nathan kepada anak gadisnya. Nada suaranya terdengar berat. Nabilla menganggukkan kepalanya pelan. Tanpa tanya kedua kalinya, Nathan segera menghidupkan mesin mobil itu."Ayah baik-baik saja?" tanya Nabilla memastikan. Sekarang dia sudah tak menangis lagi. Hanya saja matanya itu masih meninggalkan bengap dan memerah. Area matanya juga terlihat menghitam. Pertanda dia benar-benar sangat larut dalam tan
Bab 9Membuat Janji"Ayah antar kamu sekolah, ya?" tanya Nathan. Nabilla melipat keningnya. Karena tak seperti biasanya. Kalau dulu, waktu dia masih SD, memang antar jemput sekolah setiap hari. Tapi, semenjak masuk SMP, dia sudah berangkat sendiri. Makanya saat di tanya seperti itu, Nabilla refleks mengerutkan keningnya. Karena memang tak seperti biasanya. "Tumben, Yah?" tanya balik Nabilla. Nathan mengulas senyum. Senyum khas seorang ayah yang sangat sayang dan perhatian kepada anaknya. Nabilla sangat merasakan itu. "Nggak apa-apa, pengen aja. Kan udah lama banget nggak antar kamu sekolah. Boleh, kan?" jelas dan tanya balik Nathan. Gantian Nabilla yang mengulas senyum. "Tentu boleh dong, Yah. Nabilla sih senang-senang aja diantar Ayah ke sekolah setiap hari," jawab Nabilla. Nathan melempar senyum mendengarnya. Mereka sungguh sweet sekali. "Mau ayah antar sekolah setiap hari? Nggak malu?" tanya balik Nathan. Nabilla sedikit mencebikan mulutnya. "Malu? Kenapa harus malu? Yang ada
Bab 10Kilas Masa Lalu"Hai," sapa Nando kepada Nabilla. Sekarang jam istirahat. Mereka ada di kantin sekolah sekarang. Nabilla tak menanggapi. Memilih diam karena masih ingat dengan kejadian kemarin. Rasa sakit atas perlakuan mamanya Nando itu, masih ia rasakan. "Hapenya udah aku bawa kok, nanti pulang sekolah bisa kamu bawa pulang, bisa kamu periksa, foto mana yang ingin kamu tanyakan," ucap Nando lagi. Karena Nabilla memang masih diam. Tak merespon, cukup membuat Nathan semakin tak enak hati. Nabilla menganggukkan kepalanya. Belum ada niat untuk menanggapi. Cukup membuat Nando nyengir bingung, hingga dia sedikit mengacak rambutnya, untuk menghilangkan rasa canggung."Yaudah, cuma mau bilang itu, kok," ucap Nando lagi. Dia semakin bingung, karena Nabilla hanya diam saja. "Iya," balas Nabilla singkat. Hanya itu kata yang terlontar. Tapi, cukup membuat Nando sedikit lega. "Yaudah, aku ke sana dulu," pamit Nando asal menunjuk. Nabilla menganggukkan kepalanya, tanpa menoleh ke arah
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me