Eloisa membuka matanya perlahan saat kesadarannya kembali dan dia merasa kepalanya sangat berat. Perlahan dia berusaha untuk duduk dan saat memperhatikan sekitarnya, dia baru menyadari kalau dia bukan berada di kamarnya.
Alisnya berkerut karena dia tidak mengenali tempatnya berada sekarang. Mengapa dia terbangun di tempat asing seperti ini? Dia berada di sebuah kamar yang cukup luas dan terlihat bersih, dan sekarang dia duduk di sebuah ranjang besar.
Walau tempat ini terlihat bagus, dia mulai ketakutan, karena dia tidak ingat mengapa dia bisa berada disini?. Dia mencoba untuk memikirkan penyebab dia berada di ruangan ini, tapi bukannya ingat, kepalanya malah semakin sakit.
Dia mendengar suara kunci pintu dibuka dan dia semakin ketakutan, dia memundurkan dirinya hingga punggungnya menempel pada dipan ranjang.
“Kau sudah sadar?” tanya pria yang masuk.
“Da-Darren?” tanya Eloisa saat mengenali pria tampan itu. Dia menghembuskan nafas lega saat melihat orang yang dikenalnya. Namun wajahnya kembali pucat saat ingatannya kembali setelah dia melihat pria itu.
“Ka-kau membiusku?!” tuduh Eloisa. Saat itu, dia baru selesai mengajar dan dia bergegas menuju mobilnya yang berada di parkiran kampus. Dia mempercepat langkahnya karena sekarang sudah jam tujuh malam dan tempat parkir sudah sepi. Saat akan masuk ke dalam mobilnya, dia melihat Darren yang menunggunya di sebelah mobilnya. Dia belum sempat bertanya apapun karena Darren langsung membekap wajahnya dengan sapu tangan, dan setelahnya dia tidak ingat apa-apa lagi.
“Maaf, Eloisa. Aku tidak bisa membiarkanmu menikah dengan Kak Darius,” kata Darren dengan wajah sendu.
“Apa maksudmu?” tanya Eloisa panik, dua hari lagi adalah hari pernikahannya. Eh, mungkin tidak sampai dua hari kalau sekarang sudah berganti hari. Dia tidak tahu sekarang dia ada dimana? Jam berapa? Apakah hari sudah berganti?
“Kau boleh menikah dengan pria lain, siapa saja, asal bukan Kakakku,” kata Darren sambil berjalan mendekati Eloisa.
“Apa kau gila?! Aku akan menikah dua hari lagi, atau besok kalau sekarang sudah hari sabtu. Jangan macam-macam, Darren, kau bisa mempermalukan keluargamu sendiri dengan menculikku seperti ini!” kata Eloisa panik. Dia turun dari ranjang, dia berniat keluar dari tempat ini dan kembali ke rumahnya. Jika ini sudah berganti hari, orang tuanya pasti sudah sangat panik dan mencarinya kemana-mana, dia tidak pernah tidak pulang tanpa mengabari mereka.
Tubuhnya limbung dan dia hampir jatuh jika Darren tidak menangkap tubuhnya, sepertinya tubuhnya masih lemas karena pengaruh obat bius.
“Aku sudah meninggalkan surat untuk orang tuaku. Aku minta mereka tidak mencari kita karena kita kawin lari,” kata Darren yang membuat Eloisa terbelalak.
“Kau gila! Aku mau pulang. Aku akan menikah dengan Darius, bukan denganmu!” Eloisa semakin panik saat mendengar perkataan Darren. Dia terus berontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu.
“Jika kau tidak mau menikah denganku, maka menikahlah dengan pria lain, asal bukan dengan Kakakku!” kata Darren sambil memeluk erat Eloisa. Tidak bisa, dia tidak bisa membiarkan Eloisa menikah dengan Kakaknya. Dia sudah hampir gila karena membayangkan Eloisa akan menjadi milik Kakaknya, dan dia akan benar-benar gila jika mengijinkan pernikahan itu terjadi.
“Tidak begini, Darren. Tidak bisa seperti ini. Aku sudah berjanji akan menikah dengan Darius dan karenanya aku akan menikah dengannya.” kata Eloisa. Walau suaranya tegas, namun air matanya jatuh, air matanya tidak mau mendengarkan perintah otaknya untuk berhenti, malah turun semakin deras.
“Kakakku tidak akan menikahimu jika aku sudah memilikimu,” kata Darren yang membuat tubuh Eloisa kaku.
“Tidak. Kau tidak akan melakukan itu!” Eloisa terbelalak dan ketakutan saat menyadari maksud perkataan Darren. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari Darren. Namun tenaganya terlalu kecil karena tubuhnya masih lemas, bahkan jika tidakpun, dia tidak akan mampu melawan Darren yang memiliki keterampilan beladiri.
“Aku tahu kau mencintaiku, Eloisa. Dengan aku memilikimu sekarang, kita akan bisa bersama selamanya,” bisik Darren sambil mendorong tubuh Eloisa ke ranjang.
“Tidak, Darren! Berhenti!” teriak Eloisa histeris saat Darren berusaha membuka pakaiannya, namun pria itu seperti tuli dan malah menyentak paksa kemeja yang dia gunakan hingga kancing-kancingnya lepas.
“Aku mencintaimu, Eloisa,” kata Darren seakan pernyataan cintanya bisa membuat Eloisa melunak dan menerima dirinya.
“Jangan … hiks … kumohon …, Darren … jangan, jangan hancurkan aku,” pinta Eloisa mengiba dengan tatapan penuh ketakutan.
Tangan Darren berhenti saat merasakan tubuh Eloisa yang gemetar. Sekarang tangannya juga ikut gemetar, dia tidak bisa melakukannya, dia tidak bisa menyakiti wanita yang begitu dia cintai sepenuh hatinya, wanita yang telah dia jaga dan lindungi selama ini.
“Sialan!” maki Darren sambil memukul ranjang. Dia lalu turun dari ranjang dan bergegas keluar dari ruangan itu sebelum dia kehilangan akal lagi dan memperkosa Eloisa.
****
Tiga bulan sebelumnya..Eloisa sedang berdiri di rooftop universitas tempatnya mengajar, kedua sikunya diletakan di pagar pembatas dan jemarinya menopang dagunya. Padangannya mengarah ke arakan awan di atas sana, kacamatanya dia letakan di saku kemejanya dan sepatunya sudah dia lepaskan agar dia bisa merasa lebih rileks. Pikirannya dipenuhi pembicaraannya dengan kedua orang tuanya tadi malam. Mereka berencana menjodohkan dirinya dengan seorang dosen yang juga mengajar di kampusnya ini.Usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh mungkin memang membuat kedua orang tuanya khawatir. Dia tidak pernah membawa seorangpun pria ke rumahnya semenjak putus dari pacar brengseknya lima tahun lalu. Sebenarnya, hal itu dikarenakan dirinya sendiri yang menjaga jarak dari para pria. Dia sudah tidak percaya lagi dengan sikap manis dan rayuan mereka. Itu semua hanya karena ada mereka inginkan. Setelah mereka mendapatkannya apa yang mereka mau, maka mereka akan membuangmu begitu saja!Tiba-tiba sepasan
“Aduh, kenapa lukanya tidak mau berhenti?!” Eloisa semakin panik. Sekarang sapu tangannya sudah penuh darah.“Ku- kurasa kita perlu pergi ke klinik. Takutnya lukanya infeksi,” kata Eloisa lagi saat melepas saputangannya dari pipi Darren, darah segar kembali mengucur. “Aduh, saya sudah tidak ada saputangan lagi!” dia terus mengoceh sendiri, tidak menyadari kalau pria di depannya belum bergerak atau bicara sepatah katapun. Mendengar Eloisa mencari sapu tangan, otomatis tangan Darren mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan memberikannya pada wanita itu. Eloisa langsung mengambil sapu tangan itu dan menekan kembali luka yang sudah kembali mengeluarkan darah lagi. Dia langsung menyuruh Darren menekan sapu tangan itu ke pipinya dan menarik lengan pria itu yang satunya untuk mengikutinya turun dari rooftop menuju klinik kampus. Kedua orang itu tidak memperhatikan kalau ada orang lain yang bersembunyi di belakang pintu menuju rooftop, yang memang menunggu mereka turun dari roofto
“Lukanya jangan sampai terkena air karena nanti bisa infeksi. Plester harus diganti dua kali sehari sehabis mandi. Nanti akan saya berikan resep salep luka dan obat anti nyeri , karena kadang akan timbul nyeri. Jika membengkak atau demam, segera kembali ke rumah sakit.” kata Dokter Albert.“Bagaimana saya mencuci muka kalau lukanya tidak boleh terkena air?” tanya Darren.“Plesternya tahan air. Jadi setelah mandi, plesternya dibuka dan lukanya diberi salep, lalu tutup lagi dengan plester baru.” jawab Dokter Albert.“Apakah lukanya akan meninggalkan bekas, Dok?” tanya Darren lagi. Biar bagaimanapun wajahnya adalah aset untuk pekerjaannya sekarang.“Hm, luka di bagian sini agak dalam. Kemungkinan nanti akan meninggalkan garis putih. Tapi karena kamu pria, kurasa tidak masalah dengan sedikit bekas luka,” kata Dokter Albert sambil menunjuk bagian pipi dekat rahang. Eloisa memucat mendengar perkataan Dokter Albert. Bagaimana ini kalau memang luka itu berbekas? Sedangkan mahasiswanya ini be
Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa. Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menat
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
Saat berangkat dari rumah ke kampus, Eloisa menerima panggilan telepon dari Rosaline. Wajahnya seketika memucat saat mendengar perkataan Rosaline. Rasa bersalah dan tidak nyaman seketika menyergapnya. Rosaline yang tidak menyadari perubahan Eloisa terus saja berbicara untuk menyampaikan maksudnya tentang persiapan pernikahan Darius dan Eloisa.“Jadi semua sudah beres, tinggal kau cari waktu dengan Darius untuk mencoba gaun pengantin,”“Ba-baiklah, Tante. Nanti Eloisa akan mendiskusikannya dengan Pak Darius,” jawab Eloisa terbata.“Pernikahan kalian tidak sampai satu bulan lagi, kau sudah harus memanggilnya dengan lebih akrab, panggil saja dia, Darius, kau juga sudah harus memanggilku, Mama, seperti Darius memanggilku,” terdengar tawa mengalun di seberang telepon, namun tawa itu malah membuat Eloisa semakin gelisah.“Baik, Tan, ehm, Mama,” jawab Eloisa mengoreksi panggilannya. Mulutnya terasa asam saat mengatakan hal itu, tiba-tiba dia merasa sangat tidak siap untuk menikah.“Baiklah.
Eloisa terkejut dan langsung menarik tangannya, namun tenaganya kalah jauh jika dibandingkan dengan tenaga Viktor yang menahan tangannya.“Lepaskan tanganku!” kata Eloisa panik. Dia masih berusaha menarik tangannya dari pegangan Viktor.“Tenanglah, Eloisa. Bukankah dulu kita juga sering bergandengan tangan,” kata Viktor sambil tersenyum tidak tahu malu.Setelah tahu dirinya tidak akan berhasil untuk menarik tangannya, Eloisa berusaha untuk bangun. Dia berpikir kalau setidaknya dia akan lebih memiliki tenaga jika dalam posisi duduk. Namun yang terjadi adalah tubuhnya limbung karena kepalanya langsung pusing akibat pergerakan yang tiba-tiba.“Eloisa!” seru Viktor yang langsung melepaskan tangan Eloisa dan memeluk Eloisa untuk menangkap tubuh wanita itu.“Lepaskan aku!” seru Eloisa semakin panik sambil berusaha mendorong Viktor. Sedangkan Viktor, dia sangat senang karena akhirnya bisa memeluk Eloisa lagi, karenanya dia mendekap Eloisa dengan lebih erat, dia tidak mau sampai pelukan merek
“Dokter, tolong usahakan untuk menyelamatkan anakku juga.” kata Susan saat Dokter menyuntikkan obat anestesi dan obat bius.“Saya akan mengusahakannya. Bayi Ibu belum cukup umur dan sekarang harus segera dikeluarkan agar kami dapat menangani pendarahan di tubuh Ibu.” kata Dokter itu iba.“Dokter, jika saya juga tidak bisa diselamatkan. Bisa saya menitip pesan pada Dokter?” tanya Susan yang sudah mulai kehilangan kesadaran dan Dokter itu mengangguk. Kali ini dia benar-benar menyesal atas semua tindakannya, kalau dia masih memiliki kesempatan untuk hidup, dia akan meminta maaf pada orang-orang yang sudah disakitinya.“Saya titip pesan untuk disampaikan pada sahabat saya, namanya Eloisa Renata. Tolong katakan kalau saya sangat menyesal pada apa yang saya perbuat padanya selama ini dan saya harap dia bisa memaafkan saya,” kata Susan.“Baik, Bu. tapi sekarang Ibu harus berusaha tetap hidup agar Ibu bisa mengatakannya sendiri,” kata Dokter menyemangati dan Susan mengangguk. Dia melihat Susa
Ada yang pernah mengatakan kalau ucapan adalah sebuah doa. Susan tidak pernah menyangka kalau ucapan yang dia katakan pada Eloisa untuk membujuk agar Eloisa ikut dengannya sekarang menjadi kenyataan. Dia mengalami pendarahan parah dan harus segera melahirkan anaknya yang belum cukup waktu.Dokter mengatakan bahkan kondisinya tidak baik dan ada kemungkinan salah satu dari Ibu dan anak ini tidak akan selamat, atau mungkin keduanya. Dia langsung teringat perkataannya pada Eloisa beberapa hari yang lalu.“Selamatkan bayinya saja, Dok,” kata Viktor disaat Susan sedang terlalu terkejut untuk bisa mengatakan apapun.Seketika suasana disana menjadi hening, semua orang tidak menyangka kalau Viktor dengan mudah mengatakan hal itu. Biasanya orang akan panik dan memohon dokter untuk menyelamatkan nyawa keduanya.“Selamatkan nyawaku dulu, Dok!” pinta Susan di sela-sela kesakitannya. Air mata kesedihan mengalir di matanya saat dia harus memilih untuk menyelamatkan nyawanya terlebih dulu. Perkataan
Sedangkan Susan, dia masih berusaha sebisanya untuk mendekati Viktor, menggunakan berbagai alasan agar Viktor bisa berada di rumah, termasuk dengan mengundang kedua mertuanya datang untuk makan malam. Dia lebih rela mendengarkan omelan sang mertua daripada tidak bertemu dengan Viktor sama sekali.Mereka sedang makan malam saat seorang pelayan datang dengan panik dan memberitahu kalau ada polisi yang mencari Susan. Wajah Susan seketika pucat dan dia langsung ketakutan. Viktor dan kedua orang tuanya yang bingung, menatap pada Susan yang sudah gemetar.“A-aku … I-ini pasti ada kesalahan. Tidak mungkin polisi mencariku,” kata Susan terbata.“Aku akan ke depan,” kata Viktor. Dia melihat wajah Susan yang pucat dan tahu kalau Susan pasti membuat ulah. Tapi karena Susan masih mengandung anaknya, dia tetap harus mengurus Susan sampai wanita itu melahirkan. Tidak tahu kali ini masalah apa yang dibuat wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu?“Ja-jangan!” seru Susan cepat sambil menarik
Darren langsung mengangkat kepalanya karena pertanyaan aneh Nick itu.“Kalimat bodoh macam apa itu?” kata Darren tersinggung.“Jangan salah paham. Aku tahu kalau Tante Rosaline itu keras, tapi mulai dari cara dia mendidik kalian sejak kecil sampai sekarang, ditambah betapa kalian semua sekeluarga takut padanya, Ayahmu yang tegas itu juga takut padanya. Bahkan orang luar sepertiku saja takut jika Tante Rosaline sudah mendelik. Mengapa aku merasa Ibumu tidak seperti Ibu-Ibu lainnya?” kata Nick menjelaskan sehalus mungkin.“Ayahku tidak takut padanya, hanya sangat memanjakannya.” koreksi Darren. Dia melihat sendiri kalau sang Ibu sangat menghormati Ayahnya, Ayahnya saja yang selalu menutup mata atas apa yang dilakukan sang Ibu. Lihat saja saat dirinya memaksa untuk pergi ke Jakarta kemarinan, saat Ayahnya sudah menyetujui, Ibunya tidak memaksakan kehendaknya agar dia tetap tinggal.“Tapi kalian sangat takut padanya,” kata Nick.“Kau juga akan takut padanya jika kau jadi anaknya.” jawab D
“Darren, apakah Eloisa masih beristirahat?” Teriakan pertanyaan Rosaline memecahkan mantra cinta yang tiba-tiba menjerat mereka tadi. Darren langsung menarik tubuhnya menjauh dari daun pintu itu dan langsung berbalik.“Bu Eloisa sudah bangun, Ma. Sebentar lagi dia akan ke ruang makan,” jawab Darren tanpa berani menoleh ke belakang. Dia takut dia tidak akan bisa menahan dirinya jika dia melihat Eloisa lagi. Dia sudah sering melihat apa yang barusan dia lihat di mata Eloisa pada mata pacar-pacarnya dulu. Dia memiliki banyak pacar sebelumnya, tentu saja dia bisa membedakan perasaan dari pacar-pacarnya, ada yang hanya main-main sama seperti dia, ada yang menatapnya memuja, dan ada juga yang menatapnya penuh cinta seperti tatapan Eloisa tadi. Biasanya dia akan menjaga jarak dari pacar yang seperti ini, karena dia tidak ingin membuat mereka semakin sedih saat putus nanti. Masalahnya, bagaimana dia menanggapinya jika Eloisa yang memberikan tatapan itu padanya? Hal itu adalah hal yang sang
“Darius, cek ponsel wanita ini. Apakah dia memiliki kontak dengan pembunuh bayaran itu,” perintah Rosaline yang membuat Eloisa terbelalak. Tidak mungkin, kan, Susan yang menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya?“Baik. Aku akan mengerjakan hal itu di rumah dan akan segera memberikan hasilnya pada Mama,” jawab Darius patuh.“Istirahatlah dulu. Tante belum memberitahu orang tuamu tentang hal ini. Tante mengatakan kalau kau menginap di rumah Tante, jadi lebih baik sekarang kau menghubungi mereka agar mereka tidak khawatir. Sekarang kau hanya perlu beristirahat dan besok kau sudah bisa pulang,” kata Rosaline lembut yang sekali lagi membuat jantung Eloisa berdetak lebih cepat. Tante Rosaline benar-benar memiliki kepribadian ganda, lihat saja sekarang tatapan matanya dan cara bicaranya yang begitu lembut, padahal, kalimat sebelumnya yang dia ucapkan pada Darius adalah kalimat perintah dengan nada otoriter.“I-iya, Tante. Terima kasih,” jawab Eloisa tulus.“Baiklah. Tante sekarang pulang d
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Eloisa sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap. Tahu-tahu aku sudah jatuh ke sungai,” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa yang dipikirkan oleh keluarga calon suaminya nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan w