Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.
Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?
Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.
“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya.
“Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.
“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bibirnya.
“Jalan Kenanga nomor enam belas!” jawab Eloisa ketus. Dia membuang muka, sekarang wajahnya menatap kaca jendela sebelahnya. Biarin sajalah, turuti saja maunya mahasiswa edan ini. Sejak tadi dia sudah bermaksud baik, tapi jika pria itu memaksa menyusahkan dirinya sendiri, ya, sudah!
“Nanti leher Ibu keseleo jika terus menoleh ke satu sisi, loh,” kata Darren usil sambil mulai menjalankan mobil itu. Dia masih terkekeh melihat kekesalan Eloisa. Sangat jarang ada wanita yang bisa marah padanya, jadi melihat dosennya ini kesal setengah mati itu benar-benar menghibur. Bukannya takut, dia malah merasa lucu. Tanpa mempedulikan Eloisa, Darren mulai bersenandung mengikuti lagu yang diputar di radio.
Eloisa mendelik lagi pada Darren. Kekesalannya sudah memuncak, mahasiswa edan ini sejak tadi terus meledek dan menertawakannya! Darren yang sedang mengemudi tidak menyadari kalau tangan Eloisa bergerak.
“Aduh!” seru Darren terkejut saat Eloisa mencubit pinggangnya, bukan cubitan genit, tapi cubitan ala guru sekolah. Bahkan pegangannya di kemudi sampai terlepas yang membuat mobil itu oleng ke arah kanan dan terdengar klakson dari arah depan.
“DARREN!” teriak Eloisa panik saat melihat truk yang hampir menabrak mereka.
TIIINNN
“DARREEENNN!” Eloisa kembali berteriak kali ini jauh lebih keras. Dia memejamkan matanya karena tidak sanggup melihat tabrakan yang akan terjadi di depan matanya.
Mendengar itu, Darren langsung memutar roda kemudi itu agar kembali ke jalan yang benar. Hampir saja mobil yang dia kendarai itu menabrak truk yang sedang melaju ke arahnya karena mobilnya yang oleng ke arah kanan yang merupakan jalan dari arah sebaliknya. Gila, itu tadi truk. Matilah gue kalau sampai ketabrak!
Deg deg deg
Jarang sekali jantung Darren berdebar secepat itu saat bersama wanita, pengecualian saat ini karena mereka hampir saja mati konyol! Dia langsung menepikan mobilnya dan bersiap mengomeli wanita pemarah di sampingnya yang tidak tahu waktu, tiba-tiba mencubitnya sekeras itu saat dia sedang mengemudi!
Namun begitu dia menoleh, wajah wanita itu sepucat kertas dan tubuhnya gemetar. Semua kalimat makian yang sudah di ujung lidah, sekarang tidak jadi keluar.
“Ma-maaf. A-aku tidak ...” Eloisa berkata terbata. Dia sangat syok melihat truk yang tadi hampir menabrak mobilnya. Dia hanya kesal dan bermaksud mencubit Darren agar berhenti tertawa, tapi pria itu malah terkejut dan melepas pegangannya pada roda kemudi.
Darren menarik kepala wanita itu ke bahunya, lalu membelai pelan punggung Eloisa hingga tubuh wanita itu berhenti gementar. Karena berada di kursi depan, dia tidak bisa memeluk wanita itu untuk menenangkannya. Dia menghela nafas, dia tidak tega kalau harus mengomeli wanita yang sudah gemetaran seperti ini.
“Sudah. Sudah. Yang penting kita tidak kenapa-napa. Mobilnya juga tidak lecet,” kata Darren mencoba melucu. Dia terus membelai punggung wanita itu. Dia menghidu aroma familiar dari rambut wanita itu dan mengerutkan kening. Aroma apel? Dia mencoba mengendus lagi dengan penasaran dan benar itu wangi apel. Itu wangi sampo apel yang dulu selalu dia gunakan, sampo anak-anak merk DiiDii.
Alisnya masih berkerut, namun senyum kembali terbit di bibirnya. Berapa usia wanita ini? Sepertinya belum ada tiga puluh. Tapi, apakah ada wanita dewasa yang masih menggunakan sampo anak-anak beraroma apel?
Darren dengan penasaran melihat ke sekeliling mobil dan benar saja. Ada sepasang bantal boneka hello kitty dan melody di kursi belakang dan beberapa boneka karakter sanrio dipajang di jendela belakang.
Darren lalu membayangkan dosennya ini memeluk boneka hello kitty dengan wajah datar dan tawanya menyembur. Wanita itu mengangkat kepalanya dan menatapnya bingung.
“Tidak ada apa-apa, Bu. Lebih baik sekarang kita jalan, hari sudah mulai gelap,” kata Darren yang berusaha menahan tawanya dan langsung menyandarkan wanita itu di kursinya. Dia lalu mulai menjalankan mobil lagi. Lebih baik dia mengalihkan pikirannya dengan mengemudikan mobil daripada nanti tidak bisa berhenti tertawa.
Tidak ada yang berbicara lagi sepanjang perjalanan itu. Sekitar tiga puluh menit kemudian mereka sampai di depan rumah Eloisa.
“Darren,” panggil Eloisa.
“Iya Bu,” jawab pria itu menoleh pada Eloisa.
“Itu … Bagaimana kalau ada bekas luka di pipimu?” tanya Eloisa khawatir.
“Hm, berarti Ibu harus bertanggung jawab!” jawab Darren santai. Dia sebenarnya tidak masalah. Tadi Dokter sudah bilang kalaupun berbekas hanyalah garis putih dan itu mudah ditutupi dengan make up. Namun, dia sekarang seakan mendapatkan cara untuk memuaskan rasa penasaran yang sejak tadi menggerogotinya.
“Iya,” jawab Eloisa.
“Eh, iya?” tanya Darren. Dia pikir dosennya ini akan komplain.
“Iya. Aku akan bertanggung jawab. Nanti aku akan membayarkan biaya bedah plastiknya,” jawab Eloisa serius. Darren terdiam agak lama karena mencerna perkataan Eloisa, lalu tawanya menyembur lagi saat menyadari maksud dosennya ini. Eloisa yang merasa tidak ada yang lucu mulai kesal lagi.
“Kurasa tidak ada yang lucu!” kata Eloisa jutek. Mendengar nada suara Eloisa membuat Darren terus tertawa. Jarang sekali dia terus tertawa saat bersama wanita.
“Aduh!” seru Darren. Dia langsung memegangi pinggangnya bagian kiri yang hari ini dua kali dicubit wanita di sampingnya.
“Bu El, jika mau membuat tanda di tubuhku, dengan bibir saja, jangan dengan tangan!” oceh Darren kesal. Cubitan wanita itu benar-benar sakit! Dia tidak menyadari kalau wanita di sebelahnya merona karena kalimat vulgarnya.
“Siapa suruh menertawakan orang terus!” sahut Eloisa jutek walaupun wajahnya merona. Untung saja sekarang sudah mulai gelap, jadi rona di wajahnya tidak terlihat jelas.
“Baiklah. Tadi Ibu mengatakan kalau Ibu mau bertanggung jawab, kan?” tanya Darren serius. Sudah tidak ada nada bercanda di suara itu.
“Ya, seperti yang tadi saya katakan, saya akan bayarkan biaya operasi plastiknya jika memang lukanya berbekas,” jawab Eloisa sama seriusnya.
“Saya tidak mau dalam bentuk operasi,” kata Darren. Walaupun dia ingin tertawa lagi saat mendengar kata ‘operasi plastik’, tapi dia harus menahannya. Sekarang dia harus bernegosiasi dengan baik.
“Jadi, kamu mau ganti rugi seperti apa?” tanya Eloisa. Alisnya mengerut bingung.
“Saya mau mencium Bu El lagi,” jawab Darren yang membuat Eloisa terbelalak. Eloisa baru mau menyemburkan amarahnya saat suara Darren terdengar lagi.
“Cuma satu kali lagi, Bu El. Ayolah, satu kali lagi dan aku tidak akan mengganggu Bu El lagi,” pinta Darren. Dia menunjukkan tatapan memohon yang sangat sulit ditolak wanita manapun kecuali ibunya yang sudah kebal.
“Kamu …!” Eloisa sampai kebingungan apa yang harus dia katakan karena terlalu terkejut. Kenapa pria ini sekarang mau terus menciumnya?
“Aku penasaran sekali kenapa bisa beda. Ya, ya, ya, Bu El …,” pinta Darren merayu.
“Beda?” Eloisa mengerutkan keningnya. Pria ini sedang membicarakan apa ya? Jangan-jangan tadi dia salah menangkap maksud pria ini.
“Iya beda. Kenapa rasanya beda saat aku mencium Ibu dengan mencium pacar-pacarku?” kata Darren jujur yang membuat Eloisa tercengang.
“Ka-kamu! Jadi, tadi kamu mencium saya lagi karena- karena ... merasa- merasa …,”
Eloisa tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena terlalu syok. Dan pria di depannya sekarang sedang mengangguk membenarkan apa yang dia pikirkan. Eloisa langsung menggelengkan kepalanya. Dasar gila! Dia tidak mau disamakan dengan pacar-pacarnya si buaya!
“Kamu gila! Jadi kamu akan terus mencium saya kalau tetap merasa berbeda?” Eloisa menatap horor pada buaya darat di depannya ini. Berapa banyak wanita yang sudah dicium pria ini hingga merasa semua ciuman sama saja? Eloisa memundurkan dirinya hingga punggungnya menempel pada kaca jendela.
“Satu kali lagi saja, Bu. Setelah itu tidak akan lagi. Ya, ya, ya,” jawab Darren dengan tatapan memohon yang biasanya ampuh pada wanita dari segala usia. Sayang beribu sayang, Eloisa berbeda dari wanita kebanyakan. Wanita itu masih menatapnya seakan dia hantu.
“Suer,” kata Darren lagi mencoba menyakinkan dan Eloisa masih menggeleng horor.
Setelah keheningan beberapa saat, Darren merasa dia tidak bisa menyakinkan Eloisa, akhirnya Darren menghela nafas dan membuka pintu mobil itu.
“Baiklah, saya pulang saja. Cepat masuk ke rumah, Bu El, sekarang sudah malam.” kata Darren sebelum menutup pintu itu.
Entah bagaimana sekarang Darren sudah memiliki panggilan khusus untuk Eloisa, Bu El. Dan dalam hati, Eloisa juga sudah memiliki panggilan khusus untuk Darren, buaya!
****
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Betapa terkejutnya Eloisa saat keluar dari rumahnya dan menemukan mobil Pak Darius disana. Belum selesai keterkejutannya, kaca jendela mobil itu terbuka dan dia melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat setelah mantan pacarnya dan istrinya itu!“Selamat pagi, Bu El.” sapa Darren dari kursi sebelah pengemudi. Dia tertawa melihat dosennya itu membelalakkan matanya.Eloisa menghentikan lidahnya yang sudah siap memaki si buaya saat melihat Pak Darius yang berada di kursi pengemudi.“Masuklah, Bu Eloisa. Saya akan mengantar anda ke kampus. Mobil anda kemarin ditinggal di kampus,” kata Darius. Eloisa mengerjap bingung, rasanya dia tidak membuat janji untuk dijemput semalam?“Ayo Bu El. Nanti kita terlambat!” kata Darren lagi saat melihat Eloisa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.Akhirnya Eloisa beranjak dari tempatnya dan masuk ke pintu penumpang bagian belakang mobil. Setelah duduk dengan nyaman, dia menyapa Darius.“Selamat pagi, Pak Darius,” sapanya sopan.“Selamat pagi,
Darius menghampiri Eloisa yang masih menatap horor pada Clara. Sepertinya wanita itu agak syok. Gadis-gadis di sekitar Darren memang bisa menjadi brutal setelah diputuskan adiknya itu. “Anda tidak apa-apa, Bu Eloisa?” tanya Darius. Dia menyentuh pundak Eloisa karena mata wanita itu masih fokus pada Clara. Eloisa tersentak karena sentuhan itu dan langsung menoleh pada Darius.“I-iya Pak Darius. Saya tidak apa-apa. Ha-hanya sedikit terkejut,” jawab Eloisa terbata. Perkataannya tidak sesuai dengan wajahnya yang sudah pucat.“Kembali ke tempatmu, Clara Suyanti!” perintah Darius dan dengan terpaksa gadis itu menurut, berjalan kembali ke tempat dirinya tadi berdiri. Di saat bersamaan, terdengar pintu diketuk dan Dokter Sofi masuk ke ruangan.“Anda memanggil saya, Profesor?” tanya Dokter Safi pada Profesor Adianto yang baru saja mengirimkan pesan padanya untuk datang ke ruangan ini.“Iya, Dokter Sofi. Saya ingin bertanya, apakah minggu lalu Bu Eloisa dan Darren datang ke klinik?” tanya Adia
Neni yang merupakan bagian dari admin Darren Club yang ikut merundung Eloisa sekarang sedang menunduk bersama delapan belas anggota Darren Club lain yang tadi juga mendapatkan hukuman skorsing.Kedelapan belas anggota aktif yang merupakan pacar dan mantan pacar edisi kemarin-kemarinnya Darren ini sedang menghadapi sidang dari admin Darren Club saat Darren masuk ke dalam ruang clubnya itu.Dia menatap marah ke sembilan belas wanita yang membuatnya menerima hukuman yang paling dia benci. Dia adalah orang yang menyukai kebebasan dan tidak suka mengurusi orang lain. Sekarang dia harus menjadi asisten Dosen dan lebih parahnya, asisten Dosen Kakaknya. Kakaknya itu perfeksionis, dan itu benar-benar menyulitkan untuk dirinya yang suka mengerjakan apapun secara asal jika sedang malas.“Saya minta klub ini ditutup per hari ini!” perintah Darren.Semua admin dan anggota Darren Club langsung pucat, sebagian dari mereka bahkan tanpa sadar memekik tidak terima, namun mereka tidak berani membantah s
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Wanita itu sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap.” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa kata orang nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan wanita itu memaksa Eloisa pergi dengan mobilnya saja,” Darren yang m
“Kau mau kembali ke restoran dulu untuk berganti pakaian?” tanya Darius sambil mengeluarkan sebuah paper bag berisi handuk dan pakaian ganti dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Darren.“Tidak perlu. Sebentar aku ganti disana saja,” kata Darren sambil menunjuk sebuah pohon besar di dekat sungai.“Eh, Kakak ada bawa air?” tanya Darren dan Darius kembali mengeluarkan sebuah botol kemasan air mineral ukuran satu setengah liter dan sebuah sandal jepit, lalu memberikannya pada Darren.“Terima kasih,” kata Darren mengambil mengambil kedua barang itu dan berjalan ke arah pohon yang tadi dia tunjuk. Dengan cepat dia membuka pakaian basahnya, lalu membilas seluruh tubuhnya dengan air mineral itu dan mengeringkan tubuh dengan handuk, setelahnya dia berganti pakaian, kemudian berkumur dengan air mineral yang sudah dia sisakan tadi. Setelahnya, dia memasukkan pakaian kotor dan sepatunya ke dalam paper bag tadi dan berjalan kembali ke tempat Kakaknya menunggunya di sebelah mobil pria itu.“Kau
Darren terus berenang mengikuti arus membawanya dengan pemikiran kalau jarak antara dirinya dan Eloisa seharusnya tidak terlalu jauh, namun gelapnya malam membuatnya kesulitan menemukan wanita itu. Dia sudah berkali-kali muncul ke permukaan dan mencoba mencari tubuh Eloisa dan tidak menemukannya. Dia terus memanggil nama wanita itu. Dalam hatinya semakin takut kalau dia akan terlambat menemukan Eloisa. Bagaimana jika ternyata Eloisa tidak bisa berenang? Maka wanita itu akan tenggelam!Lalu sinar-sinar itu datang, bersama dengan teriakkan yang memanggil nama Eloisa, awalnya dari belakangnya, yang berarti orang-orang sedang membantu mencarinya dan Eloisa, lalu sebuah sinar dengan cepat melewatinya dan terdengar suara Silvi memanggilnya dan Eloisa.“Disini!” teriak Darren dan Silvi langsung menyuruh motor yang membawanya berhenti, dia lalu menyorot ke arah suara dan menemukan Darren.“Tuan muda!” seru Silvi senang.“Sorot ke depan sana!” perintah Darren sambil menunjuk ke arah depan dan
Satu setengah jam sebelumnya…“Ya, Susan. Kalian tidak perlu mengantarku, aku hanya pergi sebentar dengan temanku,” kata Eloisa pada Silvi dan Januar. Lalu Eloisa berjalan bersama Susan dan membantu Susan untuk duduk di mobilnya, baru setelahnya dia memutari mobil itu dan masuk dari sisi mobil satunya.“Kau bawa mobil dan ikuti dari jarak aman. Aku akan mengikuti dengan motor,” kata Januar setelah Eloisa masuk ke dalam mobil wanita yang bernama Susan.“Baik, Tuan,” jawab Silvi yang langsung berlari ke mobil setelah dia memotret plat nomor mobil yang baru saja jalan itu. Begitu juga dengan Januar yang segera berlari menuju motornya dan langsung melajukannya untuk mengejar mobil tadi. Dia berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu dengan wanita yang dikatakan Eloisa sebagai temannya itu? Dia yakin, dia pernah bertemu dengan wanita itu. Yang pasti, wanita itu bukan salah satu dosen di kampusnya.Dengan mudah dia bisa mengikuti mobil yang memang dikendarai dengan kecepatan sedang itu. Da
“Terima kasih,” kata Eloisa saat Susan memberikan sebuah minuman jeruk dalam botol kemasan, saat mobil yang membawa mereka mulai melaju.“Sama-sama. Kuharap kau masih menyukai minuman itu,” kata Susan sambil membuka botol minuman miliknya sendiri yang rasa sirsak.“Ya, aku masih menyukainya,” jawab Eloisa sambil membuka botol itu dan minum. Walau dia masih merasa tidak nyaman berdekatan dengan Susan, tapi dia berusaha bersikap normal. Memikirkan keselamatan Susan dan bayinya saat wanita itu melahirkan, membuatnya berusaha untuk memaafkan perbuatan mantan sahabatnya itu.Tidak banyak percakapan di dalam mobil itu, yang hanya berkisar tentang basa basi saja. Eloisa berpikir kalau Susan membutuhkan privasi untuk bicara dengannya, dan karenanya mantan sahabatnya itu mengajaknya mengobrol di restoran yang ada di tepi sungai tempat mereka suka bermain waktu kecil dulu. Saat kecil mereka tinggal di pinggiran kota, dimana ada sebuah sungai besar yang merupakan tempat main anak-anak setempat,
Darren tidak tahu kalau Eloisa akan bisa mengenali dirinya saat dia menyamar, bukan dari penampilannya, tapi dari parfum yang dia gunakan. Jadi saat dia kembali menyamar sebagai salah satu pengawal yang bergantian mengawasi Eloisa, dia tidak bersikap waspada pada wanita itu, karena dia yakin kalau Eloisa tidak akan mengetahui jati dirinya.Begitu mereka berkenalan dan pria yang bernama Januar itu mendekat dan mengulurkan tangan, Eloisa sudah mencium samar wangi parfum yang sangat dikenalnya. Walaupun parfum itu dijual bebas dan banyak yang menggunakannya, tapi setelah digunakan dan menyatu dengan bau tubuh masing-masing orang, bisa menghasilkan aroma uniknya tersendiri, yang bisa disadari oleh orang-orang yang memang sensitif pada bau-bauan, seperti Eloisa.Eloisa yang sudah biasa memasang wajah datar, tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Selesai berkenalan, dia sesekali melirik pada Januar dan mulai mengamati tinggi tubuh dan postur tubuh pria itu. Dia sudah melihat dua sosok p
“Jangan bercanda, Darren!” omel Rosaline sambil memijat keningnya.“Darren mohon, Ma. Darren terus merasa bersalah pada Bu Eloisa, biarkan Darren menjadi salah satu pengawal Eloisa. Anggap saja agar Darren bisa tenang jika melihat Bu Eloisa aman sampai dia menikah dengan Kak Darius nanti,” rengek Darren yang kembali mengeluarkan kemanjaannya untuk membujuk sang Ibu.“Darren kan juga gak ngapa-ngapain. Daripada Darren ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak, lebih baik Darren melakukan hal yang berguna,” bujuk Darren lagi dan Rosaline membuang nafas pasrah. Rasanya sudah sangat lama Darren tidak mengerek padanya, padahal baru beberapa bulan, tepatnya sejak Darren patah hati. Dan dia juga mengerti maksud ‘ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak’ itu adalah meratapi patah hati putranya itu.“Baiklah. Kau bisa bergantian jaga dengan pengawal lain, minta Lucas mengganti salah satu pengawal itu, denganmu,” kata Rosaline mengalah.“Terima kasih, Ma!” seru Darren senang sambil memeluk Rosaline. Ya, R
“Mengapa kau dan Nick tidak menceritakan tentang pembunuh bayaran itu kemarin?” tuntut Rosaline pada Darren. Sekarang mereka berempat dengan Adianto dan Darius sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.“Kupikir itu ulah Clara juga, Ma. karena kejadian sekarang waktunya dekat dengan kejadian sebelumnya. Namun saat kupikirkan lagi semalam, lebih baik aku mencari lagi tentang pria yang bernama Aji itu, siapa tahu kalau dia sudah mendapatkan bayaran penuh, nanti pria itu akan berusaha membunuh Bu Eloisa lagi,” jawab Darren tanpa ekspresi lagi. Baik Adianto, Rosaline ataupun Darius, tidak bisa melihat emosi apapun di wajah Darren.“Ponsel yang kau bilang ingin kau retas?” tanya Darius.“Milik si pembunuh bayaran, namun kemarin Nick memintaku untuk tidak meminta tolong pada Kak Darius karena dia tidak ingin Kak Darius mencurigai perasaannya,” jawab Darren.“Aduh, Darren. Kau seharusnya tahu kalau hal seperti ini tidak bisa kalian atasi sendiri!” omel Rosaline.“Apa kau yang membunuh pria itu
“Tu-tunggu, Orlan … do …” Clara yang tangannya terikat, tidak bisa menghalangi Orlando mencekik lehernya.Ketiga pria lain juga menatap penuh kebencian pada Clara, jika bukan karena wanita itu, mereka tidak akan berada disini dengan nasib yang begitu mengenaskan. Apalagi yang bisa dibanggakan oleh seorang pria disaat mereka sudah dikebiri?Rosaline memberi kode dan seorang pengawalnya melepaskan tubuh Clara dari cekikan Orlando dan wanita itu tampak ketakutan menatap Orlando sambil berusaha menarik nafas.“A-ayahku tidak akan membiarkan kau menyakitiku,” cicit Clara.“Kau pikir Ayahmu bisa lepas dari mereka? Kau telah membawa keluarga kami semua hancur bersamamu!” geram Orlando.“A-apa maksudmu?” tanya Clara semakin pucat dan dia menoleh saat Orlando menunjuk ke televisi, dimana disana juga ada berita tentang kasus penyuapan yang membawa nama Ayah Clara dan banyak pejabat lainnya. Dia tahu selama ini Ayahnya menerima suap, tapi Ayahnya juga memiliki banyak antek, jadi posisi Ayahnya se