Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.
Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa.
Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.
“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.
“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menatap dengan penuh perhatian yang membuat jantung Eloisa sekarang berdisko. Dia hanya menggeleng, rasanya suaranya tidak akan bisa keluar. Bagaimana dia bisa bicara jika ditatap begitu intens oleh pria yang sangat tampan dengan mata sebiru laut. Bisa hanyut hati ini terbawa ombak ke dalam birunya bola mata itu!
“Ayo, kita ke bagian farmasi lagi. Kita minta obat untuk mengobati tanganmu,” kata Darren sambil mendorong pelan punggung Eloisa untuk berjalan. Mereka berjalan beriringan tanpa menoleh pada pasangan suami istri itu. Eloisa bersyukur karena kedatangan Darren, akhirnya dia bisa menjauh dari kedua orang yang tidak pernah ingin dia temui lagi!
Susan dan Victor menatap kepergian dua orang itu dengan emosi yang terpancar di mata mereka. Mereka sama-sama emosi, tapi dengan alasan yang berbeda.
Victor emosi karena cemburu, dia berpikir kalau pria itu adalah kekasih baru Eloisa. Pria itu terlihat sangat menjaga Eloisa.
Sedangkan Susan emosi karena iri. Dia tidak mengerti mengapa Eloisa selalu bisa mendapatkan pria yang berkualitas? Pria itu sangat tampan dan memperlakukan Eloisa seakan Eloisa adalah putri yang harus dilindungi.
Begitu juga dengan Victor. Dia yang memperkenalkan Victor pada Eloisa, tapi pria itu malah tertarik pada Eloisa daripada dirinya, padahal dirinya lebih cantik dan jauh lebih modis daripada Eloisa yang sederhana, namun dia bahkan harus menjebak Victor agar menikahinya.
Dan sampai sekarang, suaminya membencinya karena mengetahui hal itu. Dia benar-benar membenci Eloisa. Wanita itu tidak lebih baik darinya, tapi orang-orang yang dia inginkan selalu lebih menyukai wanita itu daripada dirinya!
“Saya tidak apa-apa,” kata Eloisa saat mereka sampai di depan kasir obat. Namun Darren seperti tidak mendengar perkataannya dan tetap meminta obat untuk memar pada petugas farmasi.
Setelah menerima obat itu, Darren membawa Eloisa untuk duduk di kursi tunggu dan pria itu mulai mengolesi salep memar di pergelangan tangan Eloisa. Jantung Eloisa kembali berdebar. Dia tidak pernah diperlakukan semanis seperti ini oleh pria. Dia terbiasa mandiri dalam melakukan apapun, sehingga sekarang dia merasa aneh jika dia diperlakukan seperti barang rapuh.
Saat dia berpacaran dengan Viktor, lebih banyak dirinya mengurusi keperluan pria itu. Jika dia terluka seperti ini, dia pasti mengobati dirinya sendiri. Pria itu biasanya hanya mengatakan pada dirinya untuk lebih berhati-hati.
Tanpa mereka berdua sadari, Viktor dan Susan sedang memperhatikan mereka dari luar kaca yang menghadap bagian Farmasi. Pasangan suami istri itu sedang berjalan menuju mobil mereka dan tanpa sengaja kembali melihat Darren dan Eloisa. Victor dan Susan terdiam, hati mereka merasa sakit saat melihat bagaimana manisnya Darren memperlakukan Eloisa.
Dada Viktor sakit melihat pemandangan romantis itu. Dia menyesal karena dulu kurang memperhatikan Eloisa dan malah memilih untuk bermain api yang membuatnya sekarang harus terjebak bersama dengan wanita yang sangat dia benci sekarang. Wanita licik yang telah merusak kebahagiaannya bersama Eloisa!
Sedangkan Susan merasa sakit karena suaminya tidak pernah memperlakukannya sebaik itu, bahkan setengahnya pun tidak! Dan dia semakin membenci Eloisa karenanya. Pemandangan di depannya membuatnya semakin iri karena merasa Eloisa mendapatkan pria yang lebih baik daripada Victor.
****
Eloisa langsung menurut saat disuruh kembali duduk di kursi sebelah pengemudi. Hati dan pikirannya sekarang sangat lelah. Baginya, bertemu Viktor dan Susan adalah mimpi buruk yang kembali datang. Membuka luka lama yang sudah berusaha dia obati bertahun-tahun. Saat melihat mereka, luka itu seakan langsung mencuat kembali ke permukaan.
Hari ini adalah hari yang sangat sial baginya. Dimulai dari pertemuannya dengan mahasiswa kurang ajar yang membuatnya berakhir di rumah sakit ini dan diakhiri dengan bertemu dengan dua orang yang selama ini dia hindari. Mungkin dia harus mandi kembang setelah sampai di rumah.
“Dimana alamat rumah Anda, Bu Eloisa?” tanya Darren. Dia tidak tertarik mencari tahu drama tadi. Dia bukan orang yang kepo dengan urusan orang lain, tapi dia tidak suka melihat pria yang menggunakan tenaganya untuk memaksa wanita yang lebih lemah dari mereka. Sekarang dia mau mengantar dosennya yang berwajah datar ini pulang ke rumahnya.
Dia memperhatikan wajah datar itu dan menyadari kalau sikap wanita ini sedikit mirip dengan kakaknya. Kaku, datar, minim bicara. Dia tiba-tiba membayangkan bagaimana jika Kak Darius dan dosen ini berpacaran? Mungkin mereka hanya berbicara seperlunya. Satu bertanya dan yang lainnya menjawab, tidak ada obrolan seperti orang pada umumnya. Dia terkekeh geli karena membayangkan hal itu.
“Bu,” panggil Darren lagi. Kali ini dia mengeraskan suaranya, namun sepertinya pikiran wanita itu sedang tidak fokus hingga tidak mendengar panggilannya. Dasar wanita, selalu baper kalau baru ketemu mantan. Entah pria tadi itu mantan pacar atau mantan gebetan? Terlihat jelas kalau masih ada cinta di tatapan pria tadi.
Tiba-tiba rasa isengnya muncul. Dia mendekati wanita itu dan berbisik di telinga Wanita itu.
“Bu Eloisa,” panggilnya sambil berbisik mendesah.
Duk
Eloisa yang terkejut karena Darren berbisik di telinganya, langsung menjauhkan kepalanya dari pria itu yang menyebabkan kepalanya membentur kaca jendela mobil. Dia meringis karena merasakan sakit, lalu menatap tajam pada pria itu yang sekarang sedang menatapnya geli.
“Apa yang kamu lakukan?!” seru Eloisa kesal.
“Dari tadi saya memanggil Ibu, tapi Ibu tidak merespon. Jadi saya mencoba bicara tepat di telinga Ibu, takutnya Ibu memiliki masalah pendengaran,” jawab Darren sambil tersenyum geli melihat Eloisa yang terantuk kaca mobil. Eloisa mendelik melihat wajah tengil mahasiswanya yang sedang meledeknya itu.
“Tadi saya menanyakan alamat rumah Ibu,” kata Darren menjelaskan.
“Kita kembali ke kampus saja,” jawab Eloisa.
“Untuk apa? Ibu masih ada jadwal mengajar?” tanya Darren. Dia melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
“Tidak,” jawab Eloisa.
“Jadi, untuk apa kembali ke kampus? Ada barang yang tertinggal?” tanya Darren lagi.
“Untuk mengembalikan kamu kesana. Memang kamu tidak membawa kendaraan ke kampus?” jawab Eloisa.
“Tadi Dokter mengatakan kalau saya tidak boleh menggunakan pelindung kepala dulu, jadi percuma kembali ke kampus. Nanti saya minta tolong teman saja untuk mengantarkan motor saya ke rumah.” jawab Darren menjelaskan.
“Baiklah. Kalau begitu saya yang antar kamu pulang,” tawar Eloisa. Setidaknya dia bertanggung jawab mengantarkan mahasiswanya ini pulang.
“Tidak perlu. Saya saja yang mengantarkan Ibu pulang. Nanti saya bisa pulang menggunakan taksi,” kata Darren.
Eloisa mengerutkan alisnya kesal. Mengapa pria ini sangat suka mendebatnya? Namun sebelum dia sempat protes, Darren sudah bicara lagi.
“Tangan Ibu harus diistirahatkan. Jadi biar saya yang mengantar Ibu pulang,” kata Darren manis saat melihat wajah dosennya yang sepertinya siap komplain. Bibirnya yang lemes ini sepertinya sudah terbiasa menggombal.
Eloisa mengerjap. Dia terkejut dengan alasan Darren mau mengantarkannya pulang. Pria ini mengkhawatirkan pergelangan tangannya? Tanpa bisa dicegah, wajahnya merona karena perlakuan semanis gula oleh pria yang sangat tampan di depannya ini, apalagi hanya karena sedikit memar di pergelangan tangan!
Alis Darren naik melihat wajah dosennya yang tiba-tiba merona yang jelas dia tahu karena perkataannya. Hal itu membuat rasa isengnya kembali dan ingin mengerjai Eloisa lagi, ternyata bisa merona juga dosen berwajah datar ini. Dia mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh kening wanita itu.
“Tidak panas?” katanya pura-pura bingung seolah tidak tahu kalau wajah wanita itu merona karena kata-katanya.
Eloisa sontak memundurkan kepalanya lagi saat Darren menyentuh keningnya. Dia lupa kalau tadi kepalanya baru terantuk kaca jendela.
Darren yang sudah memprediksi hal itu langsung maju dan tangannya menahan kepala Eloisa agar tidak terantuk kaca lagi. Hal itu membuat wajah mereka menjadi dekat, jaraknya tidak sampai sejengkal tangan. Mereka saling bertatapan dan wajah Eloisa semakin merona karena ditatap intens oleh mahasiswa tampan di depannya. Jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya!
****
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Betapa terkejutnya Eloisa saat keluar dari rumahnya dan menemukan mobil Pak Darius disana. Belum selesai keterkejutannya, kaca jendela mobil itu terbuka dan dia melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat setelah mantan pacarnya dan istrinya itu!“Selamat pagi, Bu El.” sapa Darren dari kursi sebelah pengemudi. Dia tertawa melihat dosennya itu membelalakkan matanya.Eloisa menghentikan lidahnya yang sudah siap memaki si buaya saat melihat Pak Darius yang berada di kursi pengemudi.“Masuklah, Bu Eloisa. Saya akan mengantar anda ke kampus. Mobil anda kemarin ditinggal di kampus,” kata Darius. Eloisa mengerjap bingung, rasanya dia tidak membuat janji untuk dijemput semalam?“Ayo Bu El. Nanti kita terlambat!” kata Darren lagi saat melihat Eloisa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.Akhirnya Eloisa beranjak dari tempatnya dan masuk ke pintu penumpang bagian belakang mobil. Setelah duduk dengan nyaman, dia menyapa Darius.“Selamat pagi, Pak Darius,” sapanya sopan.“Selamat pagi,
Darius menghampiri Eloisa yang masih menatap horor pada Clara. Sepertinya wanita itu agak syok. Gadis-gadis di sekitar Darren memang bisa menjadi brutal setelah diputuskan adiknya itu. “Anda tidak apa-apa, Bu Eloisa?” tanya Darius. Dia menyentuh pundak Eloisa karena mata wanita itu masih fokus pada Clara. Eloisa tersentak karena sentuhan itu dan langsung menoleh pada Darius.“I-iya Pak Darius. Saya tidak apa-apa. Ha-hanya sedikit terkejut,” jawab Eloisa terbata. Perkataannya tidak sesuai dengan wajahnya yang sudah pucat.“Kembali ke tempatmu, Clara Suyanti!” perintah Darius dan dengan terpaksa gadis itu menurut, berjalan kembali ke tempat dirinya tadi berdiri. Di saat bersamaan, terdengar pintu diketuk dan Dokter Sofi masuk ke ruangan.“Anda memanggil saya, Profesor?” tanya Dokter Safi pada Profesor Adianto yang baru saja mengirimkan pesan padanya untuk datang ke ruangan ini.“Iya, Dokter Sofi. Saya ingin bertanya, apakah minggu lalu Bu Eloisa dan Darren datang ke klinik?” tanya Adia
Saat berangkat dari rumah ke kampus, Eloisa menerima panggilan telepon dari Rosaline. Wajahnya seketika memucat saat mendengar perkataan Rosaline. Rasa bersalah dan tidak nyaman seketika menyergapnya. Rosaline yang tidak menyadari perubahan Eloisa terus saja berbicara untuk menyampaikan maksudnya tentang persiapan pernikahan Darius dan Eloisa.“Jadi semua sudah beres, tinggal kau cari waktu dengan Darius untuk mencoba gaun pengantin,”“Ba-baiklah, Tante. Nanti Eloisa akan mendiskusikannya dengan Pak Darius,” jawab Eloisa terbata.“Pernikahan kalian tidak sampai satu bulan lagi, kau sudah harus memanggilnya dengan lebih akrab, panggil saja dia, Darius, kau juga sudah harus memanggilku, Mama, seperti Darius memanggilku,” terdengar tawa mengalun di seberang telepon, namun tawa itu malah membuat Eloisa semakin gelisah.“Baik, Tan, ehm, Mama,” jawab Eloisa mengoreksi panggilannya. Mulutnya terasa asam saat mengatakan hal itu, tiba-tiba dia merasa sangat tidak siap untuk menikah.“Baiklah.
Eloisa terkejut dan langsung menarik tangannya, namun tenaganya kalah jauh jika dibandingkan dengan tenaga Viktor yang menahan tangannya.“Lepaskan tanganku!” kata Eloisa panik. Dia masih berusaha menarik tangannya dari pegangan Viktor.“Tenanglah, Eloisa. Bukankah dulu kita juga sering bergandengan tangan,” kata Viktor sambil tersenyum tidak tahu malu.Setelah tahu dirinya tidak akan berhasil untuk menarik tangannya, Eloisa berusaha untuk bangun. Dia berpikir kalau setidaknya dia akan lebih memiliki tenaga jika dalam posisi duduk. Namun yang terjadi adalah tubuhnya limbung karena kepalanya langsung pusing akibat pergerakan yang tiba-tiba.“Eloisa!” seru Viktor yang langsung melepaskan tangan Eloisa dan memeluk Eloisa untuk menangkap tubuh wanita itu.“Lepaskan aku!” seru Eloisa semakin panik sambil berusaha mendorong Viktor. Sedangkan Viktor, dia sangat senang karena akhirnya bisa memeluk Eloisa lagi, karenanya dia mendekap Eloisa dengan lebih erat, dia tidak mau sampai pelukan merek
“Dokter, tolong usahakan untuk menyelamatkan anakku juga.” kata Susan saat Dokter menyuntikkan obat anestesi dan obat bius.“Saya akan mengusahakannya. Bayi Ibu belum cukup umur dan sekarang harus segera dikeluarkan agar kami dapat menangani pendarahan di tubuh Ibu.” kata Dokter itu iba.“Dokter, jika saya juga tidak bisa diselamatkan. Bisa saya menitip pesan pada Dokter?” tanya Susan yang sudah mulai kehilangan kesadaran dan Dokter itu mengangguk. Kali ini dia benar-benar menyesal atas semua tindakannya, kalau dia masih memiliki kesempatan untuk hidup, dia akan meminta maaf pada orang-orang yang sudah disakitinya.“Saya titip pesan untuk disampaikan pada sahabat saya, namanya Eloisa Renata. Tolong katakan kalau saya sangat menyesal pada apa yang saya perbuat padanya selama ini dan saya harap dia bisa memaafkan saya,” kata Susan.“Baik, Bu. tapi sekarang Ibu harus berusaha tetap hidup agar Ibu bisa mengatakannya sendiri,” kata Dokter menyemangati dan Susan mengangguk. Dia melihat Susa
Ada yang pernah mengatakan kalau ucapan adalah sebuah doa. Susan tidak pernah menyangka kalau ucapan yang dia katakan pada Eloisa untuk membujuk agar Eloisa ikut dengannya sekarang menjadi kenyataan. Dia mengalami pendarahan parah dan harus segera melahirkan anaknya yang belum cukup waktu.Dokter mengatakan bahkan kondisinya tidak baik dan ada kemungkinan salah satu dari Ibu dan anak ini tidak akan selamat, atau mungkin keduanya. Dia langsung teringat perkataannya pada Eloisa beberapa hari yang lalu.“Selamatkan bayinya saja, Dok,” kata Viktor disaat Susan sedang terlalu terkejut untuk bisa mengatakan apapun.Seketika suasana disana menjadi hening, semua orang tidak menyangka kalau Viktor dengan mudah mengatakan hal itu. Biasanya orang akan panik dan memohon dokter untuk menyelamatkan nyawa keduanya.“Selamatkan nyawaku dulu, Dok!” pinta Susan di sela-sela kesakitannya. Air mata kesedihan mengalir di matanya saat dia harus memilih untuk menyelamatkan nyawanya terlebih dulu. Perkataan
Sedangkan Susan, dia masih berusaha sebisanya untuk mendekati Viktor, menggunakan berbagai alasan agar Viktor bisa berada di rumah, termasuk dengan mengundang kedua mertuanya datang untuk makan malam. Dia lebih rela mendengarkan omelan sang mertua daripada tidak bertemu dengan Viktor sama sekali.Mereka sedang makan malam saat seorang pelayan datang dengan panik dan memberitahu kalau ada polisi yang mencari Susan. Wajah Susan seketika pucat dan dia langsung ketakutan. Viktor dan kedua orang tuanya yang bingung, menatap pada Susan yang sudah gemetar.“A-aku … I-ini pasti ada kesalahan. Tidak mungkin polisi mencariku,” kata Susan terbata.“Aku akan ke depan,” kata Viktor. Dia melihat wajah Susan yang pucat dan tahu kalau Susan pasti membuat ulah. Tapi karena Susan masih mengandung anaknya, dia tetap harus mengurus Susan sampai wanita itu melahirkan. Tidak tahu kali ini masalah apa yang dibuat wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu?“Ja-jangan!” seru Susan cepat sambil menarik
Darren langsung mengangkat kepalanya karena pertanyaan aneh Nick itu.“Kalimat bodoh macam apa itu?” kata Darren tersinggung.“Jangan salah paham. Aku tahu kalau Tante Rosaline itu keras, tapi mulai dari cara dia mendidik kalian sejak kecil sampai sekarang, ditambah betapa kalian semua sekeluarga takut padanya, Ayahmu yang tegas itu juga takut padanya. Bahkan orang luar sepertiku saja takut jika Tante Rosaline sudah mendelik. Mengapa aku merasa Ibumu tidak seperti Ibu-Ibu lainnya?” kata Nick menjelaskan sehalus mungkin.“Ayahku tidak takut padanya, hanya sangat memanjakannya.” koreksi Darren. Dia melihat sendiri kalau sang Ibu sangat menghormati Ayahnya, Ayahnya saja yang selalu menutup mata atas apa yang dilakukan sang Ibu. Lihat saja saat dirinya memaksa untuk pergi ke Jakarta kemarinan, saat Ayahnya sudah menyetujui, Ibunya tidak memaksakan kehendaknya agar dia tetap tinggal.“Tapi kalian sangat takut padanya,” kata Nick.“Kau juga akan takut padanya jika kau jadi anaknya.” jawab D
“Darren, apakah Eloisa masih beristirahat?” Teriakan pertanyaan Rosaline memecahkan mantra cinta yang tiba-tiba menjerat mereka tadi. Darren langsung menarik tubuhnya menjauh dari daun pintu itu dan langsung berbalik.“Bu Eloisa sudah bangun, Ma. Sebentar lagi dia akan ke ruang makan,” jawab Darren tanpa berani menoleh ke belakang. Dia takut dia tidak akan bisa menahan dirinya jika dia melihat Eloisa lagi. Dia sudah sering melihat apa yang barusan dia lihat di mata Eloisa pada mata pacar-pacarnya dulu. Dia memiliki banyak pacar sebelumnya, tentu saja dia bisa membedakan perasaan dari pacar-pacarnya, ada yang hanya main-main sama seperti dia, ada yang menatapnya memuja, dan ada juga yang menatapnya penuh cinta seperti tatapan Eloisa tadi. Biasanya dia akan menjaga jarak dari pacar yang seperti ini, karena dia tidak ingin membuat mereka semakin sedih saat putus nanti. Masalahnya, bagaimana dia menanggapinya jika Eloisa yang memberikan tatapan itu padanya? Hal itu adalah hal yang sang
“Darius, cek ponsel wanita ini. Apakah dia memiliki kontak dengan pembunuh bayaran itu,” perintah Rosaline yang membuat Eloisa terbelalak. Tidak mungkin, kan, Susan yang menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya?“Baik. Aku akan mengerjakan hal itu di rumah dan akan segera memberikan hasilnya pada Mama,” jawab Darius patuh.“Istirahatlah dulu. Tante belum memberitahu orang tuamu tentang hal ini. Tante mengatakan kalau kau menginap di rumah Tante, jadi lebih baik sekarang kau menghubungi mereka agar mereka tidak khawatir. Sekarang kau hanya perlu beristirahat dan besok kau sudah bisa pulang,” kata Rosaline lembut yang sekali lagi membuat jantung Eloisa berdetak lebih cepat. Tante Rosaline benar-benar memiliki kepribadian ganda, lihat saja sekarang tatapan matanya dan cara bicaranya yang begitu lembut, padahal, kalimat sebelumnya yang dia ucapkan pada Darius adalah kalimat perintah dengan nada otoriter.“I-iya, Tante. Terima kasih,” jawab Eloisa tulus.“Baiklah. Tante sekarang pulang d
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Eloisa sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap. Tahu-tahu aku sudah jatuh ke sungai,” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa yang dipikirkan oleh keluarga calon suaminya nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan w