Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.
Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa.
Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.
“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.
“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menatap dengan penuh perhatian yang membuat jantung Eloisa sekarang berdisko. Dia hanya menggeleng, rasanya suaranya tidak akan bisa keluar. Bagaimana dia bisa bicara jika ditatap begitu intens oleh pria yang sangat tampan dengan mata sebiru laut. Bisa hanyut hati ini terbawa ombak ke dalam birunya bola mata itu!
“Ayo, kita ke bagian farmasi lagi. Kita minta obat untuk mengobati tanganmu,” kata Darren sambil mendorong pelan punggung Eloisa untuk berjalan. Mereka berjalan beriringan tanpa menoleh pada pasangan suami istri itu. Eloisa bersyukur karena kedatangan Darren, akhirnya dia bisa menjauh dari kedua orang yang tidak pernah ingin dia temui lagi!
Susan dan Victor menatap kepergian dua orang itu dengan emosi yang terpancar di mata mereka. Mereka sama-sama emosi, tapi dengan alasan yang berbeda.
Victor emosi karena cemburu, dia berpikir kalau pria itu adalah kekasih baru Eloisa. Pria itu terlihat sangat menjaga Eloisa.
Sedangkan Susan emosi karena iri. Dia tidak mengerti mengapa Eloisa selalu bisa mendapatkan pria yang berkualitas? Pria itu sangat tampan dan memperlakukan Eloisa seakan Eloisa adalah putri yang harus dilindungi.
Begitu juga dengan Victor. Dia yang memperkenalkan Victor pada Eloisa, tapi pria itu malah tertarik pada Eloisa daripada dirinya, padahal dirinya lebih cantik dan jauh lebih modis daripada Eloisa yang sederhana, namun dia bahkan harus menjebak Victor agar menikahinya.
Dan sampai sekarang, suaminya membencinya karena mengetahui hal itu. Dia benar-benar membenci Eloisa. Wanita itu tidak lebih baik darinya, tapi orang-orang yang dia inginkan selalu lebih menyukai wanita itu daripada dirinya!
“Saya tidak apa-apa,” kata Eloisa saat mereka sampai di depan kasir obat. Namun Darren seperti tidak mendengar perkataannya dan tetap meminta obat untuk memar pada petugas farmasi.
Setelah menerima obat itu, Darren membawa Eloisa untuk duduk di kursi tunggu dan pria itu mulai mengolesi salep memar di pergelangan tangan Eloisa. Jantung Eloisa kembali berdebar. Dia tidak pernah diperlakukan semanis seperti ini oleh pria. Dia terbiasa mandiri dalam melakukan apapun, sehingga sekarang dia merasa aneh jika dia diperlakukan seperti barang rapuh.
Saat dia berpacaran dengan Viktor, lebih banyak dirinya mengurusi keperluan pria itu. Jika dia terluka seperti ini, dia pasti mengobati dirinya sendiri. Pria itu biasanya hanya mengatakan pada dirinya untuk lebih berhati-hati.
Tanpa mereka berdua sadari, Viktor dan Susan sedang memperhatikan mereka dari luar kaca yang menghadap bagian Farmasi. Pasangan suami istri itu sedang berjalan menuju mobil mereka dan tanpa sengaja kembali melihat Darren dan Eloisa. Victor dan Susan terdiam, hati mereka merasa sakit saat melihat bagaimana manisnya Darren memperlakukan Eloisa.
Dada Viktor sakit melihat pemandangan romantis itu. Dia menyesal karena dulu kurang memperhatikan Eloisa dan malah memilih untuk bermain api yang membuatnya sekarang harus terjebak bersama dengan wanita yang sangat dia benci sekarang. Wanita licik yang telah merusak kebahagiaannya bersama Eloisa!
Sedangkan Susan merasa sakit karena suaminya tidak pernah memperlakukannya sebaik itu, bahkan setengahnya pun tidak! Dan dia semakin membenci Eloisa karenanya. Pemandangan di depannya membuatnya semakin iri karena merasa Eloisa mendapatkan pria yang lebih baik daripada Victor.
****
Eloisa langsung menurut saat disuruh kembali duduk di kursi sebelah pengemudi. Hati dan pikirannya sekarang sangat lelah. Baginya, bertemu Viktor dan Susan adalah mimpi buruk yang kembali datang. Membuka luka lama yang sudah berusaha dia obati bertahun-tahun. Saat melihat mereka, luka itu seakan langsung mencuat kembali ke permukaan.
Hari ini adalah hari yang sangat sial baginya. Dimulai dari pertemuannya dengan mahasiswa kurang ajar yang membuatnya berakhir di rumah sakit ini dan diakhiri dengan bertemu dengan dua orang yang selama ini dia hindari. Mungkin dia harus mandi kembang setelah sampai di rumah.
“Dimana alamat rumah Anda, Bu Eloisa?” tanya Darren. Dia tidak tertarik mencari tahu drama tadi. Dia bukan orang yang kepo dengan urusan orang lain, tapi dia tidak suka melihat pria yang menggunakan tenaganya untuk memaksa wanita yang lebih lemah dari mereka. Sekarang dia mau mengantar dosennya yang berwajah datar ini pulang ke rumahnya.
Dia memperhatikan wajah datar itu dan menyadari kalau sikap wanita ini sedikit mirip dengan kakaknya. Kaku, datar, minim bicara. Dia tiba-tiba membayangkan bagaimana jika Kak Darius dan dosen ini berpacaran? Mungkin mereka hanya berbicara seperlunya. Satu bertanya dan yang lainnya menjawab, tidak ada obrolan seperti orang pada umumnya. Dia terkekeh geli karena membayangkan hal itu.
“Bu,” panggil Darren lagi. Kali ini dia mengeraskan suaranya, namun sepertinya pikiran wanita itu sedang tidak fokus hingga tidak mendengar panggilannya. Dasar wanita, selalu baper kalau baru ketemu mantan. Entah pria tadi itu mantan pacar atau mantan gebetan? Terlihat jelas kalau masih ada cinta di tatapan pria tadi.
Tiba-tiba rasa isengnya muncul. Dia mendekati wanita itu dan berbisik di telinga Wanita itu.
“Bu Eloisa,” panggilnya sambil berbisik mendesah.
Duk
Eloisa yang terkejut karena Darren berbisik di telinganya, langsung menjauhkan kepalanya dari pria itu yang menyebabkan kepalanya membentur kaca jendela mobil. Dia meringis karena merasakan sakit, lalu menatap tajam pada pria itu yang sekarang sedang menatapnya geli.
“Apa yang kamu lakukan?!” seru Eloisa kesal.
“Dari tadi saya memanggil Ibu, tapi Ibu tidak merespon. Jadi saya mencoba bicara tepat di telinga Ibu, takutnya Ibu memiliki masalah pendengaran,” jawab Darren sambil tersenyum geli melihat Eloisa yang terantuk kaca mobil. Eloisa mendelik melihat wajah tengil mahasiswanya yang sedang meledeknya itu.
“Tadi saya menanyakan alamat rumah Ibu,” kata Darren menjelaskan.
“Kita kembali ke kampus saja,” jawab Eloisa.
“Untuk apa? Ibu masih ada jadwal mengajar?” tanya Darren. Dia melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
“Tidak,” jawab Eloisa.
“Jadi, untuk apa kembali ke kampus? Ada barang yang tertinggal?” tanya Darren lagi.
“Untuk mengembalikan kamu kesana. Memang kamu tidak membawa kendaraan ke kampus?” jawab Eloisa.
“Tadi Dokter mengatakan kalau saya tidak boleh menggunakan pelindung kepala dulu, jadi percuma kembali ke kampus. Nanti saya minta tolong teman saja untuk mengantarkan motor saya ke rumah.” jawab Darren menjelaskan.
“Baiklah. Kalau begitu saya yang antar kamu pulang,” tawar Eloisa. Setidaknya dia bertanggung jawab mengantarkan mahasiswanya ini pulang.
“Tidak perlu. Saya saja yang mengantarkan Ibu pulang. Nanti saya bisa pulang menggunakan taksi,” kata Darren.
Eloisa mengerutkan alisnya kesal. Mengapa pria ini sangat suka mendebatnya? Namun sebelum dia sempat protes, Darren sudah bicara lagi.
“Tangan Ibu harus diistirahatkan. Jadi biar saya yang mengantar Ibu pulang,” kata Darren manis saat melihat wajah dosennya yang sepertinya siap komplain. Bibirnya yang lemes ini sepertinya sudah terbiasa menggombal.
Eloisa mengerjap. Dia terkejut dengan alasan Darren mau mengantarkannya pulang. Pria ini mengkhawatirkan pergelangan tangannya? Tanpa bisa dicegah, wajahnya merona karena perlakuan semanis gula oleh pria yang sangat tampan di depannya ini, apalagi hanya karena sedikit memar di pergelangan tangan!
Alis Darren naik melihat wajah dosennya yang tiba-tiba merona yang jelas dia tahu karena perkataannya. Hal itu membuat rasa isengnya kembali dan ingin mengerjai Eloisa lagi, ternyata bisa merona juga dosen berwajah datar ini. Dia mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh kening wanita itu.
“Tidak panas?” katanya pura-pura bingung seolah tidak tahu kalau wajah wanita itu merona karena kata-katanya.
Eloisa sontak memundurkan kepalanya lagi saat Darren menyentuh keningnya. Dia lupa kalau tadi kepalanya baru terantuk kaca jendela.
Darren yang sudah memprediksi hal itu langsung maju dan tangannya menahan kepala Eloisa agar tidak terantuk kaca lagi. Hal itu membuat wajah mereka menjadi dekat, jaraknya tidak sampai sejengkal tangan. Mereka saling bertatapan dan wajah Eloisa semakin merona karena ditatap intens oleh mahasiswa tampan di depannya. Jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya!
****
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Betapa terkejutnya Eloisa saat keluar dari rumahnya dan menemukan mobil Pak Darius disana. Belum selesai keterkejutannya, kaca jendela mobil itu terbuka dan dia melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat setelah mantan pacarnya dan istrinya itu!“Selamat pagi, Bu El.” sapa Darren dari kursi sebelah pengemudi. Dia tertawa melihat dosennya itu membelalakkan matanya.Eloisa menghentikan lidahnya yang sudah siap memaki si buaya saat melihat Pak Darius yang berada di kursi pengemudi.“Masuklah, Bu Eloisa. Saya akan mengantar anda ke kampus. Mobil anda kemarin ditinggal di kampus,” kata Darius. Eloisa mengerjap bingung, rasanya dia tidak membuat janji untuk dijemput semalam?“Ayo Bu El. Nanti kita terlambat!” kata Darren lagi saat melihat Eloisa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.Akhirnya Eloisa beranjak dari tempatnya dan masuk ke pintu penumpang bagian belakang mobil. Setelah duduk dengan nyaman, dia menyapa Darius.“Selamat pagi, Pak Darius,” sapanya sopan.“Selamat pagi,
Darius menghampiri Eloisa yang masih menatap horor pada Clara. Sepertinya wanita itu agak syok. Gadis-gadis di sekitar Darren memang bisa menjadi brutal setelah diputuskan adiknya itu. “Anda tidak apa-apa, Bu Eloisa?” tanya Darius. Dia menyentuh pundak Eloisa karena mata wanita itu masih fokus pada Clara. Eloisa tersentak karena sentuhan itu dan langsung menoleh pada Darius.“I-iya Pak Darius. Saya tidak apa-apa. Ha-hanya sedikit terkejut,” jawab Eloisa terbata. Perkataannya tidak sesuai dengan wajahnya yang sudah pucat.“Kembali ke tempatmu, Clara Suyanti!” perintah Darius dan dengan terpaksa gadis itu menurut, berjalan kembali ke tempat dirinya tadi berdiri. Di saat bersamaan, terdengar pintu diketuk dan Dokter Sofi masuk ke ruangan.“Anda memanggil saya, Profesor?” tanya Dokter Safi pada Profesor Adianto yang baru saja mengirimkan pesan padanya untuk datang ke ruangan ini.“Iya, Dokter Sofi. Saya ingin bertanya, apakah minggu lalu Bu Eloisa dan Darren datang ke klinik?” tanya Adia
Eloisa sengaja datang ke kampus di waktu yang mepet dengan jam mengajarnya, agar dia tidak diinterogasi oleh rekan-rekannya lagi perihal pernikahannya kemarin. Jadi, dia masuk ke ruang dosen dan langsung menuju mejanya sambil menyapa sekilas dosen-dosen yang masih berada disana, lalu mengambil perlengkapan mengajarnya dan kembali keluar.Beberapa dosen menertawakan tingkah Eloisa yang terlihat jelas sedang menghindari mereka. Mereka yakin Eloisa juga berada di posisi yang tidak enak karena pernikahan unik ini, hanya saja, hal ini memang sangat sulit untuk dipercayai akal sehat.Mereka melihat sendiri kalau Eloisa dan Darius sudah cukup dekat, tapi tiba-tiba di hari H, yang menikah dengan Eloisa adalah adik Darius, dimana Dariusnya sendiri terkesan cuek dengan hal itu. Hari seninnya, Darius masuk kerja seperti biasa, seakan tidak ada pernikahannya yang gagal terlaksana. Apakah mungkin ada prank untuk hal sepenting sebuah pernikahan?Setelah mengantar Eloisa ke kampus dimana dia tidak d
Selama tiga hari menginap di vila, Eloisa sangat dimanjakan oleh Darren. Mereka tidak seperti pengantin baru yang menghabiskan sepanjang hari di kamar, tapi Darren mengajak Eloisa untuk pergi ke tempat-tempat bagus yang ada di sekitar vila tempat mereka menginap.Darren selama ini tidak pernah berjalan berdua dan menikmati waktu bersama-sama dengan Eloisa, walau hanya untuk makan dan melihat-lihat tempat wisata. Karenanya, dia ingin melakukannya mulai dari sekarang, dia akan membuat banyak momen untuknya dan Eloisa, istilahnya ini seperti pacaran setelah menikah. Mereka berjalan berdua di pinggir danau sambil bergandengan tangan, menikmati makanan khas di pinggir jalan. besonya, Darren mengajak Eloisa ke taman, berjalan sambil memberi makan roti tawar pada burung liar.Eloisa banyak tertawa karena memang Darren adalah orang yang menyenangkan, pria itu bisa membawa suasana menjadi ceria dengan tingkahnya. Darren juga tidak pernah menuntut apapun dari Eloisa, dia malah mendorong Eloisa
Tidak terjadi insiden apapun saat acara pemberkatan pernikahan ini, mulai dari Eloisa yang mengucapkan sumpah pernikahannya dengan baik, sampai dengan penandatanganan surat nikah mereka.Kali ini, Darren juga menjadi anak baik, saat disuruh mencium pengantinnya, dia hanya menempelkan bibirnya sebentar dengan bibir Eloisa, dia tidak melumat bibir Eloisa dengan ganas seperti biasanya.Dia mengerti kalau dia harus menjaga martabat Eloisa yang tinggal setengah itu, agar tidak amblas sampai ke dasar. Dalam hati, dia menyabarkan dirinya. Tenang, setelah ini, Eloisa sudah bebas dia peluk, cium dan yang lainnya semau dia, jadi sekarang saja dia harus menjaga sikap!Ada jamuan makan siang di ruangan lain yang sudah disulap menjadi tempat resepsi kecil-kecilan dan disanalah Eloisa tidak bisa menghindar dari rekan-rekan dosennya yang terus menggodanya dan menjadi reporter dadakan.“Ya ampun, Bu Eloisa, kenapa bisa jadi nikahnya dengan Darren?” tanya salah satu Dosen.“Iya, nih, Bu Eloisa, ternyat
Untuk kesekian kalinya, Eloisa berusaha melepaskan pegangan tangan Darren, dan untuk kesekian kalinya juga gagal. Mereka sudah berada di gereja sejak jam sepuluh, dimana keluarga Hartadi dan keluarga Renata juga sedang dalam perjalanan ke gereja ini, tempat dimana sekarang mereka sedang duduk di ruang tunggu pengantin dan keluarganya, sambil bergandengan tangan sejak lima belas menit yang lalu.Karena pernikahan ini hanya berupa pemberkatan pernikahan saja, dan semua dekorasi dan persiapan sudah dibereskan oleh staf gereja dan Lukas dkk, jadi mereka memang hanya menunggu waktu saja sekarang.“Lepaskan tanganku, Darren,” pinta Eloisa.“Tidak mau,” jawab Darren sambil tersenyum menggoda.“Kenapa juga harus pegangan tangan terus!” keluh Eloisa.“Karena aku tidak boleh memelukmu atau menciummu,” jawab Darren yang membuat Eloisa langsung cemberut, tapi lalu menyerah mencoba menarik tangannya. Sedangkan sebelah tangan Darren masih sibuk mencomot camilan yang disediakan disana, berupa kue-ku
Karena hari masih pagi dan hari ini adalah hari minggu, mobil yang dikendarai Darren tiba di rumah Eloisa dalam waktu setengah jam.Manda terkejut saat melihat Darren yang sudah rapi, di depan rumahnya. Eloisa memang sudah memberitahu kalau Darren sudah menyewa makeup artis untuk mendandani putrinya itu, tapi dia tidak tahu kalau Darren juga akan datang pagi ini, dia pikir mereka akan bertemu di gereja.“Pagi, Bu,” sapa Darren yang lalu memperkenalkan Jane.“Pagi, Darren,” Manda membalas sapaan Darren dan kemudian berkenalan dengan Jane.“Saya mengantar Jane kemari, sekalian membawa pakaian dan barang-barang saya. Ayah ada?” tanya Darren luwes yang membuat Manda kembali takjub saat melihat sebuah koper besar dan sebuah koper kecil, yang dibawa Darren.“Ayah sedang menyirami bonsainya di belakang,” jawab Manda.“Baik. Darren akan mengantar Jane ke kamar Eloisa dulu, nanti baru menyapa Ayah,” kata Darren sopan.“Ya, mari Ibu antar ke kamar Eloisa,” jawab Manda yang lalu menuntun jalan u
Hari yang ditunggu telah tiba. Darren bangun di jam enam pagi dan mandi. Dia dengan semangat menunggu Jane datang ke rumahnya untuk membantunya membereskan wajahnya yang hari ini tampak lebih mengerikan daripada kemarin, padahal dia sudah terus mengompres wajahnya itu sejak semalam.“Selamat pagi semuanya!” seru Darren semangat saat memasuki ruang makan.“Kau sangat bersemangat,” kekeh Rosaline yang sedang menyiapkan sarapan. Adianto sedang duduk dan minum kopi, sedangkan Darius sekarang sedang mandi, tadi dia mengalah dan membiarkan adiknya mandi dulu, sedangkan Donny, dia masih tidur.“Tentu saja. Aku menikah hari ini,” kata Darren riang sambil bersenandung.“Kau yakin ingin menikah dengan wajah seperti itu?” tanya Adianto menggoda putranya dan betul saja, senandung Darren langsung berhenti.“Walau aku masuk rumah sakit, Eloisa tetap harus menikah denganku disana,” kata Darren mengerucutkan bibirnya.“Mama juga, kalau ingin membantuku menikah dengan Eloisa hari ini, mengapa juga mem
Manda dan Anto memperhatikan saat Darren dan Eloisa keluar dari rumah sambil bergandengan tangan, yang katanya masih akan mengurus urusan pernikahan mereka.“Aku merasa seperti sedang bermimpi,” kata Manda dengan mata yang masih memperhatikan Darren yang sekarang sedang membukakan pintu untuk Eloisa.“Mungkin Eloisa memang akan lebih bahagia dengan Darren. Aku bisa melihat kalau Darren memang mencintai Eloisa,” kata Anto yang juga memperhatikan hal manis itu.“Menurutku, Darren sangat bucin pada Eloisa.” kata Manda sambil tertawa bahagia. Dia juga menyadari kalau sepertinya Eloisa memang juga mencintai Darren. Walau sejak tadi Eloisa terlihat agak risih dengan perlakuan manis Darren, tapi dia tidak menghindar saat Darren menunjukkan perhatiannya. Mungkin putrinya itu hanya belum terbiasa dengan sikap Darren yang terlalu jujur dalam menunjukkan perasaannya.Berbeda dengan saat bersama Viktor dulu, baik Eloisa ataupun Viktor selalu menjaga sikap, mereka hanya sesekali bergandengan tanga
“Saya mencintai Eloisa dan Eloisa juga mencintai saya. Jadi, besok sayalah yang akan menikah dengan Eloisa,” kata Darren. Sejak tadi dia sudah memikirkan banyak kalimat manis untuk membujuk kedua calon mertuanya, tapi begitu duduk di depan kedua calon mertuanya, otaknya kosong.“Kenapa langsung ngomong begitu!” omel Eloisa sambil memukul paha Darren karena perkataan frontal pria itu. Sedangkan kedua orang tua Eloisa, masih bengong menatap Darren.“A-apa maksud perkataan, Nak Darren?” tanya Anto yang masih syok. Dia berpikir kalau mungkin dia sudah tua, jadi telinganya salah dengar.“Besok saya yang akan menikah dengan Eloisa, bukan Kak Darius,” kata Darren perlahan sambil menggamit tangan Eloisa yang tadi memukul pahanya. Kedua orang tua itu semakin terbelalak saat melihat tangan Eloisa dan Darren yang menyatu.“Bukan begitu, Ayah, Ibu. Eloisa bisa jelaskan,” kata Eloisa sambil berusaha menarik tangannya dari Darren, yang tentu saja gagal karena Darren malah mengeratkan pegangannya pa
“Broken white,” jawab Eloisa berlagak tidak peduli pada tatapan syok Maya.“Mbak, pilihkan jas yang senada dengan gaun calon istriku ini, dong,” kata Darren pada Maya. Walau awalnya sangat terkejut, ditambah dengan perkataan Darren barusan, dia tetap menyahut dengan sopan.“Se-senada dengan gaun Bu Eloisa?” tanyanya memastikan.“Iya. yang paling mirip, ya,” jawab Darren sambil tersenyum.“Baik, Pak Darren,” jawab Maya yang langsung memperhatikan jas-jas berwarna broken white dan akhirnya memilih dua stel yang menurutnya cocok dipadankan dengan gaun Eloisa, lalu mengeluarkannya dari gantungan dan menunjukkannya pada Darren. Dalam hati dia berpikir kalau mungkin pria kaku yang kemarin mengambil jas tiba-tiba kabur sehari sebelum pernikahan dan pria di depannya ini adalah mempelai pengganti. Maklum, otaknya sudah sedikit konslet karena kebanyakan membaca novel roman online.“Menurutmu, bagusan yang mana, sayang?” tanya Darren pada Eloisa.“Kau coba saja mana yang pas di tubuhmu,” jawab E