Share

BAB 4: MERONA

Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.

Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa. 

Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.

“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.

“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menatap dengan penuh perhatian yang membuat jantung Eloisa sekarang berdisko. Dia hanya menggeleng, rasanya suaranya tidak akan bisa keluar. Bagaimana dia bisa bicara jika ditatap begitu intens oleh pria yang sangat tampan dengan mata sebiru laut. Bisa hanyut hati ini terbawa ombak ke dalam birunya bola mata itu!

“Ayo, kita ke bagian farmasi lagi. Kita minta obat untuk mengobati tanganmu,” kata Darren sambil mendorong pelan punggung Eloisa untuk berjalan. Mereka berjalan beriringan tanpa menoleh pada pasangan suami istri itu. Eloisa bersyukur karena kedatangan Darren, akhirnya dia bisa menjauh dari kedua orang yang tidak pernah ingin dia temui lagi!

Susan dan Victor menatap kepergian dua orang itu dengan emosi yang terpancar di mata mereka. Mereka sama-sama emosi, tapi dengan alasan yang berbeda.

Victor emosi karena cemburu, dia berpikir kalau pria itu adalah kekasih baru Eloisa. Pria itu terlihat sangat menjaga Eloisa. 

Sedangkan Susan emosi karena iri. Dia tidak mengerti mengapa Eloisa selalu bisa mendapatkan pria yang berkualitas? Pria itu sangat tampan dan memperlakukan Eloisa seakan Eloisa adalah putri yang harus dilindungi.

Begitu juga dengan Victor. Dia yang memperkenalkan Victor pada Eloisa, tapi pria itu malah tertarik pada Eloisa daripada dirinya, padahal dirinya lebih cantik dan jauh lebih modis daripada Eloisa yang sederhana, namun dia bahkan harus menjebak Victor agar menikahinya.

Dan sampai sekarang, suaminya membencinya karena mengetahui hal itu. Dia benar-benar membenci Eloisa. Wanita itu tidak lebih baik darinya, tapi orang-orang yang dia inginkan selalu lebih menyukai wanita itu daripada dirinya!

“Saya tidak apa-apa,” kata Eloisa saat mereka sampai di depan kasir obat. Namun Darren seperti tidak mendengar perkataannya dan tetap meminta obat untuk memar pada petugas farmasi. 

Setelah menerima obat itu, Darren membawa Eloisa untuk duduk di kursi tunggu dan pria itu mulai mengolesi salep memar di pergelangan tangan Eloisa. Jantung Eloisa kembali berdebar. Dia tidak pernah diperlakukan semanis seperti ini oleh pria. Dia terbiasa mandiri dalam melakukan apapun, sehingga sekarang dia merasa aneh jika dia diperlakukan seperti barang rapuh.

Saat dia berpacaran dengan Viktor, lebih banyak dirinya mengurusi keperluan pria itu. Jika dia terluka seperti ini, dia pasti mengobati dirinya sendiri. Pria itu biasanya hanya mengatakan pada dirinya untuk lebih berhati-hati.

Tanpa mereka berdua sadari, Viktor dan Susan sedang memperhatikan mereka dari luar kaca yang menghadap bagian Farmasi. Pasangan suami istri itu sedang berjalan menuju mobil mereka dan tanpa sengaja kembali melihat Darren dan Eloisa. Victor dan Susan terdiam, hati mereka merasa sakit saat melihat bagaimana manisnya Darren memperlakukan Eloisa. 

Dada Viktor sakit melihat pemandangan romantis itu. Dia menyesal karena dulu kurang memperhatikan Eloisa dan malah memilih untuk bermain api yang membuatnya sekarang harus terjebak bersama dengan wanita yang sangat dia benci sekarang. Wanita licik yang telah merusak kebahagiaannya bersama Eloisa! 

Sedangkan Susan merasa sakit karena suaminya tidak pernah memperlakukannya sebaik itu, bahkan setengahnya pun tidak! Dan dia semakin membenci Eloisa karenanya. Pemandangan di depannya membuatnya semakin iri karena merasa Eloisa mendapatkan pria yang lebih baik daripada Victor.

****

Eloisa langsung menurut saat disuruh kembali duduk di kursi sebelah pengemudi. Hati dan pikirannya sekarang sangat lelah. Baginya, bertemu Viktor dan Susan adalah mimpi buruk yang kembali datang. Membuka luka lama yang sudah berusaha dia obati bertahun-tahun. Saat melihat mereka, luka itu seakan langsung mencuat kembali ke permukaan.

Hari ini adalah hari yang sangat sial baginya. Dimulai dari pertemuannya dengan mahasiswa kurang ajar yang membuatnya berakhir di rumah sakit ini dan diakhiri dengan bertemu dengan dua orang yang selama ini dia hindari. Mungkin dia harus mandi kembang setelah sampai di rumah.

“Dimana alamat rumah Anda, Bu Eloisa?” tanya Darren. Dia tidak tertarik mencari tahu drama tadi. Dia bukan orang yang kepo dengan urusan orang lain, tapi dia tidak suka melihat pria yang menggunakan tenaganya untuk memaksa wanita yang lebih lemah dari mereka. Sekarang dia mau mengantar dosennya yang berwajah datar ini pulang ke rumahnya. 

Dia memperhatikan wajah datar itu dan menyadari kalau sikap wanita ini sedikit mirip dengan kakaknya. Kaku, datar, minim bicara. Dia tiba-tiba membayangkan bagaimana jika Kak Darius dan dosen ini berpacaran? Mungkin mereka hanya berbicara seperlunya. Satu bertanya dan yang lainnya menjawab, tidak ada obrolan seperti orang pada umumnya. Dia terkekeh geli karena membayangkan hal itu. 

“Bu,” panggil Darren lagi. Kali ini dia mengeraskan suaranya, namun sepertinya pikiran wanita itu sedang tidak fokus hingga tidak mendengar panggilannya. Dasar wanita, selalu baper kalau baru ketemu mantan. Entah pria tadi itu mantan pacar atau mantan gebetan? Terlihat jelas kalau masih ada cinta di tatapan pria tadi. 

Tiba-tiba rasa isengnya muncul. Dia mendekati wanita itu dan berbisik di telinga Wanita itu.

“Bu Eloisa,” panggilnya sambil berbisik mendesah.

Duk 

Eloisa yang terkejut karena Darren berbisik di telinganya, langsung menjauhkan kepalanya dari pria itu yang menyebabkan kepalanya membentur kaca jendela mobil. Dia meringis karena merasakan sakit, lalu menatap tajam pada pria itu yang sekarang sedang menatapnya geli.

“Apa yang kamu lakukan?!” seru Eloisa kesal.

“Dari tadi saya memanggil Ibu, tapi Ibu tidak merespon. Jadi saya mencoba bicara tepat di telinga Ibu, takutnya Ibu memiliki masalah pendengaran,” jawab Darren sambil tersenyum geli melihat Eloisa yang terantuk kaca mobil. Eloisa mendelik melihat wajah tengil mahasiswanya yang sedang meledeknya itu. 

“Tadi saya menanyakan alamat rumah Ibu,” kata Darren menjelaskan.

“Kita kembali ke kampus saja,” jawab Eloisa.

“Untuk apa? Ibu masih ada jadwal mengajar?” tanya Darren. Dia melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

“Tidak,” jawab Eloisa.

“Jadi, untuk apa kembali ke kampus? Ada barang yang tertinggal?” tanya Darren lagi.

“Untuk mengembalikan kamu kesana. Memang kamu tidak membawa kendaraan ke kampus?” jawab Eloisa.

“Tadi Dokter mengatakan kalau saya tidak boleh menggunakan pelindung kepala dulu, jadi percuma kembali ke kampus. Nanti saya minta tolong teman saja untuk mengantarkan motor saya ke rumah.” jawab Darren menjelaskan.

“Baiklah. Kalau begitu saya yang antar kamu pulang,” tawar Eloisa. Setidaknya dia bertanggung jawab mengantarkan mahasiswanya ini pulang.

“Tidak perlu. Saya saja yang mengantarkan Ibu pulang. Nanti saya bisa pulang menggunakan taksi,” kata Darren. 

Eloisa mengerutkan alisnya kesal. Mengapa pria ini sangat suka mendebatnya? Namun sebelum dia sempat protes, Darren sudah bicara lagi.

“Tangan Ibu harus diistirahatkan. Jadi biar saya yang mengantar Ibu pulang,” kata Darren manis saat melihat wajah dosennya yang sepertinya siap komplain. Bibirnya yang lemes ini sepertinya sudah terbiasa menggombal.

Eloisa mengerjap. Dia terkejut dengan alasan Darren mau mengantarkannya pulang. Pria ini mengkhawatirkan pergelangan tangannya? Tanpa bisa dicegah, wajahnya merona karena perlakuan semanis gula oleh pria yang sangat tampan di depannya ini, apalagi hanya karena sedikit memar di pergelangan tangan! 

Alis Darren naik melihat wajah dosennya yang tiba-tiba merona yang jelas dia tahu karena perkataannya. Hal itu membuat rasa isengnya kembali dan ingin mengerjai Eloisa lagi, ternyata bisa merona juga dosen berwajah datar ini. Dia mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh kening wanita itu.

“Tidak panas?” katanya pura-pura bingung seolah tidak tahu kalau wajah wanita itu merona karena kata-katanya.

Eloisa sontak memundurkan kepalanya lagi saat Darren menyentuh keningnya. Dia lupa kalau tadi kepalanya baru terantuk kaca jendela.

Darren yang sudah memprediksi hal itu langsung maju dan tangannya menahan kepala Eloisa agar tidak terantuk kaca lagi. Hal itu membuat wajah mereka menjadi dekat, jaraknya tidak sampai sejengkal tangan. Mereka saling bertatapan dan wajah Eloisa semakin merona karena ditatap intens oleh mahasiswa tampan di depannya. Jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya!

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status