Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.
Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa.
Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.
“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.
“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menatap dengan penuh perhatian yang membuat jantung Eloisa sekarang berdisko. Dia hanya menggeleng, rasanya suaranya tidak akan bisa keluar. Bagaimana dia bisa bicara jika ditatap begitu intens oleh pria yang sangat tampan dengan mata sebiru laut. Bisa hanyut hati ini terbawa ombak ke dalam birunya bola mata itu!
“Ayo, kita ke bagian farmasi lagi. Kita minta obat untuk mengobati tanganmu,” kata Darren sambil mendorong pelan punggung Eloisa untuk berjalan. Mereka berjalan beriringan tanpa menoleh pada pasangan suami istri itu. Eloisa bersyukur karena kedatangan Darren, akhirnya dia bisa menjauh dari kedua orang yang tidak pernah ingin dia temui lagi!
Susan dan Victor menatap kepergian dua orang itu dengan emosi yang terpancar di mata mereka. Mereka sama-sama emosi, tapi dengan alasan yang berbeda.
Victor emosi karena cemburu, dia berpikir kalau pria itu adalah kekasih baru Eloisa. Pria itu terlihat sangat menjaga Eloisa.
Sedangkan Susan emosi karena iri. Dia tidak mengerti mengapa Eloisa selalu bisa mendapatkan pria yang berkualitas? Pria itu sangat tampan dan memperlakukan Eloisa seakan Eloisa adalah putri yang harus dilindungi.
Begitu juga dengan Victor. Dia yang memperkenalkan Victor pada Eloisa, tapi pria itu malah tertarik pada Eloisa daripada dirinya, padahal dirinya lebih cantik dan jauh lebih modis daripada Eloisa yang sederhana, namun dia bahkan harus menjebak Victor agar menikahinya.
Dan sampai sekarang, suaminya membencinya karena mengetahui hal itu. Dia benar-benar membenci Eloisa. Wanita itu tidak lebih baik darinya, tapi orang-orang yang dia inginkan selalu lebih menyukai wanita itu daripada dirinya!
“Saya tidak apa-apa,” kata Eloisa saat mereka sampai di depan kasir obat. Namun Darren seperti tidak mendengar perkataannya dan tetap meminta obat untuk memar pada petugas farmasi.
Setelah menerima obat itu, Darren membawa Eloisa untuk duduk di kursi tunggu dan pria itu mulai mengolesi salep memar di pergelangan tangan Eloisa. Jantung Eloisa kembali berdebar. Dia tidak pernah diperlakukan semanis seperti ini oleh pria. Dia terbiasa mandiri dalam melakukan apapun, sehingga sekarang dia merasa aneh jika dia diperlakukan seperti barang rapuh.
Saat dia berpacaran dengan Viktor, lebih banyak dirinya mengurusi keperluan pria itu. Jika dia terluka seperti ini, dia pasti mengobati dirinya sendiri. Pria itu biasanya hanya mengatakan pada dirinya untuk lebih berhati-hati.
Tanpa mereka berdua sadari, Viktor dan Susan sedang memperhatikan mereka dari luar kaca yang menghadap bagian Farmasi. Pasangan suami istri itu sedang berjalan menuju mobil mereka dan tanpa sengaja kembali melihat Darren dan Eloisa. Victor dan Susan terdiam, hati mereka merasa sakit saat melihat bagaimana manisnya Darren memperlakukan Eloisa.
Dada Viktor sakit melihat pemandangan romantis itu. Dia menyesal karena dulu kurang memperhatikan Eloisa dan malah memilih untuk bermain api yang membuatnya sekarang harus terjebak bersama dengan wanita yang sangat dia benci sekarang. Wanita licik yang telah merusak kebahagiaannya bersama Eloisa!
Sedangkan Susan merasa sakit karena suaminya tidak pernah memperlakukannya sebaik itu, bahkan setengahnya pun tidak! Dan dia semakin membenci Eloisa karenanya. Pemandangan di depannya membuatnya semakin iri karena merasa Eloisa mendapatkan pria yang lebih baik daripada Victor.
****
Eloisa langsung menurut saat disuruh kembali duduk di kursi sebelah pengemudi. Hati dan pikirannya sekarang sangat lelah. Baginya, bertemu Viktor dan Susan adalah mimpi buruk yang kembali datang. Membuka luka lama yang sudah berusaha dia obati bertahun-tahun. Saat melihat mereka, luka itu seakan langsung mencuat kembali ke permukaan.
Hari ini adalah hari yang sangat sial baginya. Dimulai dari pertemuannya dengan mahasiswa kurang ajar yang membuatnya berakhir di rumah sakit ini dan diakhiri dengan bertemu dengan dua orang yang selama ini dia hindari. Mungkin dia harus mandi kembang setelah sampai di rumah.
“Dimana alamat rumah Anda, Bu Eloisa?” tanya Darren. Dia tidak tertarik mencari tahu drama tadi. Dia bukan orang yang kepo dengan urusan orang lain, tapi dia tidak suka melihat pria yang menggunakan tenaganya untuk memaksa wanita yang lebih lemah dari mereka. Sekarang dia mau mengantar dosennya yang berwajah datar ini pulang ke rumahnya.
Dia memperhatikan wajah datar itu dan menyadari kalau sikap wanita ini sedikit mirip dengan kakaknya. Kaku, datar, minim bicara. Dia tiba-tiba membayangkan bagaimana jika Kak Darius dan dosen ini berpacaran? Mungkin mereka hanya berbicara seperlunya. Satu bertanya dan yang lainnya menjawab, tidak ada obrolan seperti orang pada umumnya. Dia terkekeh geli karena membayangkan hal itu.
“Bu,” panggil Darren lagi. Kali ini dia mengeraskan suaranya, namun sepertinya pikiran wanita itu sedang tidak fokus hingga tidak mendengar panggilannya. Dasar wanita, selalu baper kalau baru ketemu mantan. Entah pria tadi itu mantan pacar atau mantan gebetan? Terlihat jelas kalau masih ada cinta di tatapan pria tadi.
Tiba-tiba rasa isengnya muncul. Dia mendekati wanita itu dan berbisik di telinga Wanita itu.
“Bu Eloisa,” panggilnya sambil berbisik mendesah.
Duk
Eloisa yang terkejut karena Darren berbisik di telinganya, langsung menjauhkan kepalanya dari pria itu yang menyebabkan kepalanya membentur kaca jendela mobil. Dia meringis karena merasakan sakit, lalu menatap tajam pada pria itu yang sekarang sedang menatapnya geli.
“Apa yang kamu lakukan?!” seru Eloisa kesal.
“Dari tadi saya memanggil Ibu, tapi Ibu tidak merespon. Jadi saya mencoba bicara tepat di telinga Ibu, takutnya Ibu memiliki masalah pendengaran,” jawab Darren sambil tersenyum geli melihat Eloisa yang terantuk kaca mobil. Eloisa mendelik melihat wajah tengil mahasiswanya yang sedang meledeknya itu.
“Tadi saya menanyakan alamat rumah Ibu,” kata Darren menjelaskan.
“Kita kembali ke kampus saja,” jawab Eloisa.
“Untuk apa? Ibu masih ada jadwal mengajar?” tanya Darren. Dia melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
“Tidak,” jawab Eloisa.
“Jadi, untuk apa kembali ke kampus? Ada barang yang tertinggal?” tanya Darren lagi.
“Untuk mengembalikan kamu kesana. Memang kamu tidak membawa kendaraan ke kampus?” jawab Eloisa.
“Tadi Dokter mengatakan kalau saya tidak boleh menggunakan pelindung kepala dulu, jadi percuma kembali ke kampus. Nanti saya minta tolong teman saja untuk mengantarkan motor saya ke rumah.” jawab Darren menjelaskan.
“Baiklah. Kalau begitu saya yang antar kamu pulang,” tawar Eloisa. Setidaknya dia bertanggung jawab mengantarkan mahasiswanya ini pulang.
“Tidak perlu. Saya saja yang mengantarkan Ibu pulang. Nanti saya bisa pulang menggunakan taksi,” kata Darren.
Eloisa mengerutkan alisnya kesal. Mengapa pria ini sangat suka mendebatnya? Namun sebelum dia sempat protes, Darren sudah bicara lagi.
“Tangan Ibu harus diistirahatkan. Jadi biar saya yang mengantar Ibu pulang,” kata Darren manis saat melihat wajah dosennya yang sepertinya siap komplain. Bibirnya yang lemes ini sepertinya sudah terbiasa menggombal.
Eloisa mengerjap. Dia terkejut dengan alasan Darren mau mengantarkannya pulang. Pria ini mengkhawatirkan pergelangan tangannya? Tanpa bisa dicegah, wajahnya merona karena perlakuan semanis gula oleh pria yang sangat tampan di depannya ini, apalagi hanya karena sedikit memar di pergelangan tangan!
Alis Darren naik melihat wajah dosennya yang tiba-tiba merona yang jelas dia tahu karena perkataannya. Hal itu membuat rasa isengnya kembali dan ingin mengerjai Eloisa lagi, ternyata bisa merona juga dosen berwajah datar ini. Dia mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh kening wanita itu.
“Tidak panas?” katanya pura-pura bingung seolah tidak tahu kalau wajah wanita itu merona karena kata-katanya.
Eloisa sontak memundurkan kepalanya lagi saat Darren menyentuh keningnya. Dia lupa kalau tadi kepalanya baru terantuk kaca jendela.
Darren yang sudah memprediksi hal itu langsung maju dan tangannya menahan kepala Eloisa agar tidak terantuk kaca lagi. Hal itu membuat wajah mereka menjadi dekat, jaraknya tidak sampai sejengkal tangan. Mereka saling bertatapan dan wajah Eloisa semakin merona karena ditatap intens oleh mahasiswa tampan di depannya. Jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya!
****
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Betapa terkejutnya Eloisa saat keluar dari rumahnya dan menemukan mobil Pak Darius disana. Belum selesai keterkejutannya, kaca jendela mobil itu terbuka dan dia melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat setelah mantan pacarnya dan istrinya itu!“Selamat pagi, Bu El.” sapa Darren dari kursi sebelah pengemudi. Dia tertawa melihat dosennya itu membelalakkan matanya.Eloisa menghentikan lidahnya yang sudah siap memaki si buaya saat melihat Pak Darius yang berada di kursi pengemudi.“Masuklah, Bu Eloisa. Saya akan mengantar anda ke kampus. Mobil anda kemarin ditinggal di kampus,” kata Darius. Eloisa mengerjap bingung, rasanya dia tidak membuat janji untuk dijemput semalam?“Ayo Bu El. Nanti kita terlambat!” kata Darren lagi saat melihat Eloisa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.Akhirnya Eloisa beranjak dari tempatnya dan masuk ke pintu penumpang bagian belakang mobil. Setelah duduk dengan nyaman, dia menyapa Darius.“Selamat pagi, Pak Darius,” sapanya sopan.“Selamat pagi,
Darius menghampiri Eloisa yang masih menatap horor pada Clara. Sepertinya wanita itu agak syok. Gadis-gadis di sekitar Darren memang bisa menjadi brutal setelah diputuskan adiknya itu. “Anda tidak apa-apa, Bu Eloisa?” tanya Darius. Dia menyentuh pundak Eloisa karena mata wanita itu masih fokus pada Clara. Eloisa tersentak karena sentuhan itu dan langsung menoleh pada Darius.“I-iya Pak Darius. Saya tidak apa-apa. Ha-hanya sedikit terkejut,” jawab Eloisa terbata. Perkataannya tidak sesuai dengan wajahnya yang sudah pucat.“Kembali ke tempatmu, Clara Suyanti!” perintah Darius dan dengan terpaksa gadis itu menurut, berjalan kembali ke tempat dirinya tadi berdiri. Di saat bersamaan, terdengar pintu diketuk dan Dokter Sofi masuk ke ruangan.“Anda memanggil saya, Profesor?” tanya Dokter Safi pada Profesor Adianto yang baru saja mengirimkan pesan padanya untuk datang ke ruangan ini.“Iya, Dokter Sofi. Saya ingin bertanya, apakah minggu lalu Bu Eloisa dan Darren datang ke klinik?” tanya Adia
“Darren menculik Eloisa!” pekik Rosaline histeris. Putranya yang telah dia besarkan dengan keras dan penuh tanggung jawab, sekarang melakukan kejahatan dengan menculik seorang wanita!Padahal Darren hanya perlu memberitahu mereka dan mereka pasti akan mencari jalan keluar, kenapa juga Darren memilih melakukan tindakan kriminal seperti ini? Jelas Darren mengatakan kalau dia ingin menyakinkan Eloisa dan itu artinya Eloisa tidak ikut dengannya dengan sukarela.“Padahal kemarin aku sudah mengatakan padanya untuk membawa wanita itu setelah pernikahan Darius!” marah Rosaline.“Ma, wanita itu adalah Eloisa. Bagaimana dia bisa membawanya setelah pernikahan Darius dan Eloisa?” kata Darius menjelaskan dan Rosaline menoleh pada Darius dengan tercengang, seakan baru menyadari kalau wanita yang dimaksud Darren adalah calon istri Darius.“Tenangkan dirimu dulu,” kata Adianto sambil meremas lembut tangan istrinya untuk menenangkan emosi istrinya yang sudah meledak.“Anak itu!” geram Rosaline. Berbul
Hari ini Darius mengajar hanya sampai jam tiga sore. Dia merapikan berkas di mejanya dan bersiap untuk pulang. Sebelum meninggalkan ruangannya, dia menatap pada meja kerjanya dan menghela nafas berat. Saat hari senin dia masuk kerja nanti, statusnya sudah berubah menjadi seorang suami.Walau dia berusaha mengabaikan perasaan tidak nyamannya selama ini dan menganggap kalau apa yang diinginkan Ibunya adalah sesuatu yang benar untuknya, sebenarnya dia lebih suka kesendiriannya. Tidak ada yang salah dengan Eloisa, tapi dia hanya tidak ingin bersama wanita manapun sekarang.Saat bersama Fiona dulu, dia sudah mengenal Fiona bertahun-tahun dan mereka sering melakukan beberapa hal bersama, Fiona juga tahu cara menjaga batasannya, yang membuatnya cukup nyaman bersama Fiona, karenanya, dia tidak keberatan menikah dengan Fiona. Tapi Eloisa Renata? Wanita itu bahkan seperti ada dan tiada, wanita itu tidak pernah menunjukkan keberadaannya jika tidak diminta.Bukannya dia ingin dicari atau menyukai
“Ma,” panggil Darren saat mereka sedang berjalan menuju parkiran.“Ya,” jawab Rosaline.“Apa yang akan Mama lakukan padaku jika aku membuat kesalahan fatal?” tanya Darren.“Kesalahan fatal seperti apa?” tanya Rosaline curiga. Dia langsung teringat cerita Darius malam dua hari yang lalu.“Menculik orang, mungkin,” kata Darren acuh sambil mengendikkan sebelah bahunya.“Mama akan menghajarmu sampai setengah mati dulu, sebelum menyerahkanmu pada polisi. Jadi buang pikiran tidak benar itu dari kepalamu.” kata Rosaline mendelik galak.“Kan, cuma misal,” kata Darren cengengesan walau dalam hati jantungnya jumpalitan. Mama tidak kenal ampun dan akan tega menghajar putra tampannya ini. Setengah mati yang dimaksud Ibunya pasti beneran setengah mati!“Jangan membuat keributan yang tidak perlu. Bawa wanita itu ke rumah setelah pernikahan Darius,” kata Rosaline.“Wanita itu?” Darren mengerutkan alis.“Wanita yang kau cintai itu. Jika kalian memang saling mencintai, maka bawa dia bertemu dengan Pap
Untuk kesekian kalinya, Eloisa meninggalkan Darren di rooftop, namun kali ini reaksi Darren berbeda dengan sebelumnya. Dia tidak diam dan terpuruk, tapi dia teringat percakapannya dengan Nick sebelum dia melamar Eloisa minggu lalu.Eloisa jelas tadi mengatakan kalau dia tidak bisa membatalkan pernikahan ini karena akan mempermalukan kedua keluarga, bukan karena tidak menginginkannya.Sedangkan keluarganya? Apa yang mereka inginkan? Sepanjang yang dia tahu selama hidup dengan keluarganya yang hangat, bagi mereka, kebahagiaan anggota keluarga mereka adalah yang terpenting.Sudah pasti yang bahagia saat Eloisa menikah dengan Kak Darius adalah Mama, tapi apakah Mama akan bahagia jika tahu dia akan menderita jika Eloisa menikah dengan Kak Darius?Dia kembali teringat perkataan Nick dulu, saat sahabatnya itu mengingatkannya kalau keluarganya tidak akan bahagia jika tahu dia mencintai Eloisa. Dulu dia bisa mengalah saat merasa kalau Eloisa tidak mencintainya, dimana Eloisa juga tidak akan ba
Darius sedang duduk di sofa yang ada di ruang kerja Adianto, bersama dengan Rosaline. Darius sudah menceritakan apa yang dia lihat di perjalanan pulangnya tadi, begitu juga dengan hasil pengamatannya terhadap Darren beberapa bulan ini, dan sekarang dia meminta kedua orang tuanya untuk merestui pilihan Darren.Ketiga orang itu diam dengan pikiran masing-masing, hingga pada akhirnya suara Rosaline yang memecah keheningan itu.“Bisakah kita mengalah sekali ini lagi, selama wanita itu belum menikah?” tanya Rosaline penuh harap pada suaminya. Pada akhirnya, yang diinginkan oleh orang tua adalah kebahagiaan anak-anaknya.“Aku tidak bisa menjanjikan hal itu, tapi aku akan memberi mereka kesempatan. Suruh Darren membawa wanita itu dulu, setelahnya baru kita lihat apakah wanita itu layak atau tidak untuk diperjuangkan oleh Darren?” jawab Adianto dengan berat hati.Menurutnya, tidak sepantasnya seorang wanita dekat dengan pria lain saat masih memiliki pasangan, apalagi sudah sampai tahap akan m
Nardi mundur beberapa langkah karena pukulan yang tiba-tiba dilayangkan padanya.“Brengsek!” marah Nardi yang berniat membalas pukulan Nick.“Kurasa kau ingin menemani temanmu dirawat, aku dengan senang hati mewujudkannya,” ancam Nick. Daripada berniat membela kehormatan Eloisa, dia lebih berpikir untuk menyelamatkan pria di depannya ini dari amukan Darren, yang nantinya pasti membuat semua ini akan semakin runyam.Nardi langsung mundur beberapa langkah saat mendengar ancaman itu, foto wajah Viktor yang dikirim pegawainya langsung terbayang di kepalanya.“Kalian manusia barbar. Aku akan menuntutmu!” ancam Nardi.“Beginilah orang pengecut, hanya bisa mengancam,” ejek Nick. keluarganya adalah salah satu orang terkaya di kota ini, bisakah seorang pemilik restoran mengancamnya?Sedangkan Darren, tangannya sekarang masih digenggam erat oleh Eloisa yang khawatir kalau Darren akan memukuli Nardi.“Memang aku tadi mengatakan pada Viktor kalau aku hamil, biarkan dia mengatakan apapun yang dia
“Bu Eloisa, pegangi Darren!” kata Nick sambil berdiri dan Eloisa langsung memegang sebelah tangan Darren dengan kedua tangannya.“Kami juga akan menuntutmu karena restoranmu karena bekerja sama untuk menculik wanita,” Nick balas mengancam.“Silahkan saja. Kau tidak memiliki bukti,” kata Nardi meremehkan. Dia sudah melihat rekaman cctv di ruangan itu dan langsung menyuruh karyawannya menghapusnya, lalu merusak cctv di dalam ruangan itu. Jadi yang akan terlihat di rekaman cctv restorannya hanyalah Darren datang dan mengacau, memukul, lalu mengancam karyawannya untuk bisa masuk ke dalam ruangan VIP.Dia lalu menoleh pada Eloisa yang masih memegangi tangan Darren.“Jadi kau sekarang pacaran dengan brondong?” ejek Nardi. Eloisa meremas tangan Darren dengan keras, memperingatkan Darren agar tidak membuat ribut.“Karena kau sudah datang, kami pulang dulu,” kata Eloisa tidak membalas ejekan Nardi. Dia lalu menarik Darren untuk keluar dari ruangan itu, begitu juga Nick yang langsung mengikuti
Eloisa membersihkan luka di tangan Darren dari kotak P3k yang diberikan oleh pegawai disana, setelahnya, mereka semua pergi meninggalkan Darren dan Eloisa di ruangan itu berdua. Mereka juga tidak berani membersihkan bekas darah di lantai, takut pria tadi mati dan tempat ini akan diperiksa polisi dan mereka akan dituduh menghilangkan bukti.Darren memperhatikan seluruh tubuh Eloisa dan memastikan kalau wanita itu tidak terluka.Setelah lukanya selesai diobati, Darren menarik lembut tangan Eloisa dan mereka jalan bergandengan dan keluar dari restoran itu. Darren lalu memakaikan pelindung kepala dan jaket miliknya pada Eloisa.“Kita langsung menyusul ke rumah sakit saja,” pinta Eloisa.“Aku akan mengantarmu pulang dulu, lalu baru akan ke rumah sakit,” jawab Darren.“Aku ikut. Nanti aku yang akan bicara baik-baik dengan orang tua Viktor,” kata Eloisa. Melihat wajah Viktor yang babak belur, dia khawatir orang tua Viktor akan langsung lapor polisi.“Kau mengkhawatirkannya?” kata Darren memi
Eloisa menarik nafas panjang saat melihat Viktor kembali mendekat dengan sapu tangannya itu. Dia akan berusaha agar tidak bernafas sama sekali dan berpura-pura pingsan nanti. Dia baru akan meminta tolong saat Viktor membawanya keluar dari ruangan ini.KlekKlekKlek KlekTerdengar suara pintu dicoba untuk dibuka dari luar. Eloisa dan Viktor langsung menoleh ke arah pintu. Viktor mengerutkan alis karena heran. Dia sudah membayar restoran ini dan meminta karyawan disini tidak mengganggunya.Jantung Eloisa berdebar kencang dan merasa lega, dalam pikirannya, Darrenlah yang berada di luar itu, sedang berusaha menyelamatkannya.Namun setelahnya, tidak terdapat suara apapun lagi dan Viktor kembali menoleh padanya. Tidak terdengar apapun dari luar karena ruangan ini kedap suara, suara dari luar tidak bisa masuk dan suara di dalam tidak bisa keluar.“Mungkin ada yang salah ruangan,” katanya sambil kembali mendekat pada Eloisa yang langsung menggeleng ketakutan.“Viktor, jangan lakukan ini,” p