“Lukanya jangan sampai terkena air karena nanti bisa infeksi. Plester harus diganti dua kali sehari sehabis mandi. Nanti akan saya berikan resep salep luka dan obat anti nyeri , karena kadang akan timbul nyeri. Jika membengkak atau demam, segera kembali ke rumah sakit.” kata Dokter Albert.
“Bagaimana saya mencuci muka kalau lukanya tidak boleh terkena air?” tanya Darren.
“Plesternya tahan air. Jadi setelah mandi, plesternya dibuka dan lukanya diberi salep, lalu tutup lagi dengan plester baru.” jawab Dokter Albert.
“Apakah lukanya akan meninggalkan bekas, Dok?” tanya Darren lagi. Biar bagaimanapun wajahnya adalah aset untuk pekerjaannya sekarang.
“Hm, luka di bagian sini agak dalam. Kemungkinan nanti akan meninggalkan garis putih. Tapi karena kamu pria, kurasa tidak masalah dengan sedikit bekas luka,” kata Dokter Albert sambil menunjuk bagian pipi dekat rahang.
Eloisa memucat mendengar perkataan Dokter Albert. Bagaimana ini kalau memang luka itu berbekas? Sedangkan mahasiswanya ini bekerja sebagai model. Apakah dia harus membayarkan Darren untuk bedah kecantikan?
“Apakah saya bisa menggunakan pelindung kepala untuk naik motor?” tanya Darren yang sehari-hari menggunakan motor untuk beraktivitas.
“Sebaiknya jangan. Luka Anda akan sering tersenggol dan itu bisa membuat luka itu kembali terbuka,” jawab Dokter.
“Baik Dok,” jawab Darren patuh. Lalu dia dan Eloisa keluar dari ruang konsultasi Dokter setelah merasa sudah mendapatkan informasi yang cukup. Mereka berjalan bersisian menuju kasir. Darren sudah membayar sebelum Eloisa sempat mengeluarkan dompetnya.
“Harusnya saya yang bayar!” protes Eloisa. Dia merasa tidak enak, padahal dia yang membuat pria itu terluka.
“Tidak masalah,” jawab Darren santai. Pekerjaannya termasuk mudah dan menghasilkan banyak uang. Dia juga tidak ada tanggungan selain saat kencan dengan pacar-pacarnya itu. Kalau hanya mengajak makan dan nonton, mau berapa banyak jumlah pacarnya juga tidak akan membuatnya bangkrut. Tapi kalau soal hadiah dan barang-barang yang mereka inginkan, mereka harus membelinya sendiri, namanya juga pacar bulanan.
“Berikan nomor rekeningmu, akan saya transfer!” perintah Eloisa. Dia tidak suka berhutang. Apalagi pada tipe orang seperti yang di depannya ini. Dia paling malas kalau nanti diungkit di belakang.
Darren melirik tidak suka pada Eloisa lalu mengacuhkan wanita itu. Dia berjalan meninggalkan Eloisa menuju tempat untuk menunggu penyerahan obat. Dia tidak suka dibantah hanya karena masalah kecil, dan urusan bayaran seperti ini baginya hanya masalah kecil. Masalah besar adalah yang tidak bisa dipecahkan otaknya. Salah satu contohnya adalah ciuman Eloisa tadi, yang membuatnya dengan sengaja membuat wanita itu terus bersamanya sejak dia mencium wanita itu.
Dengan kesal Eloisa bermaksud mengejar Darren karena pria itu tiba-tiba meninggalkannya tanpa mengatakan apapun, namun dia merasa ada yang memanggil dirinya. Dia lalu menoleh ke arah suara dan melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat lagi seumur hidupnya.
Dia bermaksud mengacuhkan wanita itu dan kembali mengejar Darren, namun Susan langsung menghalangi jalannya.
“Apa kabar Eloisa? Sudah lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Susan sambil tersenyum. Dia mengelus perutnya yang sudah cukup besar.
“Minggir. Aku mau lewat!” kata Eloisa. Dia menunjukkan wajah datarnya.
“Kita sudah lama tidak bertemu, bukankah seharusnya kita ngobrol dulu? Bukankah dulu kita teman yang sangat dekat,” kata Susan, senyumnya berubah jadi seringai licik. Dia tidak mau menyingkir dari hadapan Eloisa. Karena dia sedang hamil, dia yakin Eloisa tidak akan berani mendorongnya.
“Aku tidak punya hal apapun untuk dibicarakan denganmu!” sahut Eloisa jutek. Dia membuang wajah ke arah lain, tidak berniat melihat wajah mantan sahabat iblisnya.
“Hm, tapi banyak yang ingin aku ceritakan padamu. Sudah berapa lama kita tidak berjumpa? Mungkin lebih dari empat tahun. Bukankah dulu kita sahabat yang pernah begitu dekat dan saling berbagi segalanya, bahkan berbagi kekasih. Namun sayang sekali akhirnya Viktor memilihku dan membuangmu!” kata Susan dengan nada lembut sambil mengelus perutnya. Sengaja menunjukkan kehamilannya yang sebenarnya pasti sudah diketahui semua orang karena perutnya memang sudah besar.
Eloisa mengepalkan tangannya. Rasanya dia ingin menampar wanita di depannya. Wanita ular berkedok sahabat yang tega berselingkuh dengan pacarnya!
Susan juga menyadari reaksi Eloisa. Dia bersahabat dengan Eloisa sejak kecil, jadi dia tahu kalau sekarang dia sudah berhasil memancing emosi Eloisa. Dia akan membuat wanita itu menderita seperti penderitaan yang dia terima selama ini, yang disebabkan oleh wanita itu.
“Kau tahu kan kalau Victor lebih mencintaiku daripada dirimu yang sudah dipacarinya lama. Karena itulah dia lebih memilih menikahiku daripada dirimu yang kaku dan membosankan. Lihat, sekarang kami sedang menanti buah cinta kami yang kedua,” kata Susan sambil kembali mengelus perutnya. Dia terus menyebarkan bisanya untuk menyakiti Eloisa. Dia tahu kalau dulu Eloisa sangat mencintai Victor, dan menurutnya, temannya yang kaku itu sampai sekarang juga masih mencintai Viktor.
Eloisa menahan sakit di hatinya. Walaupun dia berusaha tidak peduli, tapi perkataan Susan menusuknya. Dia terus memasang wajah datar dan berlagak acuh walaupun hatinya sekarang berdarah-darah. Dia tidak tahu apa salahnya pada Susan, mengapa orang yang dia anggap sahabat sejak kecil itu begitu tega padanya? Seakan kurang sudah merusak acara pertunangannya dulu, sekarang wanita itu masih dengan sengaja menancapkan pisau di hatinya.
“Ah, maaf, aku hanya sibuk menceritakan kebahagiaanku sendiri. Bagaimana denganmu sendiri, Eloisa? Apakah sudah menemukan pengganti Victor?” tanya Susan manis. Dia tertawa dalam hatinya saat melihat tubuh Eloisa yang menegang.
“Ah, maafkan aku yang tidak peka, padahal kamu sendirian ya ke rumah sakit ini? Maaf ya, harusnya aku tahu pasti sulit untukmu menemukan pria yang lebih baik dari Viktor. Apalagi untuk wanita kaku seperti dirimu!” lanjut Susan tanpa menunggu jawaban Eloisa. Dia sibuk bicara dan menjawab sendiri, terus menyebarkan bisanya, kalau bisa sampai wanita di depannya ini frustasi dan bunuh diri!
“Eloisa?”
Panggilan itu membuat kedua wanita itu menoleh dan mereka melihat Victor berjalan menghampiri mereka.
“Kau sudah selesai mengambil obat, sayang?” tanya Susan manis pada suaminya.
Double sial! Ular betina belum kelar, sekarang muncul serigalanya! Rutuk Eloisa dalam hati. Eloisa hanya melirik sekilas pada pria yang pernah sangat dia cintai itu, lalu dia segera melangkah untuk menjauhi dua makhluk yang paling menjijikkan baginya. Dia harus segera menjauh dari dua orang yang dulu pernah sangat disayanginya, dan yang juga tega mengkhianatinya.
“Tunggu Eloisa!” panggil Victor. Dia segera menarik tangan Eloisa agar wanita itu tidak pergi.
“Lepaskan!” balas Eloisa ketus. Dia berusaha melepaskan pegangan tangan Victor, namun cengkraman pria itu malah semakin kencang.
“Tolong dengarkan aku,” pinta Victor dengan tatapan memohon. Jika dulu Victor menatapnya seperti itu, dia pasti luluh. Tapi itu dulu! Sekarang hanya kebencian dan rasa jijik yang dia rasakan saat akhirnya mereka bertemu lagi.
“Victor. Perutku sakit!” kata Susan, dia menarik tangan Victor yang satunya untuk mendapatkan perhatian pria itu. Viktor menoleh Susan lalu menarik kasar tangannya dari pegangan wanita itu.
“Jangan sentuh aku, jalang!” desis Victor. Dia menatap jijik pada Susan.
Eloisa tertegun melihat perlakuan Victor pada Susan. Dia bahkan lupa kalau tangannya masih dipegang Victor. Ada apa dengan mereka? Victor yang dia kenal tidak pernah berbicara kasar pada siapapun.
“Lepaskan tanganmu dari Eloisa atau akan kupatahkah tanganmu!”
****
Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa. Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menat
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Betapa terkejutnya Eloisa saat keluar dari rumahnya dan menemukan mobil Pak Darius disana. Belum selesai keterkejutannya, kaca jendela mobil itu terbuka dan dia melihat orang yang paling tidak ingin dia lihat setelah mantan pacarnya dan istrinya itu!“Selamat pagi, Bu El.” sapa Darren dari kursi sebelah pengemudi. Dia tertawa melihat dosennya itu membelalakkan matanya.Eloisa menghentikan lidahnya yang sudah siap memaki si buaya saat melihat Pak Darius yang berada di kursi pengemudi.“Masuklah, Bu Eloisa. Saya akan mengantar anda ke kampus. Mobil anda kemarin ditinggal di kampus,” kata Darius. Eloisa mengerjap bingung, rasanya dia tidak membuat janji untuk dijemput semalam?“Ayo Bu El. Nanti kita terlambat!” kata Darren lagi saat melihat Eloisa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.Akhirnya Eloisa beranjak dari tempatnya dan masuk ke pintu penumpang bagian belakang mobil. Setelah duduk dengan nyaman, dia menyapa Darius.“Selamat pagi, Pak Darius,” sapanya sopan.“Selamat pagi,