“Aduh, kenapa lukanya tidak mau berhenti?!” Eloisa semakin panik. Sekarang sapu tangannya sudah penuh darah.
“Ku- kurasa kita perlu pergi ke klinik. Takutnya lukanya infeksi,” kata Eloisa lagi saat melepas saputangannya dari pipi Darren, darah segar kembali mengucur.
“Aduh, saya sudah tidak ada saputangan lagi!” dia terus mengoceh sendiri, tidak menyadari kalau pria di depannya belum bergerak atau bicara sepatah katapun.
Mendengar Eloisa mencari sapu tangan, otomatis tangan Darren mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan memberikannya pada wanita itu.
Eloisa langsung mengambil sapu tangan itu dan menekan kembali luka yang sudah kembali mengeluarkan darah lagi. Dia langsung menyuruh Darren menekan sapu tangan itu ke pipinya dan menarik lengan pria itu yang satunya untuk mengikutinya turun dari rooftop menuju klinik kampus.
Kedua orang itu tidak memperhatikan kalau ada orang lain yang bersembunyi di belakang pintu menuju rooftop, yang memang menunggu mereka turun dari rooftop.
Clara yang sejak tadi tidak terima diputuskan begitu saja ingin tahu siapa wanita yang dilindungi oleh Darren, sampai pria itu memutuskannya begitu saja! Biasa pria itu cuek terhadap semua pacar-pacarnya, bahkan Darren bisa berkencan dengan dua atau tiga wanita sekaligus. Mata terbelalak saat mengenali wanita yang turun bersama Darren.
Bu Eloisa? Si dosen killer yang mengajar akuntansi. Pantas saja Darren melindungi wanita itu. Pasti mereka membuat kesepakatan!
“Dasar perawan tua gatel, bisa-bisanya wanita itu mempergunakan kuasanya untuk membuat Darren menurut padanya. Lihat saja, aku pasti akan membantu Darren lepas dari perawan tua itu. Nanti pasti Darren mau kembali menjadikanku pacar!” batin Clara.
Tanpa sadar Eloisa dan Darren menjadi pusat perhatian karena mereka terlihat bergandengan tangan sepanjang jalan, walaupun mereka tidak jalan bersisian. Posisinya adalah Eloisa yang menarik tangan Darren dan berjalan di depan pria itu. Sedangkan Darren hanya mengikuti wanita itu. Pikirannya masih memikirkan bagaimana caranya bisa menemukan jawaban yang membuatnya penasaran setengah mati sejak tadi?
Darren adalah pria yang pintar. Dia sangat suka teka-teki, puzzle dan semua kegiatan yang memutar otak. Dia akan gelisah dan kesal setengah mati saat tidak bisa menemukan jawaban akan sesuatu hal.
Biasa jika sudah mentok, dia akan bertanya pada kakaknya atau pada ayahnya, dua orang yang dia akui kepintarannya. Tapi untuk masalah yang kali ini, bagaimana dia bertanya pada kakak atau ayahnya?
Kakaknya hanya memiliki satu mantan pacar, bagaimana kakaknya itu bisa tahu rasa rasa bibir wanita lain? Ayahnya juga sebelas dua belas dengan kakaknya. Lagipula bisa dibantai dia oleh Ibunya kalau bertanya pada Ayahnya soal rasa mencium wanita lain. Belum dapat jawaban, dia sudah masuk rumah sakit!
Darren melirik wanita di depannya yang sekarang sedang menarik tangannya. Berarti sekarang dia harus mencari jawaban sendiri. Nanti dia akan mencoba mencari di mesin pencarian online, dan kalau tidak berhasil menemukan jawabannya, berarti wanita itu harus bertanggung jawab!
Siapa coba yang tadi maen nyosor aja? Eh, sekarang orang lain yang disuruh tanggung jawab!
Akhirnya mereka sampai di klinik kampus. Dokter wanita yang berada di sana langsung menghampiri mereka. Saat melihat luka Darren, wanita itu meringis, menyayangkan wajah mulus bak aktor korea itu terluka.
“Luka ini cukup dalam. Apa yang terjadi?” tanya Dokter Sofi.
“I-itu ...,” Eloisa panik. Dia bingung untuk menjelaskan.
“Tadi wajah saya kebaret besi di rooftop, saya ceroboh sehingga tidak melihat besi itu.” jawab Darren.
“Ya ampun! Lebih baik kamu ke rumah sakit. Kalau besi itu berkarat, nanti lukamu bisa infeksi,” kata Dokter Sofi panik. Dia akan sangat menyayangkan jika wajah tampan ikon kampus mereka ini sampai memiliki bekas luka.
“Sekarang saya coba bantu untuk hentikan pendarahannya dulu. Setelah ini, langsung ke rumah sakit, ya!” lanjut Dokter Sofi yang sekarang sedang mengambil perlengkapan untuk membersihkan luka dan obat untuk membantu mengobati luka itu untuk sementara waktu.
Tidak ada yang bicara lagi di tempat itu. Eloisa tidak tahu harus bicara apa sehingga dia hanya memperhatikan Dokter Sofi yang sedang mengobati Darren. Darren yang otaknya masih berputar di masalah yang sama malah tidak memperhatikan apapun karena terlalu fokus dengan pikirannya sendiri, sedangkan Dokter Sofi sibuk mengobati plus pegang-pegang wajah tampan Darren.
“Nah, darahnya sudah berhenti. Lebih baik sekarang kamu segera ke rumah sakit,” saran Dokter Sofi pada Darren.
“Eh, ada Bu Eloisa juga ya?” tanya Dokter Sofi. Dia baru menyadari kalau ada Bu Eloisa juga disana, dan wanita yang dimaksud hanya bisa meringis kala menyadari kalau sejak tadi ternyata dia tidak terlihat.
“Iya. Bu Eloisa tadi yang membantu saya,” Darren yang menjawab.
“Terima kasih Bu Dokter cantik. Saya permisi dulu,” pamit Darren manis yang membuat Dokter Sofi tersipu. Darren lalu menarik Eloisa untuk keluar dari klinik.
“Oh iya, sama-sama. Jangan sungkan untuk kesini lagi kalau kamu membutuhkan bantuan atau perawatan,” ucap Dokter Sofi dengan senyum yang sangat lebar.
“Permisi, Dok,” kata Eloisa sebelum dia keluar dari klinik.
“Iya, Bu Eloisa, silakan,” jawab Dokter Sofi.
Eloisa langsung menarik tangannya dari pegangan Darren setelah mereka agak jauh dari klinik.
“Luka kamu sudah mengering. Sekarang jangan mengganggu saya lagi!” kata Eloisa ketus. Mendengar rayuan gombal Darren pada Dokter Sofi membuatnya semakin ingin segera menjauh dari pria ini. Dasar buaya darat yang tidak bisa melihat wanita cantik!
“Ibu harus membawa saya ke rumah sakit, loh, begitu kata Bu Dokter,” jawab Darren dengan senyum menawannya.
“Lah, lukamu tidak kenapa-kenapa, untuk apa ke rumah sakit?” tolak Eloisa. Rasanya jantungnya berdebar semakin cepat tanpa dia inginkan saat melihat senyum pria tampan di depannya ini.
“Saya ini model, loh, Bu. Kalau wajah saya sampai tidak mulus lagi, Ibu mau tanggung jawab?” tanya Darren. Eloisa langsung melihat ke arah luka yang tidak sengaja dibuat cincinnya dan menyadari, walaupun darah di luka itu sudah berhenti, tapi sekarang lukanya sedikit menganga, yang membuat terlihat sedikit daging di dalamnya. Wanita itu meringis. Sepertinya memang harus ke rumah sakit. Apes sekali dirinya, dirinya yang dirugikan tapi dirinya juga yang harus bertanggung jawab!
“Baiklah. Saya akan mengantarmu ke rumah sakit. Tunggu disini, saya akan mengambil tas dulu.” kata Eloisa pasrah. Dia lalu berjalan meninggalkan Darren tanpa berniat mendengarkan jawaban pria itu. Dan Darren juga berlaku seperti anak baik, dia menunggu dengan tenang disana.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Eloisa sudah kembali.
“Ikut saya!” perintah Eloisa dan Darren kembali mengikuti Eloisa seperti anjing yang mengekori tuannya dengan tenang sampai ke depan mobil sedan milik wanita itu. Eloisa lalu membuka kunci pintu mobilnya dengan remote, namun tiba-tiba, Darren mengambil kunci itu dari tangan Eloisa.
“Biar saya yang menyetir,” kata Darren. Dia berjalan mendahului Eloisa yang masih terkejut dan masuk ke mobil.
“Eh, tunggu dulu!” protes Eloisa sambil mengejar Darren. Namun Darren sekarang sudah duduk di kursi pengemudi.
“Duduk saja, Bu. Biar saya yang menyetir,” kata Darren sambil menunjuk kursi di sisinya.
“Tidak usah. Ini mobil saya, biar saya saja yang menyetir!” tolak Eloisa.
“Tidak sopan membiarkan wanita menyetir saat saya masih bisa melakukannya,” kata Darren dengan senyum menawannya yang membuat kalimat bantahan Eloisa tertahan di kerongkongan, tidak bisa keluar. Senyum itu sangat berbahaya untuk kesehatan jantungnya!
“Duduklah di samping, Bu. Nanti kita akan semakin lama sampai di rumah sakitnya. Sekarang saja sudah sore,” kata Darren lagi yang akhirnya membuat Eloisa menurut dan dia berjalan untuk duduk di kursi penumpang sebelah pengemudi.
Keduanya duduk berdampingan di mobil sedan hitam. Saat mobil itu meninggalkan kampus, tanpa mereka sadari, ada satu perempuan yang mengintai dari kejauhan, wanita yang sama dengan sejak tadi terus mengikuti mereka.
'Darren sekarang mau pergi bersama wanita itu? Ini tidak bisa dibiarkan! Aku tidak akan membiarkan wanita itu bersama Darren setelah wanita itu membuat Darren memutuskanku. Akan kubuat wanita itu keluar dari kampus ini!'
****
“Lukanya jangan sampai terkena air karena nanti bisa infeksi. Plester harus diganti dua kali sehari sehabis mandi. Nanti akan saya berikan resep salep luka dan obat anti nyeri , karena kadang akan timbul nyeri. Jika membengkak atau demam, segera kembali ke rumah sakit.” kata Dokter Albert.“Bagaimana saya mencuci muka kalau lukanya tidak boleh terkena air?” tanya Darren.“Plesternya tahan air. Jadi setelah mandi, plesternya dibuka dan lukanya diberi salep, lalu tutup lagi dengan plester baru.” jawab Dokter Albert.“Apakah lukanya akan meninggalkan bekas, Dok?” tanya Darren lagi. Biar bagaimanapun wajahnya adalah aset untuk pekerjaannya sekarang.“Hm, luka di bagian sini agak dalam. Kemungkinan nanti akan meninggalkan garis putih. Tapi karena kamu pria, kurasa tidak masalah dengan sedikit bekas luka,” kata Dokter Albert sambil menunjuk bagian pipi dekat rahang. Eloisa memucat mendengar perkataan Dokter Albert. Bagaimana ini kalau memang luka itu berbekas? Sedangkan mahasiswanya ini be
Kalimat penuh ancaman itu membuat ketiga orang yang sedang menjadi tontonan disana menoleh. Darren menatap Victor dengan tatapan tajam yang membuat pria itu terkejut dan melepaskan tangan Eloisa.Darren langsung mengambil tangan Eloisa yang baru dilepas itu dan memeriksanya. Sepertinya cengkraman Victor cukup keras hingga meninggalkan memar berwarna kemerahan di pergelangan tangan Eloisa. Hal itu membuat Darren emosi. Tanpa aba-aba dia memukul Victor hingga pria itu terjatuh.“Victor!” seru Susan panik seraya menghampiri suaminya.“Jangan kayak banci, beraninya sama perempuan. Sekali lagi kau mendekati Eloisa, kupatahkan tangan dan kakimu!” ancam Darren. Nada suaranya biasa, namun mata pria itu menunjukkan amarah, api biru disana menyala seakan siap membakar Victor. Dia sangat tidak suka pria yang tidak sopan pada wanita. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghargai wanita, karena dari rahim merekalah kita dilahirkan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Darren lembut pada Eloisa. Matanya menat
Hati-hati, Bu, nanti terantuk kaca lagi. Sayang kalau kacanya sampai pecah!” goda Darren.Eloisa mengerjap, keterpesonaan pada wajah tampan di depannya berubah menjadi kekesalan. Apa maksudnya? Gakpapa gitu kepalanya benjol asal kacanya tidak pecah?Darren yang melihat wajah kesal Eloisa merasa gemas, dia menarik tangannya yang tadi memegangi kepala wanita itu, lalu mencubit hidung wanita itu.“Makanya konsentrasi saat ditanya, Bu. Dimana alamat rumah Ibu?” tanya Darren lagi. Dia melirik gemas wanita di sampingnya yang ternyata sedang mendelik tajam menatapnya. “Lama-lama kita menginap disini, loh, Bu.” gurau Darren sambil tertawa melihat wajah wanita itu. Jika wanita itu bermaksud mengintimidasi dirinya, sudah pasti wanita itu gagal. Ayah dan kakaknya jauh lebih menyeramkan saat sedang marah.“Saya, sih, tidak masalah. Saya bisa tidur dimana saja. Apalagi, ditemani Bu Dosen cantik,” kata Darren terus menggoda Eloisa. Alisnya sekarang dinaik turunkan, senyum jail belum hilang dari bi
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya Eloisa keluar dari mobilnya. Dia melirik ke kiri dan kanan, takut mahasiswanya itu masih berkeliaran di dekat rumahnya. Entah apa yang dia takutkan? Kalau takut dicium paksa lagi, sebenarnya lebih mudah saat pria itu berada di mobilnya. Hanya saja, dia merasa tidak aman.Begitu keluar dari mobilnya, Eloisa langsung berlari masuk ke rumahnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak jauh dari rumahnya, Darren masih memperhatikan rumah Eloisa. Dia melihat wanita itu masuk ke rumahnya dan tidak lama terlihat lampu menyala dari jendela yang memiliki balkon di lantai dua, berarti disanalah kamar wanita itu. Dia harus memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Seburuk-buruknya sikapnya, ibunya selalu mengajarkannya untuk bertanggung jawab. Jika dia mengantarkan wanita pulang, jadi, dia akan memastikan kalau wanita itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, dia baru akan pulang ke rumahnya atau ke tempat
“Aduh!” keluh Eloisa. Dia lalu melihat banyak mahasiswi yang berdiri mengelilingi dirinya. Dia mengenali beberapa mahasiswi yang pernah masuk kelasnya. Dia langsung berdiri dan memasang ekspresi dinginnya.“Ada apa ini?” tanyanya kaku sambil memelototi para mahasiswi itu, mencoba mengingat nama mereka.“Tidak ada yang boleh melangkahi Darren Club. Jangan berpikir karena Anda seorang Dosen, maka Anda bisa seenaknya merayu Darren!” kata salah satu mahasiswi yang tidak dia kenal.“Merayu Darren?” ulang Eloisa. Dia tercengang. Siapa yang merayu siapa disini?!“Jangan berlagak bodoh! Aku melihatmu turun bergandengan tangan dengan Darren setelah kalian berciuman!” tuduh Clara sambil menunjuk Eloisa. Eloisa sebenarnya tidak mengenal wanita itu, tapi dia mengenali suara wanita itu. Wanita yang diputuskan si buaya di rooftop.“Kalian salah sangka. Bukan seperti itu kejadiannya!” bantah Eloisa. Dengan horor Eloisa berpikir kalau semua wanita ini adalah pacar si buaya dan dia akan dikeroyok. Tid
Tidak lama kemudian, Pak Darius kembali, pria itu langsung membuka pintu klinik dan menyalakan lampu. Dengan penerangan yang cukup, matan Eloisa bisa melihat dengan lebih baik. Matanya memiliki kelainan sejak kecil, sejak di sekolah dasar dia sudah memakai kacamata plus, bukan minus. Jadi, dia bisa melihat jelas objek yang jaraknya jauh, tapi, tidak bisa melihat jelas objek yang jaraknya dekat. Apalagi saat penerangan kurang, matanya semakin sulit untuk melihat tanpa kacamata yang dibuat khusus sesuai kebutuhannya. Kekurangannya itu membuat inderanya yang lain lebih tajam. Telinganya bisa mendengar suara dari jarak cukup jauh dan cepat mengenalinya, termasuk mengenali suara orang lain. Dengan beberapa kali mendengar suara orang yang sama, dia akan langsung mengenali orang itu walaupun mereka tidak sedang berhadapan.Darius membantu wanita di depannya untuk duduk dan mulai membuka laci dan rak untuk mencari antiseptik untuk membersihkan luka. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera
“Dia tidak mendatangi ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita.“Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula!“Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama k
“Sekarang cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi!” perintah Eloisa ketus begitu kaki pria itu menapak di lantai kamarnya. Dia kesal sekali pada buaya di depannya ini. Hal buruk yang terjadi padanya beberapa hari ini adalah karena si buaya. Dan sekarang, saat dia mau beristirahat saja masih di ganggu si buaya!Bukannya menjawab, Darren malah berjalan keliling kamar itu.“Eh, ngapain kamu?” tanya Eloisa dengan nada tidak suka sambil mengejar Darren.“Saya ingin menyalakan lampu. Dimana saklar lampunya?” tanya Darren.“Untuk apa? Cepat katakan keperluanmu, lalu segera pergi dari sini!” usir Eloisa untuk kesekian kalinya.Akhirnya Darren menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tatapannya sekarang terpaku pada Eloisa yang menatapnya tajam. Wanita itu menggunakan baju tidur dengan gambar hello kitty besar di tengah, rambutnya terurai dan wanita itu menggunakan kacamata dengan lensa bulat besar. Kemarin dia berpikir kalau akan lucu jika melihat dosennya ini memeluk boneka hello kitt
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Wanita itu sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap.” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa kata orang nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan wanita itu memaksa Eloisa pergi dengan mobilnya saja,” Darren yang m
“Kau mau kembali ke restoran dulu untuk berganti pakaian?” tanya Darius sambil mengeluarkan sebuah paper bag berisi handuk dan pakaian ganti dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Darren.“Tidak perlu. Sebentar aku ganti disana saja,” kata Darren sambil menunjuk sebuah pohon besar di dekat sungai.“Eh, Kakak ada bawa air?” tanya Darren dan Darius kembali mengeluarkan sebuah botol kemasan air mineral ukuran satu setengah liter dan sebuah sandal jepit, lalu memberikannya pada Darren.“Terima kasih,” kata Darren mengambil mengambil kedua barang itu dan berjalan ke arah pohon yang tadi dia tunjuk. Dengan cepat dia membuka pakaian basahnya, lalu membilas seluruh tubuhnya dengan air mineral itu dan mengeringkan tubuh dengan handuk, setelahnya dia berganti pakaian, kemudian berkumur dengan air mineral yang sudah dia sisakan tadi. Setelahnya, dia memasukkan pakaian kotor dan sepatunya ke dalam paper bag tadi dan berjalan kembali ke tempat Kakaknya menunggunya di sebelah mobil pria itu.“Kau
Darren terus berenang mengikuti arus membawanya dengan pemikiran kalau jarak antara dirinya dan Eloisa seharusnya tidak terlalu jauh, namun gelapnya malam membuatnya kesulitan menemukan wanita itu. Dia sudah berkali-kali muncul ke permukaan dan mencoba mencari tubuh Eloisa dan tidak menemukannya. Dia terus memanggil nama wanita itu. Dalam hatinya semakin takut kalau dia akan terlambat menemukan Eloisa. Bagaimana jika ternyata Eloisa tidak bisa berenang? Maka wanita itu akan tenggelam!Lalu sinar-sinar itu datang, bersama dengan teriakkan yang memanggil nama Eloisa, awalnya dari belakangnya, yang berarti orang-orang sedang membantu mencarinya dan Eloisa, lalu sebuah sinar dengan cepat melewatinya dan terdengar suara Silvi memanggilnya dan Eloisa.“Disini!” teriak Darren dan Silvi langsung menyuruh motor yang membawanya berhenti, dia lalu menyorot ke arah suara dan menemukan Darren.“Tuan muda!” seru Silvi senang.“Sorot ke depan sana!” perintah Darren sambil menunjuk ke arah depan dan
Satu setengah jam sebelumnya…“Ya, Susan. Kalian tidak perlu mengantarku, aku hanya pergi sebentar dengan temanku,” kata Eloisa pada Silvi dan Januar. Lalu Eloisa berjalan bersama Susan dan membantu Susan untuk duduk di mobilnya, baru setelahnya dia memutari mobil itu dan masuk dari sisi mobil satunya.“Kau bawa mobil dan ikuti dari jarak aman. Aku akan mengikuti dengan motor,” kata Januar setelah Eloisa masuk ke dalam mobil wanita yang bernama Susan.“Baik, Tuan,” jawab Silvi yang langsung berlari ke mobil setelah dia memotret plat nomor mobil yang baru saja jalan itu. Begitu juga dengan Januar yang segera berlari menuju motornya dan langsung melajukannya untuk mengejar mobil tadi. Dia berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu dengan wanita yang dikatakan Eloisa sebagai temannya itu? Dia yakin, dia pernah bertemu dengan wanita itu. Yang pasti, wanita itu bukan salah satu dosen di kampusnya.Dengan mudah dia bisa mengikuti mobil yang memang dikendarai dengan kecepatan sedang itu. Da
“Terima kasih,” kata Eloisa saat Susan memberikan sebuah minuman jeruk dalam botol kemasan, saat mobil yang membawa mereka mulai melaju.“Sama-sama. Kuharap kau masih menyukai minuman itu,” kata Susan sambil membuka botol minuman miliknya sendiri yang rasa sirsak.“Ya, aku masih menyukainya,” jawab Eloisa sambil membuka botol itu dan minum. Walau dia masih merasa tidak nyaman berdekatan dengan Susan, tapi dia berusaha bersikap normal. Memikirkan keselamatan Susan dan bayinya saat wanita itu melahirkan, membuatnya berusaha untuk memaafkan perbuatan mantan sahabatnya itu.Tidak banyak percakapan di dalam mobil itu, yang hanya berkisar tentang basa basi saja. Eloisa berpikir kalau Susan membutuhkan privasi untuk bicara dengannya, dan karenanya mantan sahabatnya itu mengajaknya mengobrol di restoran yang ada di tepi sungai tempat mereka suka bermain waktu kecil dulu. Saat kecil mereka tinggal di pinggiran kota, dimana ada sebuah sungai besar yang merupakan tempat main anak-anak setempat,
Darren tidak tahu kalau Eloisa akan bisa mengenali dirinya saat dia menyamar, bukan dari penampilannya, tapi dari parfum yang dia gunakan. Jadi saat dia kembali menyamar sebagai salah satu pengawal yang bergantian mengawasi Eloisa, dia tidak bersikap waspada pada wanita itu, karena dia yakin kalau Eloisa tidak akan mengetahui jati dirinya.Begitu mereka berkenalan dan pria yang bernama Januar itu mendekat dan mengulurkan tangan, Eloisa sudah mencium samar wangi parfum yang sangat dikenalnya. Walaupun parfum itu dijual bebas dan banyak yang menggunakannya, tapi setelah digunakan dan menyatu dengan bau tubuh masing-masing orang, bisa menghasilkan aroma uniknya tersendiri, yang bisa disadari oleh orang-orang yang memang sensitif pada bau-bauan, seperti Eloisa.Eloisa yang sudah biasa memasang wajah datar, tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Selesai berkenalan, dia sesekali melirik pada Januar dan mulai mengamati tinggi tubuh dan postur tubuh pria itu. Dia sudah melihat dua sosok p
“Jangan bercanda, Darren!” omel Rosaline sambil memijat keningnya.“Darren mohon, Ma. Darren terus merasa bersalah pada Bu Eloisa, biarkan Darren menjadi salah satu pengawal Eloisa. Anggap saja agar Darren bisa tenang jika melihat Bu Eloisa aman sampai dia menikah dengan Kak Darius nanti,” rengek Darren yang kembali mengeluarkan kemanjaannya untuk membujuk sang Ibu.“Darren kan juga gak ngapa-ngapain. Daripada Darren ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak, lebih baik Darren melakukan hal yang berguna,” bujuk Darren lagi dan Rosaline membuang nafas pasrah. Rasanya sudah sangat lama Darren tidak mengerek padanya, padahal baru beberapa bulan, tepatnya sejak Darren patah hati. Dan dia juga mengerti maksud ‘ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak’ itu adalah meratapi patah hati putranya itu.“Baiklah. Kau bisa bergantian jaga dengan pengawal lain, minta Lucas mengganti salah satu pengawal itu, denganmu,” kata Rosaline mengalah.“Terima kasih, Ma!” seru Darren senang sambil memeluk Rosaline. Ya, R
“Mengapa kau dan Nick tidak menceritakan tentang pembunuh bayaran itu kemarin?” tuntut Rosaline pada Darren. Sekarang mereka berempat dengan Adianto dan Darius sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.“Kupikir itu ulah Clara juga, Ma. karena kejadian sekarang waktunya dekat dengan kejadian sebelumnya. Namun saat kupikirkan lagi semalam, lebih baik aku mencari lagi tentang pria yang bernama Aji itu, siapa tahu kalau dia sudah mendapatkan bayaran penuh, nanti pria itu akan berusaha membunuh Bu Eloisa lagi,” jawab Darren tanpa ekspresi lagi. Baik Adianto, Rosaline ataupun Darius, tidak bisa melihat emosi apapun di wajah Darren.“Ponsel yang kau bilang ingin kau retas?” tanya Darius.“Milik si pembunuh bayaran, namun kemarin Nick memintaku untuk tidak meminta tolong pada Kak Darius karena dia tidak ingin Kak Darius mencurigai perasaannya,” jawab Darren.“Aduh, Darren. Kau seharusnya tahu kalau hal seperti ini tidak bisa kalian atasi sendiri!” omel Rosaline.“Apa kau yang membunuh pria itu
“Tu-tunggu, Orlan … do …” Clara yang tangannya terikat, tidak bisa menghalangi Orlando mencekik lehernya.Ketiga pria lain juga menatap penuh kebencian pada Clara, jika bukan karena wanita itu, mereka tidak akan berada disini dengan nasib yang begitu mengenaskan. Apalagi yang bisa dibanggakan oleh seorang pria disaat mereka sudah dikebiri?Rosaline memberi kode dan seorang pengawalnya melepaskan tubuh Clara dari cekikan Orlando dan wanita itu tampak ketakutan menatap Orlando sambil berusaha menarik nafas.“A-ayahku tidak akan membiarkan kau menyakitiku,” cicit Clara.“Kau pikir Ayahmu bisa lepas dari mereka? Kau telah membawa keluarga kami semua hancur bersamamu!” geram Orlando.“A-apa maksudmu?” tanya Clara semakin pucat dan dia menoleh saat Orlando menunjuk ke televisi, dimana disana juga ada berita tentang kasus penyuapan yang membawa nama Ayah Clara dan banyak pejabat lainnya. Dia tahu selama ini Ayahnya menerima suap, tapi Ayahnya juga memiliki banyak antek, jadi posisi Ayahnya se