"Tidaaaak! Lepaskan!" pekik Sandrina dengan suara yang lantang dan panik.
Jika dulu dia sangat bahagia dipeluk dan dimanja oleh Michael, tapi sekarang justru sebaliknya. Sandrina sangat takut dan membenci pelukan Michael. Mereka sudah resmi bercerai, tidak ada ikatan dan kewajiban lagi di antara keduanya. Sandrina tahu perkara haram dan dosa.
"Kamu juga masih cinta 'kan sama aku, Sandrina? Jangan munafik," ucap Michael sembari menatap lekat wajah Sandrina yang tegang dan panik.
Sandrina merengkuh tubuhnya sendiri. Dia sangat jijik dengan tindakan Michael padanya. Sekarang, tidak ada lagi tatapan manis dari Sandrina untuk Michael. Teringat kelakuan bejat lelaki itu, Sandrina merasa mual dan muak.
"Jangan mimpi!" bentak Sandrina, "Saat kamu mengkhianati aku, maka saat itulah cintaku lenyap untukmu," lanjutnya dengan rahang mengeras dan tatapan penuh kebencian.
Michael merasa terhina dan disepelekan. Padahal dia sangat tahu bagaimana Sandrina begitu mencintainya sebelum perselingkuhan itu terjadi. Maka Michael merasa jika Sandrina tidak akan mudah melupakan dirinya.
"Aku tidak percaya! Aku bisa lihat dari tatapan matamu, Sandrina. Kamu ingin bercerai denganku hanya karena kamu cemburu, bukan? Oh, atau karena kamu tahu kalau aku mandul!?" desak Michael sembari melangkahkan kaki mendekati Sandrina.
Sandrina melangkah mundur. "Jangan mendekat!" Kini dia semakin ketakutan. Jujur saja, Sandrina takut Michael akan melakukan sesuatu padanya. Entah itu sebuah ci*man, atau justru melukai tubuhnya.
Michael tidak peduli. Dia kini justru berseringai jahat dan seperti seorang psikopat yang hendak mengeksekusi korbannya. Rasa kehilangan dan kecewa berat telah membuat Michael terobsesi untuk mendapatkan Sandrina kembali. Bagaimana pun caranya.
"Dengar, aku tidak terima atas tindakan kamu yang meninggalkanku karena kekurangan yang ada pada diriku. Aku merasa terhina, Sandrina!" ucap Michael yang berhasil membuat Sandrina terperanjat kaget.
"Jangan asal bicara! Kamu yang tidak sadar atas perbuatan kamu padaku, Michael!" sentak Sandrina yang benar geram atas tuduhan Michael padanya.
Michael tersenyum miring. "Hng! Seandainya aku tidak mandul, kamu pasti akan bertahan denganku. Aku tidak menyangka kamu seperti ini, Sandrina. Ternyata kamu seorang istri yang tidak menerima kekurangan suami. Kamu istri yang hanya fokus pada kebahagiaan dan kelebihan ku saja!" Lagi, Michael menuding Sandrina dengan segala statementnya.
Sandrina melotot semakin lebar. Apa yang Michael katakan padanya, sukses membuat darahnya mendidih dan otaknya terasa panas. Michael jelas kurang ajar dan tidak tahu diri. Bagaimana bisa dia melontarkan kata-kata seperti itu pada Sandrina yang jelas-jelas telah dia khianati. Tidak ada satu pun wanita yang ikhlas dikhianati, ditikung, diselingkuhi oleh suaminya sendiri. Kalaupun ada, itu karena memiliki berbagai macam alasan.
"Lelaki tidak tahu diri!" maki Sandrina, "Kamu tidak pernah sadar atas perlakuanmu padaku. Sekarang kamu malah nuduh aku yang tidak-tidak. Asal kamu tahu, ya, walaupun kamu tidak mandul, tapi aku pasti akan tetap memilih bercerai denganmu. Aku tidak pernah menormalisasi perselingkuhan! Aku jijik berbagi dengan wanita lain. Apa yang kamu tuduhkan padaku, sama sekali tidak benar!" lanjutnya dengan suara yang lantang dan tatapan penuh amarah.
Michael mengepalkan dadanya dan kini dia semakin tidak terima. Mendengar jawaban menyebalkan yang keluar dari lisan Sandrina, membuat Michael gelap mata. Lelaki itu kini berjalan cepat mendekati Sandrina lalu memeluknya dengan erat.
"Jangan banyak bicara! Kembalilah padaku dan lupakan semua yang telah terjadi. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu jauh dariku," ucap Michael.
Sandrina mencoba melepaskan diri dari pelukan Michael. Namun, kekuatannya kalah jauh oleh seorang lelaki dewasa seperti Michael. Dia kini berusaha mendorong tubuh mantan suaminya itu, tapi lagi-lagi Michael justru semakin memeluknya erat.
"Lepaskan aku! Menjauh dariku jika tidak ingin menyesal," bentak Sandrina.
"Kamu yang akan menyesal!" balas Michael yang tak kalah sengitnya.
Michael kini menggenggam kedua tangan Sandrina lalu mengangkatnya dan ditempelkan pada dinding. Sandrina semakin merasa ketakutan. Wajah sangar dan mesum Michael berhasil membuat Sandrina panik dan tubuhnya gemetar hebat.
"Jangan macam-macam!" ancam Sandrina dengan suara serak tertahan. Tatapannya begitu ketakutan.
Michael tidak peduli. Dia justru semakin mendekatkan wajahnya pada pipi Sandrina. Dalam keadaan ini, Sandrina memalingkan wajahnya dan bergidik ngeri serta jijik. Mereka memang pernah menikmati tubuh satu sama lain. Namun, sekarang Sandrina sangat benci pada Michael dan tidak sudi disentuh apalagi sampai disetubuhi olehnya.
"Kamu biasanya suka diperlakukan seperti ini, sayang," bisik Michael sembari mengusap lembut wajah cantik Sandrina.
Sandrina memejamkan mata dan berekspresi ketakutan. Tangannya tidak bisa mendorong tubuh Michael karena ditekan pada tembok di atas kepalanya. Sementara kakinya, ditahan oleh kaki Michael yang jauh lebih besar dan kekar.
"Michael, jangan lakukan apapun. Ingat, kita bukan siapa-siapa lagi. Kamu tidak berhak melakukan ini padaku," ucap Sandrina dengan suara serak dan gemetar. Ketakutannya kini semakin meninggi. Dia bahkan sudah gemetar sejak tadi dan air mata telah membasahi pipi.
"Tapi aku sangat mencintaimu, sayang," balas Michael yang kemudian membuka satu persatu kancing baju Sandrina.
Sandrina semakin lemas tak berdaya. Hatinya hancur dan merasa sudah tidak punya harga diri lagi. Michael seperti iblis jahat di hadapannya sekarang.
Sandrina menatap tajam dan penuh api kebencian. Muak rasanya dia mendengar kata cinta yang keluar dari mulut Michael. "Cinta? Tidak ada cinta yang menyakitkan seperti ini, Michael. Cinta itu saling membahagiakan. Bukan berani menyakiti pasangannya." Ia bicara dengan deraian air mata.
Michael membuang napasnya berat. "Kemarin itu aku khilaf, Sandrina. Lagipula Clara ternyata membohongiku. Aku berani menceraikan kamu karena Clara mengaku sedang mengandung anakku. Tapi ternyata ... dia hanya berbohong agar aku berpisah denganmu." Kali ini ia bicara dengan nada rendah dan tenang.
"Ya, itu karena kamu tidak pernah memikirkan apa yang harus kamu lakukan. Kamu terlalu ceroboh dan mudah terprovokasi, Michael," ucap Sandrina.
Michael menatap lekat wajah cantik Sandrina. Ada harapan untuk bisa kembali dengan mantan istrinya itu. "Maka dari itu tolong beri aku kesempatan, Sandrina. Izinkan aku memperbaiki semuanya jika memang kamu bercerai denganku hanya karena pengkhianatan ku padamu."
Sandrina menatap jengah. "Aku tidak bisa! Tidak ada yang bisa memperbaiki pecahan kaca yang sudah berantakan."
"Kalau begitu, itu artinya kamu memang berpisah denganku karena aku mandul!" ucap Michael dengan suara dingin dan tatapan tajam.
"Tidak! Aku mungkin akan tetap bersamamu jika kamu tidak mengkhianati aku!" ujar Sandrina yang kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Michael.
"Bohong! Kalau benar begitu, harusnya kamu bersedia kembali denganku karena aku akan memperbaiki semuanya," ucap Michael sembari mencengkram erat pipi Sandrina.
Sandrina menatap sengit. "Tidak akan! Kamu tidak akan bisa mengubah bubur menjadi beras. Begitu pun dengan hatiku. Aku telah kecewa dan membencimu. Sebaiknya sekarang kamu lanjutkan hidupmu tanpaku!" ujar Sandrina yang kemudian mendorong tubuh Michael lalu bergegas dia menutup pintu.
Michael mengepalkan kedua tangannya dan membusungkan dada karena menahan emosi. Sandrina benar-benar telah menolak kehadirannya. "Sandrina, kamu pasti akan menyesal!"
Sementara itu, Sandrina kini sedang menangis sedih sekaligus benci pada Michael yang telah menyentuh kulitnya. Untung saja tidak sampai melakukan hal lebih dari itu. Seandainya Michael berani melakukannya, Sandrina pasti akan nekat mengakhiri hidupnya."Dia benar-benar sudah gila! Jelas-jelas aku pergi karena kesalahannya padaku. Dia malah tidak menyadarinya dan justru menuduhku yang tidak-tidak," celoteh Sandrina di tengah-tengah isak tangisnya.
Bersambung...Michael membanting pintu kamarnya dengan kasar. Penolakan dan sikap Sandrina yang cuek, berhasil membuat emosinya meluap-luap. Michael sampai saat ini masih mempertahankan tuduhannya terhadap Sandrina. Ya, dia mengira jika Sandrina bersikap seperti itu dan memilih bercerai dengannya karena dia mengalami kemandulan."Siaaaaal! Kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku harus manduuul!!?" teriak Michael sembari mengacak rambutnya frustrasi.Tidak mudah bagi Michael menerima kenyataan yang terjadi padanya. Dari dulu dia merasa sehat dan baik-baik saja. Bahkan, keluarganya pun mengira bahwa Sandrina yang mandul. Namun ternyata, takdir berkata lain. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Michael benar-benar terkejut dan sulit menerima kenyataan pahit ini. Tok tok tok!Terdengar seseorang mengetuk pintu. Michael menolehkan wajahnya dan menatap tajam pada daun pintu. Sejurus kemudian, dia pun melangkahkan kakinya lalu membuka handle pintu."Apa yang kamu lakukan, Michael? Jangan pernah
Hurraim menoleh pada asal datangnya suara. Sontak saja matanya memicing dan seperti sedang mengingat-ingat. Tentu saja dia seperti pernah bertemu dengan wanita di hadapannya itu. Sementara Sandrina, wanita cantik itu tiba-tiba melotot kaget saat melihat sosok pria di hadapannya. Ya! Sandrina tidak pernah lupa bahwa Hurraim adalah sosok lelaki yang pernah membawanya ke kantor polisi."Hah? Lelaki ini ... dia 'kan yang bawa aku ke kantor polisi," gumam Sandrina dalam hati.Hurraim menatap dingin dan kini menunjukkan wajah sangarnya. Setelah melihat penampilan dan name tag wanita di hadapannya, Hurraim mulai mengerti jika wanita itu adalah pemilik rumah makan itu. Soal kejadian tempo hari, entah dia masih ingat atau tidak."Kamu pemilik rumah makan ini?" tanya Hurraim dengan suara dingin tapi tegas. Tatapannya tajam dan rahang yang kokoh itu tampak mengeras. Sandrina menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Melihat sikap lelaki di hadapannya yang biasa saja, Sandrina tampak mer
Michael melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dia berjalan bergandengan dengan Clara. Begitu sampai, Michael duduk di meja bagian pojok. Rumah makan milik Sandrina ini begitu strategis dan bertema klasik. Michael sangat kagum dan merasa nyaman ketika pertama kali masuk ke rumah makan itu. Setelah karyawati datang menunjukkan buku menu, Michael dan Clara pun memesan berbagai menu di sana. Harga yang cukup murah bagi mereka, sontak membuat keduanya sangat penasaran dengan rasanya. Mereka mengira bahwa rasanya biasa saja dan sesuai harga. "Murah-murah begini harganya. Kayaknya rasanya juga bias aja," ucap Clara."Coba saja kita tunggu. Aku juga penasaran sih sama rasanya," balas Michael. Mereka tidak tahu kalau pemilik rumah makan itu adalah Sandrina. Meskipun Sandrina bukan seorang chef, tapi dia sangat telaten dan pandai memasak. Saat dia masih menjadi istri Michael, Sandrina selalu belajar pada juru masak di rumah suaminya itu. Selain karena hoby, dia juga merasa tertantang dan i
Semua mata tertuju pada ketiga orang yang sedang mengalami pertikaian. Sandrina mengepalkan tangan dan menatap tajam pada Clara. Beberapa sorot mata menatap iba pada Sandrina, tapi mereka hanya diam dan menonton aksi Clara. Michael sebagai penengah, cukup merasa kesulitan menghentikan Clara yang terus menyerang Sandrina. Awalnya Sandrina hanya diam saja saat Clara menyiram jus alpukat pada wajahnya. Akan tetapi saat Clara hendak melakukannya lagi, dengan cepat Sandrina menepis tangan Clara dan alhasil baju Michael pun ikut ternodai. Sontak saja Michael melebarkan kedua matanya dan menatap kaget sekaligus kesal. Namun, tentu saja dia tidak bisa marah pada Sandrina karena ini semua ulah kekasihnya sendiri yaitu Clara."Cukup! Lebih baik kalian pergi dari sini sebelum aku seret ke kantor polisi!" bentak Sandrina dengan tatapan tajam dan penuh api kemarahan."Wow, sok berkuasa sekali. Hei, kalian! Wanita ini adalah mantan istri kekasihku ini. Dia bercerai karena tahu bahwa—" Clara belum
Seperti dugaan Sandrina kemarin, rumah makannya hari ini benar-benar ramai oleh pengunjung. Ada yang sudah sering datang ke sana, ada yang baru beberapa kali, dan ada juga yang baru menginjakkan kaki ke tempat itu. Sebagian mungkin karena penasaran dengan rasa dan kualitas rumah makan baru milik Sandrina itu. Namun, sepertinya yang lebih utama adalah orang-orang yang kepo pada Sandrina akibat kejadian viral kemarin. Sandrina saat ini sedang menghadapi beberapa konten kreator dan blogger. Banyak di antara mereka membuat konten di sana. Sandrina tidak marah atau melarang, dia justru merasa senang karena hal itu akan sangat menguntungkan baginya. Setelah ini, rumah makannya mungkin akan semakin dikenal banyak orang. "Saya tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Terlebih saat saya memilih untuk mengikhlaskan mantan suami saya direbut oleh wanita itu," ucap Sandrina di depan kamera. "Oh, jadi dia mantan suami Mbak? Dengar-dengar, dia pemilik perusahaan sepatu terbesar di kota ini?" tan
Malam ini kedua orang tua Hurraim sudah berada di sebuah restoran mewah bersama Naima dan Kakeknya. Naima adalah gadis yatim piatu yang tinggal bersama Kakek dan neneknya. Namun, neneknya pun sudah lama meninggal dunia. Sekarang, Naima hanya hidup bersama sang Kakek yang sudah seperti pahlawan baginya. Kakek Naima sendiri bersahabat baik dengan kakek Hurraim. Sejak dulu, mereka saling bekerja sama untuk mengembangkan bisnis masing-masing. Kakek Hurraim ingin menikahkan cucunya dengan cucu sahabatnya, agar persahabatan mereka selalu terikat hingga generasi ke generasi yang akan datang. "Di mana Hurraim? Apakah dia tidak bersedia datang?" tanya Kakek Naima yang tampak heran.Sudah lima belas menit mereka menunggu kedatangan Hurraim, tapi Hurraim belum juga sampai. Naima sedikit canggung sekaligus tidak percaya diri. Dari awal, dia merasa jika Hurraim tidak akan mau dijodohkan dengannya. Namun, Naima sudah terlanjur menyukai Hurraim dan berharap mereka akan benar-benar menikah."Dia pa
Sandrina menolehkan wajahnya ke arah datangnya suara. Saat air matanya mengalir dengan deras membasahi pipi, suara misterius itu seolah seperti menarik kembali air mata itu. Perlahan dia mengamati siluet hitam tinggi yang tak jauh darinya. Semerbak parfum maskulin menusuk masuk ke dalam indera penciumannya. Sandrina merasa heran sekaligus penasaran. Dia juga sedikit malu karena tadi sempat mengoceh dan menangis sendiri. Apakah lelaki itu mendengar semua ocehannya? Begitu pikir Sandrina."Kamu!" ucap Sandrina saat dia melihat wajah tampan Hurraim. Hurraim menatap datar dan sedikit menyipitkan mata. Sudah dia duga tadi bahwa seperti pernah mendengar suara wanita itu. Benar saja, sekarang Hurraim sudah tahu siapa sosok wanita yang menangis di sana."Lanjutkan. Aku tidak bermaksud mengganggu," ucap Hurraim yang kemudian menyadarkan tubuhnya pada pohon besar di sana. Sandrina mendelikan matanya dan menatap jengah. Bagaimana dia mau melanjutkan, sedangkan di sana sudah ada sosok lelaki ya
"Apa yang kamu inginkan?" teriak Sandrina saat dia diseret keluar oleh pria misterius itu. Pria itu hanya diam saja, tapi tangannya meraih tangan Sandrina dan menariknya dengan kasar. Sontak saja Sandrina memekik kesakitan sekaligus tegang. Dia tidak tahu apa yang lelaki itu inginkan, tapi hatinya yakin bahwa lelaki itu akan melukainya. "Lepaskan! Aku harus pergi sekarang. Katakan, apa yang kamu inginkan?" teriak Sandrina lagi. Kakinya berusaha keras menahan tubuh agar tidak terbawa oleh lelaki itu. "Masuk!" perintah lelaki itu dengan suara dingin dan tatapan tajam."Tidak! Ambil mobilku jika kamu mau. Tapi jangan bawa aku," ucap Sandrina yang masih memiliki keberanian tinggi saat ini. Lelaki itu tidak menjawab. Namun, sekarang dia berjalan ke arah mobil Sandrina lalu menusuk ban mobil menggunakan benda tajam. Sontak saja hal itu membuat Sandrina terbelalak kaget. Tentu saja dia tidak mengerti kenapa lelaki itu tiba-tiba merusak mobilnya. "Kurang ajar! Kamu apakan mobilku?" benta
Hari demi hari terus berlalu. Seperti yang Hurraim katakan pada Sandrina, bahwa dia akan datang ke rumah Sandrina untuk melamar. Maka pada hari ini juga, Hurraim beserta kedua orang tua dan Kakeknya datang ke kediaman Sandrina. Hari yang Sandrina dan Hurraim tunggu-tunggu. Mereka akan segera melaksanakan lamaran. Segala persiapan sudah dilakukan. Sandrina tampak cantik mengenakan kebaya modern dan riasan natural di wajahnya. "Apakah kamu sudah siap?" tanya Marlinda. Sandrina tersenyum hangat. "Sudah, Bu. Ini akan menjadi moment terindah sebelum kami menikah.""Kalian adalah pasangan yang serasi. Semoga saja kalian berjodoh sampai kakek nenek," ucap sang ayah. "Aamiin. Semoga seperti ayah dan ibu. Selalu saling setia dan mampu memaafkan setiap kesalahan yang diperbuat," balas Sandrina. Padahal ini bukan pengalaman pertama bagi Sandrina, sebelum mengenal Hurraim, tentunya dia sudah pernah menikah dan melakukan sesi lamaran. Akan tetapi, kali ini rasanya sungguh berbeda. Sandrina san
"Loe la loe loe!" semprot Hurraim sembari menatap tajam. Michael menatap tak habis pikir. Sekarang dia benar-benar kebingungan. Kenapa bisa ada Hurraim di rumah ini? Tentu saja Michael tidak tahu kalau Hurraim adalah kakak tirinya. "Loe ngapain di sini?" tanya Michael dengan ekspresi galak. "Ini rumah bokap dan nyokap gue. Loe mau apa!" jawab Hurraim nyolot. "Apa!?" Sontak saja Michael melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Kamu pasti kaget. Tapi memang inilah kenyataannya. Kamu dan Hurraim adalah kakak beradik. Jadi, berusahalah untuk tetap akur dan jangan saling menjatuhkan satu sama lain," imbuh Pristilla yang tampak menekan setiap ucapannya. "Astaga! Jadi, loe anak papi gue?" tanya Michael yang masih sulit percaya. "Ya. Kenapa emangnya? Loe nggak terima!?" sosor Hurraim."Ya Tuhan, ini benar-benar sulit dipercaya," desis Michael sembari mengacak rambutnya asal. "Michael, bersikaplah yang baik dan jangan pernah ungkit masa lalu kamu dengan Sandrina. Kare
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina telah menjalani hubungan dengan Hurraim secara manis dan penuh cinta. Tidak ada lagi Naima atau wanita mana pun yang mengganggu hubungan mereka. Hurraim juga sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Mulanya memang tidak mudah, tapi Hurraim terus mencoba dan berusaha. Alhasil, Pristilla pun mulai membuka hati dan menerima takdir bahwa putranya sangat mencintai Sandrina. "Papi, Kak Michael sudah datang!" teriak Eleanor. Dia tampak antusias menyambut kedatangan kakak kandungnya. Michael tampak sedikit canggung. Baru kali ini dia datang ke rumah papi dan bundanya. Michael juga belum pernah bertemu dengan sang bunda, maka hal itu akan membuatnya semakin canggung dan sedikit malu. Bagaimana reaksi Michael saat tahu sosok putra tiri papinya?"Selamat datang, Michael. Dari tadi kamu tunggu-tunggu," ucap Fery yang baru saja turun tangga. "Tadi ada kegiatan yang padat, Pi. Maklumlah, baru mau mulai usaha lagi," kata Michael dengan santai. Sekar
Hurraim mengangguk. Dia ikut tersenyum simpul mendengar pertanyaan adik tirinya itu. "Selamat, kamu pasti pusing dan kaget. Akhirnya kamu dan Sandrina tetap akan menjadi keluarga.""Ya ampun. Ini sih kabar bahagia buat aku," seru Eleanor. "Kamu menyukai Kak San?" tanya Hurraim. "Tentu saja. Kak San wanita yang baik dan positif vibes," jawab Eleanor. "Maka belajar banyaklah padanya," ucap Hurraim yang kemudian melangkahkan kakinya. Eleanor tersenyum samar. "Ternyata Kak San bisa dapatkan pria yang jauh lebih baik dari Kak Michael, Pi." Ia bicara pada sang Papi. "Semua tergantung kualitas diri, sayang. Makanya kamu kalau mau punya suami yang baik dan positif, kamu harus jadi pribadi yang baik. Jodoh itu ibarat cerminan diri," tutur Fery dengan jelas tapi lembut. Eleanor mengangguk singkat. "Semoga aja, Pi. Tapi Ele masih muda. Ele belum mikirin jodoh. Hehe.""Papi juga nggak akan izinin kamu nikah muda, sayang. Kalau karier dan mentalmu sudah mapan, baru boleh menikah," ujar Fery
Setelah berbelanja banyak keperluan untuk menetap di kediaman sang papi, Eleanor pun kini telah sampai di rumah besar milik papi dan Bunda tirinya. Ternyata Pristilla bukanlah sosok ibu tiri yang jahat. Pristilla sangat baik dan memanjakan Eleanor. Mungkin karena dia benar-benar menyayangi Eleanor dengan tulus seperti dia menyayangi ayahnya. Selain itu, Pristilla juga memang sudah lama menginginkan anak perempuan. Sebenarnya bisa saja dia mengadopsi anak, tapi Fery sering melarangnya. Mungkin inilah hikmah di balik semua itu. Pada akhirnya Pristilla benar-benar punya anak perempuan dan itu adalah anak kandung suaminya. "Bagaimana perasaan kamu, sayang? Ini rumah kami, dan mulai sekarang menjadi rumahmu juga," ucap Fery dengan lembut. "Jangan sungkan-sungkan ya, Ele. Di sini kamu bisa melakukan apa saja. Banyak Mbak-mbak yang bisa bantu kamu melakukan apapun," timpal Pristilla. Eleanor tersenyum hangat lantas mengangguk singkat. "Ele senang banget, Papi. Makasih ya, Pi, Bun, karena
Hurraim membawa Sandrina ke danau miliknya. Tentu saja dia harus bicara dengan kekasihnya itu. Mungkin saja Sandrina salah paham dan bisa jadi marah padanya. Selain itu, Hurraim juga harus menenangkan dan memperbaiki perasaan Sandrina. Sudah terlanjut dipermalukan di depan umum, Sandrina pasti sangat merasa kesal dan tidak terima. "Sayang, aku minta maaf atas kejadian ini," ucap Hurraim dengan nada lembut. Sandrina membuang napas kasar. Wajahnya berekspresi marah. Cemberut dan menatap tajam. "Kenapa kamu yang minta maaf? Apakah sepenting itu dia di hidupmu? Kamu mewakilinya?" Sandrina bicara dengan nada ketus. Tatapannya berubah dingin, sepertinya dia memang kesal dan kecewa.Hurraim menggeleng cepat. Kemudian dia meraih tangan kekasihnya dan menggenggam secara lembut. "Bukan begitu, sayang. Aku minta maaf karena saat kejadian aku tidak ada di sampingmu. Dan aku nggak menghandle perempuan itu lebih awal. Atas kejadian ini, aku yakin kamu pasti marah. Aku benar-benar minta maaf, say
"Bos, ada keributan di kantor," lapor Bastian pada Bosnya—Hurraim. Hurraim mengerutkan dahi. Dia sama sekali tidak tahu kalau Naima datang ke perusahaan untuk melabrak Sandrina. Sekarang, Hurraim pasti akan terkejut mendengar kabar ini. "Apa yang terjadi?" tanya Hurraim. "Nona Naima datang ke kantor dan melabrak Bu San. Dia membuat semua orang berkumpul dan mencoba mempermalukan Bu San," jawab Bastian yang sukses membuat Hurraim terperanjat kaget dan benar-benar marah. Ponsel yang digenggam itu tiba-tiba saja Hurraim remas dengan kuat dan kasar. Inilah yang Hurraim takutkan. Dia takut Naima akan menemui Sandrina dan berkata yang macam-macam. Salahnya juga tidak bicara jujur dari awal pada Sandrina bahwa dia sempat bertunangan dengan Naima. "Segera antar aku ke sana! Jangan sampai lolos wanita playing victim itu!" perintah Hurraim. Sekarang jantungnya berdetak kencang. Kemarahan sudah berada di atas kepalanya. Bastian mengangguk sigap. Kemudian dia pun segera menancap gas dengan
Semua orang menatap sambari saling berbisik satu sama lain. Sandrina benar-benar merasa kacau sekarang. Selain malu, dia juga merasa tidak nyaman dengan tatapan orang- yang di sana. Pasti mereka semua menganggap Sandrina bukan wanita baik-baik. Padahal jelas-jelas Sandrina tidak tahu menahu tentang hubungan Hurraim dengan Naima. "Jangan asal ngomong! Aku bukan janda gatal!" sentak Sandrina dengan sorot mata berkilat marah. Naima tersenyum sinis. "Jangan mengelak. Sudah jelas, kamu rebut Hurraim dari aku. Sekarang dunia harus tahu kalau akulah wanita yang akan dinikahi Hurraim. Akulah tunangan Hurraim. Bukan loe!!" Ia bicara dengan nada tinggi. Sengaja agar semua orang yang ada di sana bisa mendengar. Sandrina terdiam. Wajahnya memerah, tangannya gemetar dan jantungnya berdegup dengan kencang. Bukan hanya karena emosi pada Naima, dia juga merasa kecewa pada Hurraim yang tidak membahas apapun tentang tunangannya. Seandainya Sandrina tahu jika Hurraim sudah punya tunangan, pasti Sandr
Di perusahaan...Sandrina menutup laptopnya. Cukup banyak pekerjaan hari ini. Tubuhnya terasa pegal dan matanya pun lelah menghadapi layar laptop seharian. Sementara itu, Hurraim sedang ada acara di luar. Kebetulan Sandrina tidak ikut. Sudah waktunya jam pulang kerja. Sandrina memasukan barang-barang ke dalam tas miliknya. Setelah itu, perempuan cantik itu berjalan keluar meninggalkan perusahaan. Beberapa menit lalu, Hurraim mengirim pesan WhatsApp dan menawari untuk pulang bersama. Namun Sandrina menolak dengan alasan ingin mampir ke San Kitchen. "Heh, perebut cowok orang!" Terdengar suara seorang perempuan. Suara itu sangat jelas. Sandrina langsung menoleh karena yakin sekali kalau perempuan itu bicara padanya. Namun, dia tidak mengerti mengapa wanita itu bisa bicara seperti itu. Selain itu, Sandrina juga tidak mengenal wanita itu. "Jadi loe yang rebut Hurraim dari gue," ucap wanita itu lagi. Siapa dia? Tentu saja mantan tunangan Hurraim. Ya, dia adalah Naima. Sontak saja Sandr