Sontak saja Sandrina terperanjat kaget mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Awalnya Sandrina bersikap lemah lembut dan merendah karena merasa bersalah. Namun saat melihat sikap lelaki itu yang tampak angkuh, tiba-tiba saja Sandrina merasa kesal dan emosi. Sudah benar dia bicara sopan dengan gaya elegan ingin bertanggung jawab, tapi lelaki itu malah ingin membawanya ke kantor polisi.
"Eh-eh, tunggu dulu. Jangan seperti ini. Saya akan bertanggung jawab!" teriak Sandrina yang kini sudah diseret paksa oleh dua orang pria yang sepertinya adalah bodyguard si lelaki misterius itu.
Hurraim Arkhaziyad, si lelaki bertubuh tinggi itu tidak menggubris. Dia kini masuk ke dalam mobil yang sama dengan Sandrina. Kacamata hitam itu masih menyembunyikan sorot mata kala menatap pada wanita di sampingnya.
Sandrina menatap sebal. Ini memang kesalahannya, tapi kenapa orang itu harus membawanya ke kantor polisi. Padahal dia akan bertanggung jawab. Bagaimana pun caranya, Sandrina tidak mau sampai dipenjara. Dia baru saja akan memulai karirnya, tapi seseorang kini sedang berpotensi menghambat tujuannya.
"Tuan, saya tahu mobil Anda rusak. Tapi saya akan bertanggung jawab. Jangan libatkan polisi dalam hal ini," mohon Sandrina dengan ekspresi tegang.
"Kelalaian berkendara yang menyebabkan kerusakan, masuk ke dalam pasal 229 ayat 2," ucap Hurraim dengan suara datar dan tanpa ekspresi.
Sontak saja Sandrina terperanjat kaget. Lelaki di sampingnya itu bisa dengan lugas bicara soal hukum. Saat itu juga, Sandrina menelaah pada sekujur tubuh Hurraim. Dia merasa jika lelaki itu bukan orang biasa. Bisa jadi dia adalah pengacara besar atau abdi negara. Entahlah.
"T–tapi saya akan bertanggung jawab, Tuan. Tolong jangan penjarakan saya," pinta Sandrina dengan ekspresi memohon.
Hurraim hanya diam dengan tatapan fokus ke depan. Kendaraan miliknya itu kini sudah memecah jalanan menuju kantor polisi terdekat. Hal ini benar-benar membuat Sandrina semakin kesal dan agak panik. Semua yang membencinya pasti akan tertawa bahagia melihat dia dipenjara. Sandrina kini membayangkan ekspresi jahat dan nyinyir dari Lorenza, Eleanor dan juga Clara saat melihat dia dipenjara. Ini gawat, Sandrina bahkan seperti akan kehilangan harapannya untuk membangun masa depan yang lebih indah.
Di depan polisi, Sandrina meremas jari jemarinya. Dia bukan takut karena kelalaiannya, tapi dia takut dipenjara. Hurraim yang merasa dirugikan, melaporkan apa yang terjadi pada mobilnya.
"Atas kelalaian ini, Anda terkena pasal 229 ayat 2. Sebagai sanksinya, Anda dikenakan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak 1 juta," ungkap polisi berbadan tegap.
Kedua mata Sandrina melebar. Rahangnya terjatuh dan mulutnya menganga. Dia benar-benar terkejut mendengar penjelasan itu.
"Saya tidak mau dipenjara! Lebih baik saya ganti rugi saja!" sergah Sandrina dengan suara lantang.
"Bagaimana, Pak? Apakah Anda bersedia dengan keinginan Mbak ini?" tanya Pak Polisi itu pada Hurraim.
Hurraim yang sejak tadi melipat tangan di dadanya, kini membuang napasnya pelan lalu mengangguk singkat. "Tidak masalah."
"Jadi, kasus ini sudah selesai sampai di sini saja. Korban sudah setuju untuk digantikan kerugiannya oleh tersangka. Mbak, Anda bebas dan tidak dipidana penjara," ucap polisi itu pada Sandrina.
Sandrina membuang napasnya lega. Seketika itu juga dia menatap sedikit aneh pada lelaki di sampingnya. Kalau begini caranya, kenapa tidak dari tadi saja dia katakan untuk diganti kerugiannya. Sandrina benar-benar sebal.
Sekarang, Sandrina berjalan cepat di belakang Hurraim. Lelaki itu sejak keluar dari ruangan, tidak bicara sepatah kata pun pada Sandrina. Langkah kaki Hurraim begitu cepat dan membuat Sandrina kesulitan mengimbanginya.
"Tuan, berikan nomor rekening Anda," ucap Sandrina.
Hurraim tidak menoleh sedikitpun. Namun, sempat berbicara. "Saya tidak punya banyak waktu. Lain kali kalau berkendara, jangan lalai."
Sandrina kebingungan. Apa sebenarnya yang lelaki itu inginkan? Tadi bersikeras membawanya ke kantor polisi, tapi sekarang seolah enggan diganti kerugiannya oleh Sandrina. Bahkan, Hurraim kini sudah bergerak masuk ke dalam mobilnya tanpa bicara apa-apa lagi pada Sandrina.
"Tuan, bagaimana dengan saya?" teriak Sandrina saat mobil yang ditumpangi Hurraim berjalan meninggalkannya.
Ini benar-benar membuat Sandrina semakin kesal sekaligus bingung. Dia sudah terlampau jauh dari mobilnya yang ia tinggalkan di sana. Lelaki menyebalkan itu bahkan tidak mengantarnya kembali ke mobilnya.
"Kenapa dia aneh sekali? Padahal tidak perlu ke kantor polisi kalau ujung-ujungnya dia pilih cara damai. Sekarang, dia tiba-tiba pergi tanpa memberi tahu nomor rekeningnya. Ck, benar-benar menyebalkan!" Sandrina berdecak kesal.
Sementara itu, Hurraim kini melepas kacamata hitamnya. Pria berusia 35 tahun itu melirik arloji di pergelangan tangannya. Dia adalah seorang CEO perusahaan di bidang industri. Hari ini, Hurraim akan menghadiri acara pembukaan perusahaan baru miliknya di Jakarta. Akibat kejadian tadi, dia sedikit telat dan kini terburu-buru. Sejak tadi, sang ayah meneleponnya berkali-kali. Hal ini membuatnya semakin kesal.
"Lebih cepat lagi! Telat sedikit saja aku bisa dimaki habis-habisan oleh ayah dan kakek," perintah Hurraim pada sopirnya.
Sopir mengangguk singkat dan dia menaikkan kecepatan mobil yang dikendarainya. Dalam situasi ini, Hurraim sangat tidak tenang dan merasa gelisah. Kemarahan ayahnya sudah dapat dia rasakan dari sekarang jika benar-benar terlambat datang.
"Jangan biarkan wanita itu lolos. Ini semua gara-gara dia," ucap Hurraim pada asisten pribadinya yang duduk di depan samping kemudi. Tiba-tiba saja dia teringat pada Sandrina yang telah menabrak mobilnya.
Waktu terus berjalan. Hurraim kini membuang napasnya kasar. Dia adalah putra tunggal keluarga kaya raya. Lelaki berdarah Turkiye–Indonesia itu baru saja tiba dari Dubai. Awalnya, Hurraim memimpin perusahaan yang ada di Dubai. Namun, tahun ini dia disuruh oleh sang kakek untuk mengurus perusahaan barunya di Jakarta.
Hurraim adalah lelaki tampan yang selalu menjaga jarak dari wanita. Tampangnya yang galak dan sikapnya yang dingin, membuat semua orang ketakutan dan segan setiap berhadapan dengannya. Sampai saat ini, Hurraim belum memiliki kekasih. Meskipun kakek dan kedua orang tuanya sudah sering menyinggung soal pernikahan, tapi Hurraim masih betah melajang.
Sementara itu, Sandrina kini terpaksa memesan ojek online untuk mengantarkannya ke tempat mobilnya berada. Rencana belanja keperluan rumah makan barunya, terpaksa harus dia batalkan. Berbagai macam kejadian hari ini seakan tidak mengizinkan Sandrina untuk membuka jalan menuju kesuksesan.
"Ya ampun, penyok begini mobilku," keluh Sandrina sembari menatap kesal pada bagian depan mobilnya.
Sandrina tidak berniat untuk pergi ke bengkel. Dia memilih pulang karena pikiran dan badannya lumayan lelah. Saat tiba di rumah, Sandrina menatap kaget dan saat itu juga kekesalannya semakin bertambah. Michael, lelaki itu ternyata sudah menunggunya di teras rumah. Keadaan rumah sangat sepi, karena kedua orang tua Sandrina sedang pergi.
Begitu melihat Sandrina keluar dari mobil, Michael bangkit dari duduknya. Dia kini terlihat tidak sabar ingin bertemu dengan mantan istrinya. Ada rasa kesal dan dendam atas keputusan Sandrina yang bercerai dengannya. Michael masih terus memikirkan Sandrina dan menyesal karena telah mengkhianatinya.
"Sandrina, aku ingin bicara," ucap Michael dengan suara tegas.
Sandrina tidak mau menatap wajah Michael yang menjijikan baginya. Dia sangat membenci mantan suaminya itu. "Tidak ada yang harus dibicarakan. Semuanya sudah jelas, kita sudah berpisah."
"Sandrina, tolong beri aku kesempatan sekali lagi," pinta Michael berusaha meluluhkan hati Sandrina.
Kedua mata Sandrina melotot tajam. "Tidak tahu malu! Kamu sudah menodai pernikahan yang suci. Dan sekarang meminta aku untuk memberi kesempatan? Itu tidak akan terjadi. Lagipula, aku sudah bukan istrimu lagi. Sebaiknya jalani hidup masing-masing." Setelah bicara demikian, Sandrina melengos pergi. Buru-buru dia membuka pintu lalu masuk tanpa menoleh ke arah Michael yang tengah berjalan mengikutinya.
Michael mengepalkan kedua tangannya. Semakin Sandrina menjauhinya, dia semakin merasa terhina. Michael seolah tidak sadar atas perlakuan kejinya pada Sandrina. Dia hanya mengira jika Sandrina jijik dan ilfil atas kemandulan yang dia alami.
"Aku merindukanmu, Sandrina," ucap Michael sembari menarik tangan Sandrina lalu membawa ke dalam pelukannya.
Bersambung..."Tidaaaak! Lepaskan!" pekik Sandrina dengan suara yang lantang dan panik.Jika dulu dia sangat bahagia dipeluk dan dimanja oleh Michael, tapi sekarang justru sebaliknya. Sandrina sangat takut dan membenci pelukan Michael. Mereka sudah resmi bercerai, tidak ada ikatan dan kewajiban lagi di antara keduanya. Sandrina tahu perkara haram dan dosa. "Kamu juga masih cinta 'kan sama aku, Sandrina? Jangan munafik," ucap Michael sembari menatap lekat wajah Sandrina yang tegang dan panik.Sandrina merengkuh tubuhnya sendiri. Dia sangat jijik dengan tindakan Michael padanya. Sekarang, tidak ada lagi tatapan manis dari Sandrina untuk Michael. Teringat kelakuan bejat lelaki itu, Sandrina merasa mual dan muak. "Jangan mimpi!" bentak Sandrina, "Saat kamu mengkhianati aku, maka saat itulah cintaku lenyap untukmu," lanjutnya dengan rahang mengeras dan tatapan penuh kebencian.Michael merasa terhina dan disepelekan. Padahal dia sangat tahu bagaimana Sandrina begitu mencintainya sebelum perselingkuhan
Michael membanting pintu kamarnya dengan kasar. Penolakan dan sikap Sandrina yang cuek, berhasil membuat emosinya meluap-luap. Michael sampai saat ini masih mempertahankan tuduhannya terhadap Sandrina. Ya, dia mengira jika Sandrina bersikap seperti itu dan memilih bercerai dengannya karena dia mengalami kemandulan."Siaaaaal! Kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku harus manduuul!!?" teriak Michael sembari mengacak rambutnya frustrasi.Tidak mudah bagi Michael menerima kenyataan yang terjadi padanya. Dari dulu dia merasa sehat dan baik-baik saja. Bahkan, keluarganya pun mengira bahwa Sandrina yang mandul. Namun ternyata, takdir berkata lain. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Michael benar-benar terkejut dan sulit menerima kenyataan pahit ini. Tok tok tok!Terdengar seseorang mengetuk pintu. Michael menolehkan wajahnya dan menatap tajam pada daun pintu. Sejurus kemudian, dia pun melangkahkan kakinya lalu membuka handle pintu."Apa yang kamu lakukan, Michael? Jangan pernah
Hurraim menoleh pada asal datangnya suara. Sontak saja matanya memicing dan seperti sedang mengingat-ingat. Tentu saja dia seperti pernah bertemu dengan wanita di hadapannya itu. Sementara Sandrina, wanita cantik itu tiba-tiba melotot kaget saat melihat sosok pria di hadapannya. Ya! Sandrina tidak pernah lupa bahwa Hurraim adalah sosok lelaki yang pernah membawanya ke kantor polisi."Hah? Lelaki ini ... dia 'kan yang bawa aku ke kantor polisi," gumam Sandrina dalam hati.Hurraim menatap dingin dan kini menunjukkan wajah sangarnya. Setelah melihat penampilan dan name tag wanita di hadapannya, Hurraim mulai mengerti jika wanita itu adalah pemilik rumah makan itu. Soal kejadian tempo hari, entah dia masih ingat atau tidak."Kamu pemilik rumah makan ini?" tanya Hurraim dengan suara dingin tapi tegas. Tatapannya tajam dan rahang yang kokoh itu tampak mengeras. Sandrina menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Melihat sikap lelaki di hadapannya yang biasa saja, Sandrina tampak mer
Michael melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dia berjalan bergandengan dengan Clara. Begitu sampai, Michael duduk di meja bagian pojok. Rumah makan milik Sandrina ini begitu strategis dan bertema klasik. Michael sangat kagum dan merasa nyaman ketika pertama kali masuk ke rumah makan itu. Setelah karyawati datang menunjukkan buku menu, Michael dan Clara pun memesan berbagai menu di sana. Harga yang cukup murah bagi mereka, sontak membuat keduanya sangat penasaran dengan rasanya. Mereka mengira bahwa rasanya biasa saja dan sesuai harga. "Murah-murah begini harganya. Kayaknya rasanya juga bias aja," ucap Clara."Coba saja kita tunggu. Aku juga penasaran sih sama rasanya," balas Michael. Mereka tidak tahu kalau pemilik rumah makan itu adalah Sandrina. Meskipun Sandrina bukan seorang chef, tapi dia sangat telaten dan pandai memasak. Saat dia masih menjadi istri Michael, Sandrina selalu belajar pada juru masak di rumah suaminya itu. Selain karena hoby, dia juga merasa tertantang dan i
Semua mata tertuju pada ketiga orang yang sedang mengalami pertikaian. Sandrina mengepalkan tangan dan menatap tajam pada Clara. Beberapa sorot mata menatap iba pada Sandrina, tapi mereka hanya diam dan menonton aksi Clara. Michael sebagai penengah, cukup merasa kesulitan menghentikan Clara yang terus menyerang Sandrina. Awalnya Sandrina hanya diam saja saat Clara menyiram jus alpukat pada wajahnya. Akan tetapi saat Clara hendak melakukannya lagi, dengan cepat Sandrina menepis tangan Clara dan alhasil baju Michael pun ikut ternodai. Sontak saja Michael melebarkan kedua matanya dan menatap kaget sekaligus kesal. Namun, tentu saja dia tidak bisa marah pada Sandrina karena ini semua ulah kekasihnya sendiri yaitu Clara."Cukup! Lebih baik kalian pergi dari sini sebelum aku seret ke kantor polisi!" bentak Sandrina dengan tatapan tajam dan penuh api kemarahan."Wow, sok berkuasa sekali. Hei, kalian! Wanita ini adalah mantan istri kekasihku ini. Dia bercerai karena tahu bahwa—" Clara belum
Seperti dugaan Sandrina kemarin, rumah makannya hari ini benar-benar ramai oleh pengunjung. Ada yang sudah sering datang ke sana, ada yang baru beberapa kali, dan ada juga yang baru menginjakkan kaki ke tempat itu. Sebagian mungkin karena penasaran dengan rasa dan kualitas rumah makan baru milik Sandrina itu. Namun, sepertinya yang lebih utama adalah orang-orang yang kepo pada Sandrina akibat kejadian viral kemarin. Sandrina saat ini sedang menghadapi beberapa konten kreator dan blogger. Banyak di antara mereka membuat konten di sana. Sandrina tidak marah atau melarang, dia justru merasa senang karena hal itu akan sangat menguntungkan baginya. Setelah ini, rumah makannya mungkin akan semakin dikenal banyak orang. "Saya tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Terlebih saat saya memilih untuk mengikhlaskan mantan suami saya direbut oleh wanita itu," ucap Sandrina di depan kamera. "Oh, jadi dia mantan suami Mbak? Dengar-dengar, dia pemilik perusahaan sepatu terbesar di kota ini?" tan
Braaaak!Sebuah pintu ditendang dengan kasar. Seorang wanita cantik menatap dingin dan penuh amarah pada dua orang di dalam kamar. Dadanya terasa panas dan rasa cemburu kini menjalar menyayat hati yang terluka. Bagaimana tidak, Sandrina Alexander Raharja menyaksikan perselingkuhan suaminya sendiri dengan perempuan pilihan mertuanya. "Manusia biadab! Hentikan perbuatan kalian!" pekik Sandrina dengan suara dingin dan mata menyala penuh amarah."Sandrina, apa-apaan ini!?" Michael yang sedang menggerayangi tubuh Clara, tampak kaget dan langsung menghentikan gerakannya. Kedua mata melotot penuh amarah pada sang istri yang berani mengacaukan kesenangannya.Sandrina mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang menumpuk di dada. Sungguh tidak pernah dia bayangkan sebelumnya jika seorang suami yang selama ini dicintainya, kini berani menduakan dan mengkhianati janji suci pernikahan. Lelaki yang tiga tahun lalu berusaha mendapatkan Sandrina, berjanji akan membahagiakannya, saat ini juga teng
Michael memelototkan kedua mata dan menatap sengit pada Sandrina. Setelah membaca surat itu, seketika dadanya berdebar kencang dan terasa sesak. Michael tidak menyangka jika Sandrina membawa surat pernyataan bahwa dia yang mengalami kemandulan. Kenyataan ini sungguh membuat Michael merasa terpukul dan tidak percaya. Baru saja dia melepaskan berliannya yaitu Sandrina, tapi kenyataan pahit yang lain kini datang padanya. "Ini pasti bohong!" tampik Michael mencoba mencari kebenaran. "Ini benar, Michael," balas Sandrina. Lorenza yang penasaran, langsung menyambar surat itu. Seperti yang Michael rasakan, dia juga sangat kaget dan syok. "Apa-apaan ini? Michael, ini tidak benar, 'kan?" Michael menggeleng tegang dan mulai panik. Ada rasa tidak terima dalam dadanya. Namun, beberapa waktu lalu dia dan Sandrina memang telah melakukan pemeriksaan kesehatan sistem reproduksi mereka. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Baru saja dia kehilangan sosok istri yang sangat dia cinta demi Clara yang k
Seperti dugaan Sandrina kemarin, rumah makannya hari ini benar-benar ramai oleh pengunjung. Ada yang sudah sering datang ke sana, ada yang baru beberapa kali, dan ada juga yang baru menginjakkan kaki ke tempat itu. Sebagian mungkin karena penasaran dengan rasa dan kualitas rumah makan baru milik Sandrina itu. Namun, sepertinya yang lebih utama adalah orang-orang yang kepo pada Sandrina akibat kejadian viral kemarin. Sandrina saat ini sedang menghadapi beberapa konten kreator dan blogger. Banyak di antara mereka membuat konten di sana. Sandrina tidak marah atau melarang, dia justru merasa senang karena hal itu akan sangat menguntungkan baginya. Setelah ini, rumah makannya mungkin akan semakin dikenal banyak orang. "Saya tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Terlebih saat saya memilih untuk mengikhlaskan mantan suami saya direbut oleh wanita itu," ucap Sandrina di depan kamera. "Oh, jadi dia mantan suami Mbak? Dengar-dengar, dia pemilik perusahaan sepatu terbesar di kota ini?" tan
Semua mata tertuju pada ketiga orang yang sedang mengalami pertikaian. Sandrina mengepalkan tangan dan menatap tajam pada Clara. Beberapa sorot mata menatap iba pada Sandrina, tapi mereka hanya diam dan menonton aksi Clara. Michael sebagai penengah, cukup merasa kesulitan menghentikan Clara yang terus menyerang Sandrina. Awalnya Sandrina hanya diam saja saat Clara menyiram jus alpukat pada wajahnya. Akan tetapi saat Clara hendak melakukannya lagi, dengan cepat Sandrina menepis tangan Clara dan alhasil baju Michael pun ikut ternodai. Sontak saja Michael melebarkan kedua matanya dan menatap kaget sekaligus kesal. Namun, tentu saja dia tidak bisa marah pada Sandrina karena ini semua ulah kekasihnya sendiri yaitu Clara."Cukup! Lebih baik kalian pergi dari sini sebelum aku seret ke kantor polisi!" bentak Sandrina dengan tatapan tajam dan penuh api kemarahan."Wow, sok berkuasa sekali. Hei, kalian! Wanita ini adalah mantan istri kekasihku ini. Dia bercerai karena tahu bahwa—" Clara belum
Michael melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dia berjalan bergandengan dengan Clara. Begitu sampai, Michael duduk di meja bagian pojok. Rumah makan milik Sandrina ini begitu strategis dan bertema klasik. Michael sangat kagum dan merasa nyaman ketika pertama kali masuk ke rumah makan itu. Setelah karyawati datang menunjukkan buku menu, Michael dan Clara pun memesan berbagai menu di sana. Harga yang cukup murah bagi mereka, sontak membuat keduanya sangat penasaran dengan rasanya. Mereka mengira bahwa rasanya biasa saja dan sesuai harga. "Murah-murah begini harganya. Kayaknya rasanya juga bias aja," ucap Clara."Coba saja kita tunggu. Aku juga penasaran sih sama rasanya," balas Michael. Mereka tidak tahu kalau pemilik rumah makan itu adalah Sandrina. Meskipun Sandrina bukan seorang chef, tapi dia sangat telaten dan pandai memasak. Saat dia masih menjadi istri Michael, Sandrina selalu belajar pada juru masak di rumah suaminya itu. Selain karena hoby, dia juga merasa tertantang dan i
Hurraim menoleh pada asal datangnya suara. Sontak saja matanya memicing dan seperti sedang mengingat-ingat. Tentu saja dia seperti pernah bertemu dengan wanita di hadapannya itu. Sementara Sandrina, wanita cantik itu tiba-tiba melotot kaget saat melihat sosok pria di hadapannya. Ya! Sandrina tidak pernah lupa bahwa Hurraim adalah sosok lelaki yang pernah membawanya ke kantor polisi."Hah? Lelaki ini ... dia 'kan yang bawa aku ke kantor polisi," gumam Sandrina dalam hati.Hurraim menatap dingin dan kini menunjukkan wajah sangarnya. Setelah melihat penampilan dan name tag wanita di hadapannya, Hurraim mulai mengerti jika wanita itu adalah pemilik rumah makan itu. Soal kejadian tempo hari, entah dia masih ingat atau tidak."Kamu pemilik rumah makan ini?" tanya Hurraim dengan suara dingin tapi tegas. Tatapannya tajam dan rahang yang kokoh itu tampak mengeras. Sandrina menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Melihat sikap lelaki di hadapannya yang biasa saja, Sandrina tampak mer
Michael membanting pintu kamarnya dengan kasar. Penolakan dan sikap Sandrina yang cuek, berhasil membuat emosinya meluap-luap. Michael sampai saat ini masih mempertahankan tuduhannya terhadap Sandrina. Ya, dia mengira jika Sandrina bersikap seperti itu dan memilih bercerai dengannya karena dia mengalami kemandulan."Siaaaaal! Kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku harus manduuul!!?" teriak Michael sembari mengacak rambutnya frustrasi.Tidak mudah bagi Michael menerima kenyataan yang terjadi padanya. Dari dulu dia merasa sehat dan baik-baik saja. Bahkan, keluarganya pun mengira bahwa Sandrina yang mandul. Namun ternyata, takdir berkata lain. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Michael benar-benar terkejut dan sulit menerima kenyataan pahit ini. Tok tok tok!Terdengar seseorang mengetuk pintu. Michael menolehkan wajahnya dan menatap tajam pada daun pintu. Sejurus kemudian, dia pun melangkahkan kakinya lalu membuka handle pintu."Apa yang kamu lakukan, Michael? Jangan pernah
"Tidaaaak! Lepaskan!" pekik Sandrina dengan suara yang lantang dan panik.Jika dulu dia sangat bahagia dipeluk dan dimanja oleh Michael, tapi sekarang justru sebaliknya. Sandrina sangat takut dan membenci pelukan Michael. Mereka sudah resmi bercerai, tidak ada ikatan dan kewajiban lagi di antara keduanya. Sandrina tahu perkara haram dan dosa. "Kamu juga masih cinta 'kan sama aku, Sandrina? Jangan munafik," ucap Michael sembari menatap lekat wajah Sandrina yang tegang dan panik.Sandrina merengkuh tubuhnya sendiri. Dia sangat jijik dengan tindakan Michael padanya. Sekarang, tidak ada lagi tatapan manis dari Sandrina untuk Michael. Teringat kelakuan bejat lelaki itu, Sandrina merasa mual dan muak. "Jangan mimpi!" bentak Sandrina, "Saat kamu mengkhianati aku, maka saat itulah cintaku lenyap untukmu," lanjutnya dengan rahang mengeras dan tatapan penuh kebencian.Michael merasa terhina dan disepelekan. Padahal dia sangat tahu bagaimana Sandrina begitu mencintainya sebelum perselingkuhan
Sontak saja Sandrina terperanjat kaget mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Awalnya Sandrina bersikap lemah lembut dan merendah karena merasa bersalah. Namun saat melihat sikap lelaki itu yang tampak angkuh, tiba-tiba saja Sandrina merasa kesal dan emosi. Sudah benar dia bicara sopan dengan gaya elegan ingin bertanggung jawab, tapi lelaki itu malah ingin membawanya ke kantor polisi."Eh-eh, tunggu dulu. Jangan seperti ini. Saya akan bertanggung jawab!" teriak Sandrina yang kini sudah diseret paksa oleh dua orang pria yang sepertinya adalah bodyguard si lelaki misterius itu.Hurraim Arkhaziyad, si lelaki bertubuh tinggi itu tidak menggubris. Dia kini masuk ke dalam mobil yang sama dengan Sandrina. Kacamata hitam itu masih menyembunyikan sorot mata kala menatap pada wanita di sampingnya.Sandrina menatap sebal. Ini memang kesalahannya, tapi kenapa orang itu harus membawanya ke kantor polisi. Padahal dia akan bertanggung jawab. Bagaimana pun caranya, Sandrina tidak mau sampai dipenjara
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina mencoba untuk terus melupakan Michael dalam hidupnya. Masa lalu biarlah masa lalu, Sandrina tidak ingin mengingatnya lagi. Sudah cukup dia disakiti oleh Michael maupun keluarganya. Sekarang, Sandrina hanya ingin fokus pada kehidupannya. Sebagai seorang janda, Sandrina kini telah bebas dari peraturan suami yang harus dia patuhi. Itu sebabnya sekarang Sandrina mencoba untuk bangkit dan berdiri di atas kakinya sendiri. Perempuan cantik berkulit putih itu kini berencana membuka rumah makan miliknya sendiri. Berbekal pengalaman di pondok indah mertua, sedikit demi sedikit Sandrina bisa memasak makanan khas Indonesia. "Semoga usaha ini berjalan lancar dan aku bisa sukses," ucap Sandrina pada dirinya sendiri. Meskipun Sandrina belum punya anak, tapi dia tetap ingin mendapatkan penghasilan dari usahanya. Selain itu, Sandrina juga tidak ingin terus mengingat penderitaan yang pernah dia rasakan selama tinggal bersama orang tua dan adik Michael yang jahat
Michael menatap serius pada layar monitor yang menunjukan isi di dalam rahim Clara. Dia begitu penasaran apakah Clara hamil atau tidak. Meskipun hamil, nantinya dia ingin melakukan tes DNA. Sang Dokter kandungan kini sedang melakukan pemeriksaan. Alat USG itu sudah berselancar di atas perut rata Clara."Tidak ditemukan tanda-tanda kehamilan di sini," ungkap Dokter kandungan itu yang berhasil membuat Michael terperanjat kaget sekaligus kecewa. Bukan kecewa karena Clara yang tidak mengandung anaknya, tapi dia kecewa karena Clara telah menipunya sehingga membuat dia kehilangan sang istri yang begitu berharga. Tatapan tajam dan dingin itu kembali Clara dapatkan. Bahkan, kini Lorenza yang selalu bersikap manis dan hangat itu tiba-tiba cuek dan judes pada Clara."Bisa-bisanya kamu menipuku, Clara!" Suara bariton itu terdengar menyeramkan di telinga Clara. Michael menatap penuh api kemarahan."Aku lakukan ini karena sangat mencintaimu, Michael. Aku ingin menikah denganmu," ucap Clara dengan