Hari demi hari terus berlalu. Sandrina mencoba untuk terus melupakan Michael dalam hidupnya. Masa lalu biarlah masa lalu, Sandrina tidak ingin mengingatnya lagi. Sudah cukup dia disakiti oleh Michael maupun keluarganya. Sekarang, Sandrina hanya ingin fokus pada kehidupannya. Sebagai seorang janda, Sandrina kini telah bebas dari peraturan suami yang harus dia patuhi. Itu sebabnya sekarang Sandrina mencoba untuk bangkit dan berdiri di atas kakinya sendiri. Perempuan cantik berkulit putih itu kini berencana membuka rumah makan miliknya sendiri. Berbekal pengalaman di pondok indah mertua, sedikit demi sedikit Sandrina bisa memasak makanan khas Indonesia.
"Semoga usaha ini berjalan lancar dan aku bisa sukses," ucap Sandrina pada dirinya sendiri.
Meskipun Sandrina belum punya anak, tapi dia tetap ingin mendapatkan penghasilan dari usahanya. Selain itu, Sandrina juga tidak ingin terus mengingat penderitaan yang pernah dia rasakan selama tinggal bersama orang tua dan adik Michael yang jahat padanya. Maka dengan cara inilah dia akan banyak kegiatan dan melupakan masa lalunya yang menyakitkan.
"Heh, perempuan mandul!" Terdengar suara seorang wanita yang tak lain adalah Clara.
Sandrina menoleh dengan ekspresi wajah jutek. Setelah kejadian itu, baru hari ini Sandrina kembali bertemu dengan Clara. Sandrina ingin sekali memukul mulut Clara yang asal bicara padanya. Padahal jelas-jelas dia bukan wanita mandul, tapi Clara terus-terusan mengatainya mandul.
"Puas kamu sudah menghancurkan hubungan aku dengan Michael, hah?!" Clara bicara dengan nada tinggi dan ekspresi marah. Dia semakin membenci Sandrina yang telah membuat kebohongannya terbongkar.
Sandrina tersenyum sinis. "Meskipun kamu berhasil mendapatkan Michael, itu bukan urusanku lagi."
Clara menyilangkan kedua tangan di dadanya. "Aku penasaran, istri yang katanya sangat mencintai suaminya, tiba-tiba bersedia meninggalkan suaminya yang ketahuan mandul. Apa jangan-jangan kamu juga berselingkuh dari Michael?"
"Jaga ucapan kamu!" sentak Sandrina, "Aku bukan wanita murahan seperti dirimu!" lanjutnya dengan tatapan marah dan tidak terima.
"Jangan sok suci! Kamu bahkan tega meninggalkan Michael saat tahu dia mandul. Jadi selama ini, kamu mencintai Michael karena hartanya saja? Dasar matre!" umpat Clara sembari mendorong tubuh ramping Sandrina.
Sandrina memelototkan kedua mata dan benar-benar geram atas ucapan serta perlakuan Clara. Padahal dia tidak ingin lagi berurusan dengan perempuan ular itu, tapi Clara tiba-tiba datang dan membuatnya kesal. "Kamu nuduh aku atau nyindir diri kamu sendiri?"
"Apa katamu? Kurang ajar!" Clara terpancing emosi. Dari kejadian itu, dia semakin membenci dan dendam pada Sandrina. Perempuan itu kini hendak melayangkan tangannya pada pipi Sandrina, tapi saat itu juga Sandrina dapat menangkisnya.
"Jangan kotori wajahku dengan tanganmu ini, wanita ular!" umpat Sandrina sembari menghempaskan dengan kasar tangan Clara.
Mata Clara melebar. Dia tidak menyangka jika Sandrina bisa lebih kuat darinya. Kekuatan dan keberanian Sandrina telah berhasil membuatnya semakin geram dan marah. Namun, sebelum dia melakukan hal lain, Sandrina sudah berjalan pergi meninggalkannya.
"Sialan! Dia sudah berani melawanku," umpat Clara dengan ekspresi marah dan benci.
Sandrina kini bergerak masuk ke dalam mobil. Namun betapa kagetnya dia saat tiba-tiba seseorang menarik tangannya. "Hei, lepaskan!" Seketika itu juga Sandrina teriak panik.
"Ikut aku!" Lorenza bicara dingin disertai tatapan tajam.
Ada apa lagi? Sandrina sangat tidak habis pikir pada sosok mertuanya yang masih saja mengganggu hidupnya. "Lepaskan tanganku! Aku banyak urusan. Jadi, tidak bisa ikut denganmu."
Lorenza terperanjat kaget mendengar jawaban Sandrina. "Menantu tidak tahu diuntung! Berani-beraninya kamu hidup bebas setelah membuat putraku menderita!"
Rahang Sandrina terjatuh. Mulutnya terbuka dan kedua alis saling beradu. Kedua mata menatap heran dan setengah tidak percaya.
"Hah? Menderita? Mami nggak salah ngomong?" Sandrina kini tersenyum miring. "Bukannya kalian yang selama ini selalu bikin aku menderita!?"
"Putraku terpuruk dan sekarang dia benar-benar sedih dengan keadaan yang menimpanya. Jika dari awal kamu menyembunyikan surat itu, maka putraku tidak akan terpuruk dan stres seperti ini!" bentak Lorenza dengan tatapan marah dan penuh kebencian. Lorenza tidak terima melihat Sandrina baik-baik saja, sedangkan putranya kini terpuruk atas kenyataan yang terjadi padanya.
"Oh, tak mungkin! Kalian mau aku yang terus disalahkan dan seolah-olah aku yang mandul? Haha, jahat sekali," celoteh Sandrina sembari tertawa renyah.
Sandrina tidak mau lagi ditindas oleh mertuanya itu. Apapun caranya, dia akan melawan jika disakiti lagi. Lorenza sekarang benar-benar semakin kesal. Sebagai seorang ibu, Lorenza sangat khawatir dan ikut sedih atas kemandulan putranya. Yang dia inginkan, Sandrina menyembunyikan soal kemandulan Michael dan berpura-pura tidak tahu. Dengan begitu, Michael tidak akan merasa sedih dan akan tetap percaya diri.
"Kamu yang jahat! Setelah tahu putraku mandul, kamu pergi meninggalkannya," tuding Lorenza dengan tatapan sinis.
"Bukankah kalian yang ingin aku pergi? Kenapa sekarang menyalahkan aku?" seloroh Sandrina yang tak kalah sinisnya.
Lorenza mendengus kesal. Napasnya naik turun begitu cepat keluar dari hidungnya. "Lihat saja nanti, kamu pasti akan menyesal!" Dia bicara dengan nada kesal.
Sandrina tidak menggubris. Wanita cantik itu kini sudah berbalik badan lalu bergegas masuk ke dalam mobil. Sungguh tidak penting sekali meladeni manusia jahat seperti Lorenza. Sekarang ini, Sandrina sedang menjauhi orang-orang toxic dan mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Huft! Sepertinya mereka memang tidak akan puas sebelum mendapatkan karma," ucap Sandrina dalam hati.
Dering di ponsel berhasil membuat lamunannya menghilang. Sandrina menolehkan wajahnya, melirik layar ponsel yang ia biarkan berada di sampingnya. Kedua tangan kini sedang fokus menyetir, untuk sesaat dia biarkan ponsel itu hingga panggilan terputus sendiri.
Jalanan di ibu kota cukup ramai. Sandrina kini sangat berhati-hati menyetir mobilnya. Saat dering di ponsel kembali terdengar, Sandrina berusaha meraih dengan menggunakan tangan satu. Ini sedikit rumit, karena banyaknya kendaraan dan fokus berkendaranya terganggu oleh seseorang yang menelepon di seberang sana, tiba-tiba saja mobil Sandrina menabrak belakang mobil putih tepat di depan mobilnya..
Brugh!
Kepala Sandrina terhuyung. Dia benar-benar kaget saat mobilnya menghantam mobil lainnya. Untung saja dia segera mengendalikan mobilnya itu. Ini sial, seseorang di dalam mobil itu keluar dengan ekspresi marah. Mendadak Sandrina merasa tegang dan panik. Ini kali pertamanya dia melakukan kelalaian semacam ini.
"Astaga! Apa yang aku lakukan? Ck, ini gara-gara penelepon sialan!" Sandrina mendengus kesal.
Tok tok tok!
Kaca mobil diketuk dari luar. Seorang petugas jalan memberi kode agar Sandrina cepat keluar. Kelalaian ini terjadi tidak disengaja, tapi tetap saja Sandrina harus bertanggung jawab.
Seorang lelaki bertubuh tinggi, lebih tinggi dari Michael, kini berdiri di depan mobil Sandrina. Kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Sandrina tidak bisa melihat bagaimana lelaki itu menatap dirinya, tapi dia yakin jika lelaki itu kini sedang marah dan ingin memakinya.
"Saya minta maaf atas kejadian ini. Ini kesalahan saya, dan saya akan bertanggung jawab atas kerugian yang Anda alami," ucap Sandrina dengan suara sedikit gemetar karena panik dan tegang.
Lelaki di hadapannya itu tidak menjawab. Sandrina tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu. Wajahnya yang menunduk juga tidak tahu apa yang sedang lelaki itu lakukan sekarang.
"Katakan, berapa banyak yang harus saya keluarkan untuk—" Sandrina menggantung ucapannya, karena lelaki itu tiba-tiba menyelanya.
"Bawa dia ke kantor polisi!" ucap lelaki itu dengan suara dingin.
Bersambung...Sontak saja Sandrina terperanjat kaget mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Awalnya Sandrina bersikap lemah lembut dan merendah karena merasa bersalah. Namun saat melihat sikap lelaki itu yang tampak angkuh, tiba-tiba saja Sandrina merasa kesal dan emosi. Sudah benar dia bicara sopan dengan gaya elegan ingin bertanggung jawab, tapi lelaki itu malah ingin membawanya ke kantor polisi."Eh-eh, tunggu dulu. Jangan seperti ini. Saya akan bertanggung jawab!" teriak Sandrina yang kini sudah diseret paksa oleh dua orang pria yang sepertinya adalah bodyguard si lelaki misterius itu.Hurraim Arkhaziyad, si lelaki bertubuh tinggi itu tidak menggubris. Dia kini masuk ke dalam mobil yang sama dengan Sandrina. Kacamata hitam itu masih menyembunyikan sorot mata kala menatap pada wanita di sampingnya.Sandrina menatap sebal. Ini memang kesalahannya, tapi kenapa orang itu harus membawanya ke kantor polisi. Padahal dia akan bertanggung jawab. Bagaimana pun caranya, Sandrina tidak mau sampai dipenjara
"Tidaaaak! Lepaskan!" pekik Sandrina dengan suara yang lantang dan panik.Jika dulu dia sangat bahagia dipeluk dan dimanja oleh Michael, tapi sekarang justru sebaliknya. Sandrina sangat takut dan membenci pelukan Michael. Mereka sudah resmi bercerai, tidak ada ikatan dan kewajiban lagi di antara keduanya. Sandrina tahu perkara haram dan dosa. "Kamu juga masih cinta 'kan sama aku, Sandrina? Jangan munafik," ucap Michael sembari menatap lekat wajah Sandrina yang tegang dan panik.Sandrina merengkuh tubuhnya sendiri. Dia sangat jijik dengan tindakan Michael padanya. Sekarang, tidak ada lagi tatapan manis dari Sandrina untuk Michael. Teringat kelakuan bejat lelaki itu, Sandrina merasa mual dan muak. "Jangan mimpi!" bentak Sandrina, "Saat kamu mengkhianati aku, maka saat itulah cintaku lenyap untukmu," lanjutnya dengan rahang mengeras dan tatapan penuh kebencian.Michael merasa terhina dan disepelekan. Padahal dia sangat tahu bagaimana Sandrina begitu mencintainya sebelum perselingkuhan
Michael membanting pintu kamarnya dengan kasar. Penolakan dan sikap Sandrina yang cuek, berhasil membuat emosinya meluap-luap. Michael sampai saat ini masih mempertahankan tuduhannya terhadap Sandrina. Ya, dia mengira jika Sandrina bersikap seperti itu dan memilih bercerai dengannya karena dia mengalami kemandulan."Siaaaaal! Kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku harus manduuul!!?" teriak Michael sembari mengacak rambutnya frustrasi.Tidak mudah bagi Michael menerima kenyataan yang terjadi padanya. Dari dulu dia merasa sehat dan baik-baik saja. Bahkan, keluarganya pun mengira bahwa Sandrina yang mandul. Namun ternyata, takdir berkata lain. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Michael benar-benar terkejut dan sulit menerima kenyataan pahit ini. Tok tok tok!Terdengar seseorang mengetuk pintu. Michael menolehkan wajahnya dan menatap tajam pada daun pintu. Sejurus kemudian, dia pun melangkahkan kakinya lalu membuka handle pintu."Apa yang kamu lakukan, Michael? Jangan pernah
Hurraim menoleh pada asal datangnya suara. Sontak saja matanya memicing dan seperti sedang mengingat-ingat. Tentu saja dia seperti pernah bertemu dengan wanita di hadapannya itu. Sementara Sandrina, wanita cantik itu tiba-tiba melotot kaget saat melihat sosok pria di hadapannya. Ya! Sandrina tidak pernah lupa bahwa Hurraim adalah sosok lelaki yang pernah membawanya ke kantor polisi."Hah? Lelaki ini ... dia 'kan yang bawa aku ke kantor polisi," gumam Sandrina dalam hati.Hurraim menatap dingin dan kini menunjukkan wajah sangarnya. Setelah melihat penampilan dan name tag wanita di hadapannya, Hurraim mulai mengerti jika wanita itu adalah pemilik rumah makan itu. Soal kejadian tempo hari, entah dia masih ingat atau tidak."Kamu pemilik rumah makan ini?" tanya Hurraim dengan suara dingin tapi tegas. Tatapannya tajam dan rahang yang kokoh itu tampak mengeras. Sandrina menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Melihat sikap lelaki di hadapannya yang biasa saja, Sandrina tampak mer
Michael melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dia berjalan bergandengan dengan Clara. Begitu sampai, Michael duduk di meja bagian pojok. Rumah makan milik Sandrina ini begitu strategis dan bertema klasik. Michael sangat kagum dan merasa nyaman ketika pertama kali masuk ke rumah makan itu. Setelah karyawati datang menunjukkan buku menu, Michael dan Clara pun memesan berbagai menu di sana. Harga yang cukup murah bagi mereka, sontak membuat keduanya sangat penasaran dengan rasanya. Mereka mengira bahwa rasanya biasa saja dan sesuai harga. "Murah-murah begini harganya. Kayaknya rasanya juga bias aja," ucap Clara."Coba saja kita tunggu. Aku juga penasaran sih sama rasanya," balas Michael. Mereka tidak tahu kalau pemilik rumah makan itu adalah Sandrina. Meskipun Sandrina bukan seorang chef, tapi dia sangat telaten dan pandai memasak. Saat dia masih menjadi istri Michael, Sandrina selalu belajar pada juru masak di rumah suaminya itu. Selain karena hoby, dia juga merasa tertantang dan i
Semua mata tertuju pada ketiga orang yang sedang mengalami pertikaian. Sandrina mengepalkan tangan dan menatap tajam pada Clara. Beberapa sorot mata menatap iba pada Sandrina, tapi mereka hanya diam dan menonton aksi Clara. Michael sebagai penengah, cukup merasa kesulitan menghentikan Clara yang terus menyerang Sandrina. Awalnya Sandrina hanya diam saja saat Clara menyiram jus alpukat pada wajahnya. Akan tetapi saat Clara hendak melakukannya lagi, dengan cepat Sandrina menepis tangan Clara dan alhasil baju Michael pun ikut ternodai. Sontak saja Michael melebarkan kedua matanya dan menatap kaget sekaligus kesal. Namun, tentu saja dia tidak bisa marah pada Sandrina karena ini semua ulah kekasihnya sendiri yaitu Clara."Cukup! Lebih baik kalian pergi dari sini sebelum aku seret ke kantor polisi!" bentak Sandrina dengan tatapan tajam dan penuh api kemarahan."Wow, sok berkuasa sekali. Hei, kalian! Wanita ini adalah mantan istri kekasihku ini. Dia bercerai karena tahu bahwa—" Clara belum
Seperti dugaan Sandrina kemarin, rumah makannya hari ini benar-benar ramai oleh pengunjung. Ada yang sudah sering datang ke sana, ada yang baru beberapa kali, dan ada juga yang baru menginjakkan kaki ke tempat itu. Sebagian mungkin karena penasaran dengan rasa dan kualitas rumah makan baru milik Sandrina itu. Namun, sepertinya yang lebih utama adalah orang-orang yang kepo pada Sandrina akibat kejadian viral kemarin. Sandrina saat ini sedang menghadapi beberapa konten kreator dan blogger. Banyak di antara mereka membuat konten di sana. Sandrina tidak marah atau melarang, dia justru merasa senang karena hal itu akan sangat menguntungkan baginya. Setelah ini, rumah makannya mungkin akan semakin dikenal banyak orang. "Saya tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Terlebih saat saya memilih untuk mengikhlaskan mantan suami saya direbut oleh wanita itu," ucap Sandrina di depan kamera. "Oh, jadi dia mantan suami Mbak? Dengar-dengar, dia pemilik perusahaan sepatu terbesar di kota ini?" tan
Malam ini kedua orang tua Hurraim sudah berada di sebuah restoran mewah bersama Naima dan Kakeknya. Naima adalah gadis yatim piatu yang tinggal bersama Kakek dan neneknya. Namun, neneknya pun sudah lama meninggal dunia. Sekarang, Naima hanya hidup bersama sang Kakek yang sudah seperti pahlawan baginya. Kakek Naima sendiri bersahabat baik dengan kakek Hurraim. Sejak dulu, mereka saling bekerja sama untuk mengembangkan bisnis masing-masing. Kakek Hurraim ingin menikahkan cucunya dengan cucu sahabatnya, agar persahabatan mereka selalu terikat hingga generasi ke generasi yang akan datang. "Di mana Hurraim? Apakah dia tidak bersedia datang?" tanya Kakek Naima yang tampak heran.Sudah lima belas menit mereka menunggu kedatangan Hurraim, tapi Hurraim belum juga sampai. Naima sedikit canggung sekaligus tidak percaya diri. Dari awal, dia merasa jika Hurraim tidak akan mau dijodohkan dengannya. Namun, Naima sudah terlanjur menyukai Hurraim dan berharap mereka akan benar-benar menikah."Dia pa
Eleanor menceritakan apa yang terjadi pada keluarganya belakangan ini. Hal itu sontak membuat Papinya tercengang kaget. Terlebih saat mendengar kabar Michael yang depresi. Dia juga baru tahu apa yang terjadi pada rumah tangga Michael. Saat tahu Michael selingkuh, Papi Eleanor benar-benar geram dan menyangkut pautkan dengan sifat Lorenza. "Wajar aja kalau kakakmu seperti itu, Ele. Soalnya mamimu yang menghasutnya. Dari dulu mami kamu nggak mau berubah. Dia doyan selingkuh, dan malah diturunkan pada anaknya. Miris sekali. Papi harap, kamu tidak seperti itu, Nak. Karena jika itu terjadi, maka kamulah yang akan menghancurkan dirimu sendiri," tutur Papi Eleanor dengan serius. Eleanor mengangguk pelan. Maka setelah dia tahu banyak tentang maminya, seorang Eleanor mengerti mengapa maminya bersikeras menghasut Michael untuk selingkuh dengan Clara. Sampai-sampai rumah tangga kakaknya itu hancur oleh perbuatan mami mereka. "Ele nggak akan kayak mami. Tapi untung aja Papi berhasil temukan jal
"Mami, hari ini Ele mau nemuin papi," ucap Eleanor dengan tatapan penuh harap. Lorenza mendelikan matanya dan menatap tajam. Sepertinya dia sangat tidak suka dengan tindakan putrinya itu. "Jangan pernah menemuinya, Ele. Sudah Mami katakan berkali-kali kalau kamu tidak pantas bertemu dengan pria yang sudah menelantarkan kamu!" Ia bicara dengan nada tinggi dan ngegas. Eleanor menatap setengah tidak percaya. "Tapi ini demi kebaikan kita semua, Mam.""Apa yang akan kamu lakukan? Dia tidak akan peduli pada kita. Sudah, lupakan saja. Kita jalani kehidupan baru ini," ujar Lorenza yang tampak menekan setiap ucapannya.Eleanor membuang napasnya kasar. Dia benar-benar kesal pada Maminya yang selalu saja ingin menang sendiri. Padahal, Eleanor berniat untuk mengadukan apa yang terjadi pada keluarga mereka. Termasuk soal perusahaan yang dirampas oleh Clara. Siapa tahu sang papi bisa menolong mereka. Belakangan ini, Eleanor mengetahui bahwa papinya memiliki beberapa perusahaan besar dan sukses. T
Di sudut lain...Seorang pria duduk dengan memeluk lutut di bawah ranjang. Matanya sayu, rambutnya berantakan, wajahnya kusam dan tubuhnya gemetar. Kamar itu tampak gelap dan seolah nestapa merenggut semua cahaya. Asap rokok mengepul di udara. Melayang tinggi bersama segenap penderitaan. Michael semakin terpuruk dan tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia sudah kehilangan kekuasaannya. Bahkan untuk memberi makan pada mami dan adiknya pun Michael tidak bisa melakukannya. "Kenapa semuanya terjadi begitu saja? Apakah aku diciptakan hanya untuk menderita!?" gumam Michael dalam hati. Semenjak kehilangan perusahaannya, Michael selalu melamun dan menikmati minuman haram. Lorenza sebagai orang tua sangat prihatin terhadap kondisi putranya itu. Sering kali dia mengingatkan Michael agar tidak menyiksa dirinya sendiri dengan minuman keras dan begadang semalaman. Namun, Michael terlanjur pusing dan depresi. Dia mencari sebuah ketenangan dalam hidupnya. "Setelah kehilangan papi yang direbut oleh
Sesampainya di rumah...Naima berlari kecil menghampiri Hurraim yang baru saja tiba. Wanita cantik itu langsung memeluk hangat tubuh tunangannya. Setelah dua hari menunggu, akhirnya Hurraim datang juga. "Aaaaaa, akhirnya kamu pulang," sorak Naima dengan tingkah manjanya. Hurraim memutar bola matanya malas lalu membuang napasnya kasar. Dia pun segera mendorong tubuh Naima agar menjauh darinya. "Lepaskan! Jangan peluk-peluk tubuhku seperti ini."Naima mengerucutkan bibirnya bertingkah sebal. "Kamu kenapa sih, kok cuek banget sama aku. Hurraim, kita akan menikah. Maka cobalah membuka hati untukku."Hurraim tak menggubris. Dia sekarang berjalan menaiki anak tangga untuk langsung ke kamarnya. Naima mengekori sambil terus mengoceh. "Hurraim sayang, apa kamu tidak merindukan aku?" tanya Naima dengan manja sekaligus sebal. "Tidak! Heh, suruh siapa kamu mengikuti aku? Pergi sekarang juga. Aku capek dan perlu istirahat. Nanti malam keluarga kita akan kembali bertemu, maka aku akan umumkan s
Kembali ke keluarga Michael...Hari ini Michael mengunjungi perusahaan yang sudah sah menjadi milik Clara. Meskipun Clara sendiri belum bisa ia temui, tapi Michael akan berusaha mendapatkan perusahaan miliknya kembali. Perusahaan itu memang warisan dari orang tua Lorenza, tapi tetap saja Michael pun berusaha payah untuk mengembangkannya. Sekarang, siapa yang tidak marah dan geram jika tiba-tiba seorang Clara merebut perusahaan yang sudah susah payah dibangun dan dikembangkan. "Maaf Pak, Anda bukan bagian dari perusahaan ini lagi," ucap petugas keamanan yang saat ini berusaha menghalangi Michael untuk masuk ke perusahaan itu. Michael menatap tajam dan dadanya benar-benar terasa sesak. Bisa-bisanya orang di hadapannya ini melarangnya masuk. Padahal dialah yang menggajinya. "Ini bukan urusanmu! Aku akan mendapatkan hakku kembali!" ujar Michael bersikeras untuk masuk. "Tapi Bu Clara melarang Anda datang ke sini, Pak," ucap keamanan itu. Michael membuang napasnya kasar. "Minggir!" Ia
Sandrina kembali bergabung dengan peserta lainnya. Team San Kitchen pun mendapat juara 2. Sementara juara 3, dari karyawan perusahaan Hurraim. "Sekarang pengumuman untuk pemenang lomba squid game!" ucap MC. Juna mendadak tegang dan harap-harap cemas. Kendati demikian, dia sudah yakin jika akan mendapatkan hadiah mobil yang diimpikan. Ada beberapa orang yang mendapatkan juara. Selain juara 1, 2 dan 3. Juara harapan lainnya pun mendapatkan hadiah. Ini sungguh membuat semua peserta semangat. "Juna pasti dapat mobil, Kiah," ucap Sandrina. "Iya, Bu San. Semoga saja pak CEO nggak bohong ya," sahut Zakiah. "Dia nggak akan bohong. Ini menyangkut harga diri dan kesuksesannya dalam bisnis," tukas Sandrina menegaskan. "Hehe, iya-iya Bu," balas Zakiah. "Pemenangnya adalah Arjuna Prakoso!" ucap Hurraim. "Yeeeee!" Zakiah bersorak. Juna terduduk lesu lalu bersujud di tanah. Setelah itu dia menengadahkan kedua tangannya ke atas langit. "Alhamdulillah." Kemudian, staf itu pun berjalan cepat k
Lorenza telah bercerai dengan suaminya saat Eleanor berusia lima tahun. Selama itu, papi Michael dan Eleanor tidak pernah lagi menemui mereka. Bukan karena tidak ingin, tapi Lorenza yang menghalanginya untuk bertemu dengan putra putrinya."Jangan ngawur, Ele. Papi sudah tidak peduli pada kita sejak bercerai dengan Mami. Dia sudah bahagia dengan keluarga barunya," ujar Michael yang tampak menekan setiap ucapannya. "Aku nggak ngawur, Kak. Ini benar-benar terjadi. Kalian bahkan tidak tahu 'kan kalau papi sudah ada di Indonesia!?" tukas Eleanor semakin ngotot. "Apa!?" Sontak saja Lorenza melebarkan kedua matanya dan menatap setengah tidak percaya. "Apa kamu sering berkomunikasi dengannya?" tanya Michael penuh selidik. Eleanor mengangguk mantap. "Ya! Sudah tiga tahun belakangan, aku dan papi saling bertukar kabar. Papi sempat mengajakku untuk bertemu, tapi aku ragu karena takut tidak bisa menahan emosiku saat bertemu dengannya.""Jangan pernah menemuinya. Ingat, dia papi kalian yang ti
Michael mengendarai mobilnya dengan cepat menuju kediaman Clara. Emosi sudah menumpuk di dadanya. Clara benar-benar wanita licik dan jahat. Tak pernah Michael bayangkan jika ternyata wanita yang menghancurkannya adalah Clara. Sudah berhasil menyingkirkan Sandrina dari hidupnya, sekarang Clara pun menyingkirkan kekayaan miliknya. Sungguh ironis, tapi inilah kenyataan yang Michael hadapi. "Clara! Clara! Buka pintunya!" teriak Michael di luar. Ia berharap Clara ada di dalam sana. Namun, beberapa menit berlalu, Clara tak kunjung keluar. Hal itu benar-benar membuat Michael dongkol. Lelaki tampan itu pun mendobrak pintu itu lalu masuk mencari keberadaan Clara. Akan tetapi, tidak ada siapa pun di sana. "Clara! Sembunyi di mana kamu!?" teriak Michael lagi. Ada yang janggal di hadapan Michael. Perabotan dan barang-barang di sana sangatlah berbeda. Tentu saja dia mulai curiga jika apartemen ini bukan ditempati oleh Clara lagi. "Hei, apa yang kamu lakukan di rumahku!?" teriak seorang lansia
Sandrina sudah selesai memasak nasi liwet, sambal terasi, ikan goreng dan berbagai lalapan lainnya. Ikan mas hasil tangkapan Hurraim pun sudah selesai dimasak. Team juri sudah menunggu dan siap menilai masakan para peserta lomba. "Semoga kita menang ya, Bu," ucap Zakiah penuh harap. "Aamiin. Kalau menang, kita dapat hadiah alat-alat masak yang canggih dan modern," balas Sandrina. "Yeah!!! Tapi buat Pak CEO udah dipisahin 'kan Bu?" tanya Zakiah. "Aman, Kiah. Lihat tuh, dia mau ke sini!" ucap Sandrina sembari menatap intens pada Hurraim yang sedang berjalan ke arahnya. Perlombaan memancing sudah selesai. Hurraim hanya berhasil mendapatkan 1 ekor ikan mas. Bastian mendapatkan 5 ekor ikan mas dan nila. Sementara Juna, mendapatkan 15 ekor ikan mas dan nila. Sepertinya Juna termasuk salah satu pemenang lomba mancing itu. "Sayang, aku capek," rengek Hurraim dengan ekspresi manjanya. Lelaki tampan itu ngelendot pada Sandrina yang duduk di kursi jati. Sandrina memutar bola matanya dan m