Hahahah😂 nah loh, kira-kira Al beneran ML gak nih sama Ar pas dia tidur semalam.😅 Haduh ada-ada aja tuh pengantin baru. Uhuuuy, tengkyu 2 bab hari ini lunas, ya. Sampai jumpa 2 bab lagi di esok hari.💞
"Apaan sih, Ar. Berisik banget, deh!" racau Aleandra di dalam tidurnya.Bukannya bangun, Aleandra justru membalikkan tubuh, dan menarik selimut untuk membungkus seluruh badannya."Bangun, hey! Ini udah mau Subuh!" Aryesta masih berusaha membangunkan suami bebalnya ini.Namun, Aleandra tak terusik sedikit pun, dan semakin pulas saja.Terlalu malas membuang banyak waktu lagi, Aryesta pun akhirnya bangkit dan berlari ke arah kamar mandi, mengingat tubuhnya telanjang, serta malas mencari sesuatu untuk menutupi badannya.Hingga mata Aryesta melebar, setelah tiba di dalam kamar mandi, dan menatap berang pada cermin, menampilkan tubuhnya yang sudah tak semulus sebelumnya."Bisa-bisanya aku punya suami kayak drakula gini," keluh Aryesta yang tak bisa berbuat banyak hal lagi.Sebelum adzan subuh berkumandang, Aryesta segera membersihkan badannya diiringi niat mandi wajib.Dirinya melihat ada varian sabun cair dan juga shampoo yang biasa dia pakai sudah tersedia, sedikit bingung, tetapi Aryesta
Mata Aryesta melebar sempurna ketika suaminya menyuruh dirinya untuk melakukan hal itu.Ya Tuhan, apakah di dalam otak Aleandra hanya ada seputaran hubungan nganu saja, sampai-sampai permintaannya pun tak akan jauh-jauh dari hal berbau adegan panas di atas ranjang.Menyuruhnya untuk melepas bra selama seminggu, tentu saja agar Aleandra mudah meremasnya, kan?Hah!Dasar laki-laki mesum!Aryesta terus saja menggerundal di dalam hatinya, dan memicingkan matanya hingga menyipit ke arah Aleandra, yang justru terlihat sangat santai."Aku enggak mau lakuin hal gila itu, yah!" Tentu saja Aryesta menolaknya.Idih!Bagaimana pula rasanya seharian tanpa pakaian dalam, bisa kegelian sendiri dia."Ya udahlah kalau nolak, kayaknya kamu lebih suka enggak pakai baju sekalian deh. Itu malah lebih bagus, kan?" goda Aleandra dengan kedua alis naik turun, yang semakin terlihat menyebalkan di mata istrinya.Bisa-bisanya laki-laki tak tahu diri ini justru meminta hal yang jauh lebih gila lagi.Dasar setan!
"Dasar maniak ranjang!" cibir Aryesta yang baru saja selesai memuaskan hasrat gila suaminya."Bisa-bisanya kami main sampe jam sepuluh pagi gini!""Dia sih enak tinggal tidur sama istirahat, lah aku harus pergi nemuin Mas Dion. Padahal kan, kaki aku juga lemes banget!"Aryesta menggeram gemas dan menatap Aleandra yang sedang tertidur pulas.Sementara dirinya sudah mandi dan siap dengan pakaian santainya untuk pergi.Menoleh sekali lagi pada suaminya, lalu Aryesta melangkah keluar dari apartemen tersebut menuju sebuah cafe yang jaraknya tak jauh dari sana.Sungguh tubuh Aryesta seolah hampir mati rasa, atau lebih tepatnya kecapekan karena terus-terusan dihajar sang suami.Jika bukan karena ingin mengerjai mantan suami bodohnya itu, mana mungkin dirinya mau keluar apartemen dalam kondisi tubuh kurang bertenaga."Kalau dia enggak ngancem, aku juga ogah turun ke bawah. Mana kalau enggak sekarang dia enggak bakalan ngasih izin lain kali," gerutu Aryesta yang kakinya sudah memasuki cafe.Ya
"Sebelum kamu nikahin adik tiriku, baiknya kamu pikirin lagi deh. Dan tanya sebenernya dia hamil anak siapa, jangan sampai kamu kena tipu lagi." Aryesta tersenyum kecil melihat Dion yang mematung.Kemudian perempuan itu bangkit dan mengambil ponselnya, dan berbisik, "For your information, kalau aku masih perawan saat malam pertama bareng Mas Al tadi malam."Usai mengatakan hal tersebut Aryesta beranjak pergi karena merasa telah berhasil membuat mantan suaminya dilanda kegalauan.Mampus!Mang enak!Siapa suruh dia menyepelekan Aryesta di saat malam pertama pernikahan mereka. Sampai melakukan kekerasan dalam rumah tangga pula.Aryesta tak bisa melupakan semua penghinaan yang Dion katakan padanya di malam kelam itu.Masa bodo jika adik tirinya mengandung anak Dion atau orang lain, tetapi apakah mungkin jika anak yang ada di dalam kandungan Dinda milik Aleandra?Seketika itu juga jantung Aryesta berdebar kencang dan terasa mencelos karena membayangkan tubuh suaminya dijamah adik tirinya.M
Tanpa aba-aba, perempuan cantik berambut pirang itu langsung menerobos masuk, dan memeluk tubuh kekar laki-laki di hadapannya yang berniat menyambut kedatangan sang istri.Aleandra masih mengumpulkan nyawanya, belum bisa memahami apa yang sedang terjadi padanya. Apalagi dia baru saja bangun tidur dan hendak keluar, tiba-tiba ada yang memeluknya erat seperti ini.Wajah cengo Aleandra membuat Aryesta mencebikan bibir kesal, dan menyelonong masuk dengan sedikit menyenggol tubuh Aleandra, serta Luna yang masih berpelukan itu. "Sayang ... kamu ke mana aja, sih? Aku kangen banget loh sama kamu!" ucap Luna dengan suara yang manja, tetapi terdengar begitu menjijikkan di telinga Aryesta.Saat itu juga kesadaran Aleandra mulai pulih, dan mendorong tubuh Luna hingga terhuyung ke belakang dan nyaris terjatuh. "Sayang! Kamu, kok—""Diam!" sentak Aleandra yang merasa murka luar biasa pada perempuan tak beradab itu.Spontan saja hal tersebut membuat Luna mematung di tempatnya karena terkejut disent
Aleandra menyeringai saat bibir keduanya bertemu."Udah aku bilang kan, kalau aku enggak mau ada pengganggu?" bisik Aleandra dengan bibir keduanya yang saling menempel.Seketika itu juga Aryesta membuka matanya dan mendelik tak suka pada suaminya.Refleks wajah Aryesta mundur dan ingatannya masih sangat jelas ketika sang suami tak memberikan pembelaan apa pun tadi.Melihat Aryesta yang hanya diam saja, tentu saja Aleandra bingung. Karena tak biasanya Aryesta merapatkan bibirnya, tanpa banyak membantah.Padahal selama ini perempuan itu selalu saja membantah apa pun yang keluar dari mulut Aleandra. Sampai akhirnya karena tak tahan didiamkan seperti ini, dia pun mulai berbicara."Kenapa lagi sih, Ar? Mau ngedrama apalagi sekarang? Emangnya enggak capek apa, ngedrama tiap kali kita mau main kuda-kudaan?" Aleandra mencebikan bibirnya, karena Aryesta sudah membuang wajahnya ke samping.Lagi, Aleandra bertanya, "Aryesta sayang ... kenapa, sih?""Enggak usah panggil aku sayang! Aku enggak mau
Setelah mendapatkan bentakan dari suaminya, Aryesta terdiam selama perjalanan. Beruntungnya jam 5 sore sudah sampai di vila penginapan dengan view pantai yang indah.Aryesta merentangkan kedua tangannya dan tersenyum menatap matahari yang mungkin akan tenggelam sebentar lagi.Tanpa dia sangka, ada sebuah tangan melingkari perutnya, yang membuatnya terkejut."Kamu mau ngapain, sih? Tidur sana!" Aryesta berusaha melepaskan lengan suaminya. Namun, ternyata pelukan itu semakin erat.Bahkan kini dagu Aleandra sudah nyaman di bahu terbuka istrinya."Kita baru sampai loh, ini. Masa kamu mau gituan lagi, sih?""Emangnya kenapa? Kan tujuan kita ke sini buat bulan madu. Kalau bukan mikirin hal begituan, terus mikirin apalagi?" balas Aleandra yang tangannya sudah mulai mengelus perut rata istrinya.Dada Aryesta berdebar kencang, ketika telapak tangan dingin itu mulai bergerak naik hingga menuju punggung.Ketika apa yang dia cari, Aleandra langsung melepas pengait bra, sampai membuat napas Aryesta
"Enggak mungkin kan, kalau aku udah jatuh cinta sama dia?" batin Aryesta menjerit saat keduanya kembali berolahraga di atas tempat tidur. Usai mengisi perut masing-masing.Aryesta kini memejamkan matanya, ketika hujaman demi hujaman Aleandra berikan, dan hal itu semakin membuat Aryesta mengerang penuh kenikmatan."Aku enggak suka kalau istriku masih mikirin laki-laki lain!" tegas Aleandra yang semakin liar bergerak.Mendengar hal tersebut, Aryesta sedikit bingung dan mulai membuka matanya."S–siapa yang lagi mikirin laki-laki lain? Kamu kali, yang lagi mikirin cewek-cewek kamu, kan?" Aryesta membalas tatapan suaminya yang terlihat marah.Namun, marah kenapa?Aryesta padahal diam saja sedari tadi, tetapi suaminya mendadak aneh.Hingga penyatuan keduanya berkahir, dengan napas tersengal-sengal."Aku lihat mantanmu masih mengirimkan pesan padamu. Apakah kalian udah saling menyimpan nomor hp lagi?" sinis Aleandra, dan kini sudah berbaring di sisi istrinya.Oh , karena itu."Ya elah, Mas. G
"M–maksudnya Mas, apa?" gagap Aryesta yang sedikit meriang mendengar permintaan suaminya ini.Padahal Aryesta tak pernah memiliki niat mempunyai anak dengan Aleandra. Meskipun dia mencintai laki-laki itu, tetapi dia tak bisa bersama dengan suaminya hingga nanti.Untuk itulah, Aryesta selalu meminum pil KB agar semua benih yang suaminya berikan, tak ada yang menjadi segumpal janin.Aleandra melihat itu.Melihat kegugupan istrinya, bahkan tak hanya rasa gugup, dahi putih istrinya terlihat mulai berkeringat, dan hal tersebut membuatnya semakin penasaran.Dengan langkah pelan, Aleandra mendekati sang istri dan langsung memeluknya dari belakang."Mas!" pekik Aryesta tertahan karena takut mengusik jam istirahat kakeknya.Aleandra terkekeh geli dan membungkukkan badannya, lalu menaruh dagunya di bahu Aryesta, yang sedikit membuat istrinya kaget karena rasa geli."Apakah kamu berencana menghalangi semua bibit-bibit unggulku menggunakan alat kontrasepsi, hmh?" bisik Aleandra, yang sialnya telap
Derren menggeram saking kesalnya, melihat Aleandra yang masih santai, seolah-olah tak akan pernah membocorkan rahasia yang selama ini dia cari.Begitu juga dengan Aryesta yang sangat gemas pada suaminya itu."Mas, kamu enggak lupa kan, kalau dia itu ibu kandungku? Dan otomatis juga dia ibu mertuamu. Jadi aku mohon, bilang sama kami, siapa dalang di balik kematian ibuku, Mas?" mohon Aryesta, yang tak tahu lagi harus bicara menggunakan bahasa apa pada suaminya, agar mendapat jawaban yang dia inginkan.Aleandra tersenyum tipis dan menggaruk ujung hidungnya sebentar, lalu menyahut, "Sebenarnya aku ingin tahu siapa laki-laki yang masuk ke dalam apartemen kamu lima tahun lalu, saat kakak sepupumu ini juga masuk ke sana. Lebih tepatnya, saat kamu ulang tahun dan malam aku kecelekaan. Aku sangat penasaran siapa laki-laki itu."Mata Aryesta berbinar dan hendak menjawab, tetapi Aryesta kembali mengatupkan bibirnya, saat Aleandra menempelkan telunjuk di bibir pink alami perempuan itu."Aku bukan
"Apa maksud dari ucapanmu itu, hah!" gertak Aleandra yang langsung membalikkan tubuhnya, dan dapat dia lihat sosok Derren yang sedang memandangnya remeh.Dengan tangan yang terlipat di depan dada, Derren semakin menunjukkan jika dirinya jauh di atas Aleandra yang hanya butiran debu di matanya.Menikmati wajah penuh emosi Aleandra, Derren justru semakin mendekat dan merangkul Aryesta, yang kian memancing amarahnya."Lepaskan tanganmu dari tubuh istriku, berengsek!" Berteriak seraya mendorong dada Derren agar menjauhi istrinya.Namun, Derren tak ingin melepaskan rangkulannya pun semakin mengeratkan pelukan itu, hingga membuat Aryesta sedikit risih."Kakak lepasin!""Tidak akan, Ar. Bukannya kita saudara sepupu, jadi tidak masalah dong kalau kita pelukan atau rangkulan seperti ini? Bukan begitu adik iparku?" ejek Derren pada Aleandra yang sudah tak tahan melihat kedekatan istrinya, dengan laki-laki lain.Brak!Kedua bola mata Aryesta membulat dan terkejut melihat Derren, yang langsung men
Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Aleandra, hingga membuat wajah laki-laki itu tertoleh ke samping.Namun, bukan makian yang dia lontarkan karena sifat kurang ajar istrinya, Aleandra jutsru tekekeh sinis."Aku belum selesai sama kamu ya, Mas! Setelah ini, aku bakalan bicara serius sama kamu!" ungkap Aryesta yang sudah sangat kesal pada sifat arogan suaminya ini.Aleandra tentu saja melihat istrinya membantu Derren bangkit, seolah laki-laki itu lemah tak berdaya.Cih!Decihan itu terdengar oleh telinga Aryesta, yang semakin menatapnya penuh permusuhan."Kalau kedatangan kamu cuman mau buat keributan, sebaiknya kamu pergi dan urusin istri sirimu itu, Mas! Sebelum aku benar-benar muak dan menggugat cerai dirimu nanti!"Saat itulah Aleandra yang semula tenang, langsung menarik paksa lengan Aryesta, hingga terlepas dari rangkulannya bersama Derren."Aku enggak akan pernah biarin itu terjadi, Ar! Karena sampai kapan pun, kamu tetap istriku! Sekalipun kamu selingkuh sama laki-la
Setelah semua kenangan masa lalu, tepatnya di lima tahun yang lalu sempat menyapa dalam ingatan Aryesta. Kini semuanya kembali ke masa sekarang.Aryesta yang sedang membulatkan matanya tak percaya, saat melihat rekaman cctv kecelakaan Aleandra, yang mobilnya terbalik."Apa yang Kakak lakuin sama Mas Al, hah?!" jerit Aryesta dengan dada berdebar kencang.Sementara itu, Derren hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh dan mengambil kembali ponsel miliknya."Itu cctv jalan raya kecelakaan lima tahun lalu saat di London. Dan waktu itu kalau tidak salah, bertepatan dengan hari ulang tahunmu."Jawaban Derren, membuat Aryesta terkejut dan menoleh ke arah Kakak sepupunya penuh tanya."Apa semua itu ulah kamu, Kak?" tuduhnya, yang mungkin saja demikian.Mengingat Derren sangat posesif dan berambisi memiliki dirinya, bukan tidak mungkin jika laki-laki ini merencanakan kecelekaan itu, kan?Akan tetapi, Derren yang dituduh seperti itu hanya menatap malas Aryesta, yang menurutnya sedikit bodoh."Aku
Enam bulan berlalu setelah kepulangan Dion ke Indonesia, kini Aryesta baru saja kembali dari kampus.Hingga dering ponsel miliknya terdengar dan membuat perempuan itu melihat nama "Al" tertera di layar."Iya halo. Aku lagi depan apartemen. Kamu mau ke sini enggak?" sapa Aryesta, seraya membuka pintu apartemen miliknya."Kayaknya malam ini aku enggak bakalan ke sana, deh. Soalnya aku ada acara penting." Jawaban Aleandra menutup panggilan telepon.Aryesta pun tersenyum kecil menatap layar ponsel, yang menampilkan foto bersama Aleandra di sebuah taman bermain malam, penuh tawa dan saling merangkul.Sementara itu, Aleandra sedang berdiri dari kejauhan, dengan mata yang tak pernah lepas dari gerak gerik calon istrinya.Ah, benar. Calon istri.Bibir Aleandra berkedut gemas, saat membayangkan dirinya akan melamar Aryesta malam ini.Bahkan di tangannya sudah ada kotak beludru berwarna navy yang isinya cicin berlian dengan desain unik. Sebuah desain yang khusus dia rancang untuk calon istrinya.
Setelah pembicaran panjang kali lebar bersama kakak sepupunya, kini Aryesta berada di ruang perawatan, karena ternyata Dion sudah bangun dari masa kritisnya.Dion sudah sadar dua jam yang lalu, tanpa sepengetahuannya, karena bercerita dengan Derren tak pernah sebentar.Saat ini Dion sedang tersenyum manis ke arah Aryesta yang sibuk menyuapinya bubur."Aku senang kamu baik-baik aja, Sayang."Aryesta tersenyum kecil dan menyelesaikan suapan terkahir untuk Dion, sebelum akhinrya memberikan air mineral. Sesi makan pun selesai."Kenapa kamu lakuin semua itu, Mas? Apa kamu sengaja pengen buat aku semakin hutang budi sama kamu?"Perkataan yang keluar dari mulut Aryesta, membuat dada Dion berdebar kencang, karena takut kebusukannya terbongkar.Namun, Dion rasa mustahil."Enggak mungkin Aryesta punya kemampuan melacak semua bukti, yang udah aku hilangkan itu, kan? Aku tahu dia tidak semahir itu untuk melacak kejadian kemarin," pikir Dion yang hanya bisa dia utarakan di dalam hatinya saja.Aryes
"Al itu cuman senior aku yang sering bantuin aku selama di sini, Kak! Enggak lebih dari itu!"Derren memicingkan matanya tak percaya, karena dari mata Aryesta jelas menyiratkan lebih dari sekadar itu."Jujur sama Kakak, atau perlu Kakak buat hancur perusahaan keluarganya!" Ancaman mematikan yang selalu sukses membuat Aryesta menyerah, berujung membuka mulutnya."Oke fine aku jujur! Aku emang suka dan kagum sama dia. Dia yang selalu bantuin semua tugas-tugas aku yang enggak bisa dilakuin sama Mas Dion. Tapi ya udah. Cuman sebatas itu aja, Kak!""Sebatas itu apanya?! Kamu bahkan sering menginap di apartemen Aleandra setelah mengerjakan tugas. Dan dari alat pelacak yang Kakak akses, kalian selalu tidur satu kamar dari tiga Minggu yang lalu! Kamu kenapa sangat murahan tidur dengan laki-laki yang belum menjadi suamimu, hah?!" murka Derren yang memang sedari kecil sudah meng-klaim adik sepupunya itu adalah miliknya.Namun, Aryesta adalah perempuan liar yang sangat sulit diatur, menuruti semu
Lima tahun yang lalu, di ibu kota London, ada sosok perempuan yang sedang terduduk menangis di depan ruangan ICU, dengan kepala menunduk.Hingga suara langkah kaki dan juga aroma parfum yang sangat dia kenali menyapa indera penciumannya itu semakin mendekat.Sosok berpakaian serba hitam, kaca mata juga masker hitam yang hampir tak pernah laki-laki itu lepaskan, seolah-olah menjadi identitas dirinya ketika berada di luar."Jangan bersikap bodoh seperti ini Aryesta! Kakak sudah tahu penyebab kecelakaan yang kalian alami."Mendengar sapaan itu, Aryesta yang semula menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut pun seketika juga mendongakkan wajahnya, yang masih berderai air mata."A–apa itu? Apa yang Kakak temuin? Tolong bantu kasih hukuman sama orang yang udah bikin Mas Dion kayak gini, Kak!" titah Aryesta dengan suara paraunya, karena terlalu lama menangisi keadaan Dion, yang masih dalam keadaan kritis, setelah mengalami kecelakaan.Beruntungnya, Aryesta tak tertabrak oleh kendaraan besa