Kira-kira bener gak ya, kalau Aryesta beneran cinta sama Aleandra, nih.🤔
"Enggak mungkin kan, kalau aku udah jatuh cinta sama dia?" batin Aryesta menjerit saat keduanya kembali berolahraga di atas tempat tidur. Usai mengisi perut masing-masing.Aryesta kini memejamkan matanya, ketika hujaman demi hujaman Aleandra berikan, dan hal itu semakin membuat Aryesta mengerang penuh kenikmatan."Aku enggak suka kalau istriku masih mikirin laki-laki lain!" tegas Aleandra yang semakin liar bergerak.Mendengar hal tersebut, Aryesta sedikit bingung dan mulai membuka matanya."S–siapa yang lagi mikirin laki-laki lain? Kamu kali, yang lagi mikirin cewek-cewek kamu, kan?" Aryesta membalas tatapan suaminya yang terlihat marah.Namun, marah kenapa?Aryesta padahal diam saja sedari tadi, tetapi suaminya mendadak aneh.Hingga penyatuan keduanya berkahir, dengan napas tersengal-sengal."Aku lihat mantanmu masih mengirimkan pesan padamu. Apakah kalian udah saling menyimpan nomor hp lagi?" sinis Aleandra, dan kini sudah berbaring di sisi istrinya.Oh , karena itu."Ya elah, Mas. G
"Kamu itu apa-apaan, sih? Kok tadi ngomong gitu sama orang lain? Emangnya kamu enggak punya malu, apa?!" ketus Aryesta yang saat ini sudah masuk ke salah satu restaurant dekat pantai.Aleandra mengangkat bahunya tak peduli, sambil memesan makanannya karena memang dia sangat lapar.Aryesta yang masih kesal pun matanya memicing dan tangan melipat di dada, "Aku lagi kenalan sama orang, tapi kamu gangguin, Mas. Padahal aku enggak pernah gangguin kamu sama pacar-pacarmu!"Aleandra mengangkat alisnya dan bersandar pada kursi dengan senyum menjengkelkannya."Aku emang punya pacar, tapi aku enggak suka kalau istriku kegatelan sama cowok lain," imbuh Aleandra dengan gaya menyebalkannya.Aryesta yang mendengar pun menendang kaki meja hingga berderit, dan membuat Aleandra tersenyum miring."Kenapa harus kayak gitu? Kamu aja selingkuh sama mereka. Masa aku enggak boleh selingkuh juga?!" Aryesta masih melayangkan protesnya pada sang suami.Merasa senang memancing amarah istrinya, Aleandra masih ter
"Mas Al! Apa yang mau kamu lakuin di sini, hah?!" bentak Aryesta dengan tangan yang terus memukul tubuh bagian belakang suaminya itu.Tetapi, Aleandra sama sekali tak mengindahkan bentakan istrinya, dan memilih terus berjalan.Ketika tubuh Aleandra sudah berdiri tepat di samping kolam berenang, langkahnya terhenti dan menatap riak air tenang di depannya.Kemudian dia menatap betis istrinya yang menjuntai di depan tubuhnya, karena memang Aryesta masih dia panggul layaknya barang di bahu lebarnya."Bukannya tadi kamu minta aku lepasin kamu, hmh?" kata Aleandra pada istrinya.Aryesta yang kepalanya sudah merasa berputar-putar pun mendadak membisu.Tak suka diabaikan ketika dirinya bertanya, Aleandra murka, dan secepat kilat dia melemparkan tubuh istrinya ke dalam air kolam yang dingin.Byur!"Argh! Dingin!" Aryesta berteriak ketika tubuhnya dengan ringan dilempar oleh suami tak beradabnya itu.Bahkan saking dinginnya, gigi Aryesta langsung beradu dan saling bergesekan, menandakan dirinya
"Kamu enggak boleh mati dulu, Ar! Balas dendamku belum kelar!" panik Aleandra yang saat ini sudah berada di rumah sakit.Setelah kejadian di vila, istrinya ini masih saja belum sadarkan diri, ditambah lagi denyut nadinya yang sangat lemah, dan nyaris berhenti tadi.Dengan gerakan gesit tentu saja Aleandra langsung pergi menuju rumah sakit terdekat dari penginapan, untuk menghemat waktu.Setelah tiba, kini Aleandra mendorong brankar rumah sakit, hingga akhirnya berhenti tepat di depan ruangan unit gawat darurat."Saya ingin masuk, Dokter! Dia istri saya!" teriak Aleandra yang tubuhnya dihalangi oleh petugas keamanan.Karena jika tak ada beberapa petugas keamanan, sudah dapat dipastikan bahwa laki-laki itu akan dengan mudah menerobos masuk, dan tentunya akan menghambat kinerja para dokter dan suster di dalam ruangan."Minggir! Saya mau masuk!""Mohon maaf, Tuan. Tapi ini rumah sakit, dan orang yang bisa menemani pasien ketika sedang dalam penanganan hanya orang yang sedang melahirkan. Ja
"Kenapa aku harus diam, Sayang ...?" sinis Dion, yang dibalas delikan tajam dari mantan istrinya ini.Bagaimana mungkin Dion bisa datang ke Lombok secepat ini?Bagiamana mungkin Dion bisa mengetahui dirinya terluka dan nyaris mati beberapa saat lalu?Dan yang lebih mencengangkan adalah, bagaimana mungkin Dion tahu ruang perawatannya.Ditambah lagi kehadiran Dion, bertepatan saat Aleandra tak ada di dalam ruangan tersebut.Mungkinkah mantan suaminya ini menempatkan mata-mata yang tak diketahui oleh Aryesta?Namun, apakah Aleandra seceroboh itu sampai membiarkan seorang penyusup diam-diam menusuknya dari belakang?Argh!Kepala Aryesta rasanya nyaris pecah sekarang.Aryesta sama sekali belum memahami kedatangan Dion hingga detik ini.Jika Aryesta kepalanya nyaris meledak memikirkan semua itu, maka berbanding terbalik dengan Dion yang sangat santai melihat kepanikan mantan istrinya ini.Mengingat jika Aryesta masih lemah, Dion pun semakin mendekat, yang spontan dadanya ditahan oleh Aryesta
"Lepasin aku, Mas!" marah Aryesta yang saat ini tubuh Dion sudah mengungkungnya.Tatapan mata tajam dan penuh dendam itu pun menghunus tajam, membuat tubuh Aryesta mendadak kaku penuh rasa takut.Perasaan yang tak pernah dia miliki ketika berada di dekat Dion, kini justru Aryesta merasakannya, dan saat ini juga Aryesta sangat ingin mencakar-cakar wajah tampan itu.Walau ketampanan Dion masih di bawah Aleandra suami keduanya, tetapi tetap saja Aryesta pernah sangat jatuh cinta pada laki-laki sialan itu.Dion menikmati wajah ketakutan Aryesta, yang ternyata membuat adik kecilnya langsung bereaksi di bawah sana."Aku benar-benar pengen rasain tubuhmu. Dan pengen lihat wajah kamu ketika aku puaskan, Sayang ...," bisik Dion, diiringi tangan yang sudah mencekal kedua pergelangan Aryesta di atas kepala wanita itu."K–kamu mau apa, Mas? Aku bisa teriak dan manggil Mas Al buat ngehajar kamu!" ancam Aryesta, yang sialnya dibalas senyum mengejek oleh mantan suaminya ini.Seolah-olah ancaman Aryes
"Apakah ini kelakuanmu yang sebenarnya, Ar?"Aryesta menggelengkan kepalanya lemah, karena memang tubuhnya masih belum memiliki banyak tenaga.Aleandra kembali melihat leher Aryesta yang menampilkan kissmark dari seseorang. Dan pandangannya kembali menggelap.Laki-laki itu mendesis menahan amarah yang tak terima istrinya disentuh orang antah berantah.Lagi, pandangan keduanya bertemu dan Aleandra hanya menemukan tatapan lelah istrinya.Menyingkirkan perasaan kasihan melihat ketidakberdayaan Aryesta, Aleandra melepaskan cengkraman di dagunya, tetapi bukan untuk benar-benar melepaskannya. Melainkan untuk meraih rambutnya hingga otomatis kepala Aryesta mendongak secara paksa."Sshh!" Aryesta meringis dan berusaha menahan jambakan suaminya, yang ternyata bukan tandingannya."Kamu sangat menjijikkan, Aryesta!"Dengan napas memburu Aleandra menyiram leher Aryesta dengan air dalam gelas yang memang tersedia di atas nakas, lalu dia seka bekasnya menggunakan selimut secara kasar."Meski kamu me
Di lorong rumah sakit, Aleandra sedang menempelkan gawai di telinga, dengan tatapan tajam mengarah pada pemandangan taman rumah sakit di depannya."Pokoknya kamu harus cari tahu siapa yang udah masuk ke ruang perawatan istriku, sialan!" geram Aleandra yang tak suka mendengar jawaban seseorang di seberang telepon sana."Maaf Tuan. Tapi cctv-nya sudah disabotase dari dua jam sebelumnya. Dan entah kenapa sangat sulit untuk memulihkan data-datanya," jawab ajudan yang Aleandra perintahkan lewat sambungan telepon."Pokoknya kalian harus cari sampai dapat apa pun caranya! Kalau sampai gagal, kalian bakalan tahu akibatnya nanti!"Usai mengancam Aleandra memutus sambungan telepon sepihak, dan memijit pangkal hidungnya yang terasa sangat pusing.Beberapa detik terdiam, hingga pikiran-pikirannya mulai berkelana pada orang-orang yang mungkin saja berpotensi melakukan hal itu pada istrinya."Enggak mungkin mantan suami bodohnya itu, kan?" pikir Aleandra yang merasa tak mungkin jika Dion mampu melak
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."