Yeaaaay, udah mulai kebongkar dikit-dikit masa lalu mereka, yah?🥳 Al deket sama Ar 5 tahun lalu, tapi Dion deket sama Ar 10 tahun lalu. Bab 47 besok aku up sekitar jam 1 siang yah.🥳 Selamat malam💞💞
Tring!Tring!Dering ponsel itu masih mengudara dan belum Dion angkat. Apalagi emosinya sedang naik, dan Dion malas mendengar sesuatu yang mungkin saja semakin membuatnya kesal nanti.Hingga lagi dan lagi benda pipih itu berbunyi kembali. Melihat sekilas nomor seseorang yang dia ketahui, akhirnya Dion angkat teleponnya meski dengan setengah hati."Ada apa?" Adalah sapaan yang Dion berikan pada seseorang di seberang telepon sana."Maaf Bos Dion. Tapi ... user id peretas kita hampir dibobol oleh pihak lawan, Bos," gugup ajudan Dion dengan suara pelannya.Ajudan Dion bahkan sudah keringat dingin yang masih diam belum memberikan respon apa pun padanya.Sosok yang mengenakan pakain serba hitam dan sedang berada di sebuah bangunan terbengkalai, lengkap dengan set komputer super canggihnya untuk meretas sistem keamanan vila maupun rumah sakit, tempat Aryesta berada saat ini.Lain halnya dengan Dion yang sudah mengeraskan rahang, serta kembali meninju kaca di hadapannya, hingga benar-benar han
"Selamat malam, Sayangnya aku!" teriak Tisya yang baru saja membuka pintu masuk vila.Mata Tisya mengedar dan tak menemukan siapa pun di sana.Kaki jenjangnya berjalan ke lantai dua dan membuka sebuah kamar, di sana terlihat Aryesta yang sedang tertidur pulas, tetapi tak ada Aleandra.Baru saja Tisya ingin mengganggu waktu istirahat Aryesta, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menahan bahunya.Spontan saja dia berbalik dan memekik girang, lantas memeluk tubuh gagah kekasihnya itu."Sayang! Kamu ngagetin aku aja, sih!" Manja sekali Tisya yang sedang merajuk dan memeluk erat belakang leher Aleandra.Akan tetapi, Aleandra diam saja dan melepaskan pelukan Tisya, seraya menyeret tangan perempuan itu menuju ke ruang keluarga di lantai bawah."Kamu kenapa sih jadi beda banget sama aku? Selama empat tahun kita bareng-bareng kamu enggak pernah nolak pelukan aku! Bahkan kamu juga enggak nolak tidur bareng sama aku!" Gerutuan Tisya terdengar sangat kencang, sehingga membuat Aryesta yang berada
"Jadi, bagaimana menurutmu, Sayang?" Pertanyaan Dion tak digubris oleh perempuan yang sedang menatap kosong video yang dia dapatkan dari ponselnya. Meski diabaikan, tetapi Dion merasa berada di atas awan. Apalagi dengan bukti kongkrit tanpa rekayasa yang dia dapatkan tadi. "Kamu harusnya tahu kalau suami kamu itu Kang Celap Celup, Sayang. Bahkan setelah kalian menikah kelakukannya semakin menjijikan. Dan apakah kamu mau lihat video lain?" tawar Dion yang masih sabar menanti. Wajah Aryesta spontan mendongak menatap ke arah Dion. "Apa itu, Mas?" Meski ragu dan tak ingin melihat video yang jauh lebih menyakitkan, daripada video Tisya yang merangkul manja semalaman di ruang keluarga, saat Aleandra sibuk dengan pekerjaannya. Hanya 1 menit, tetapi hal itu sudah membuktikan jika Aleandra hanya menoleh sekilas tanpa melepaskan rangkulan Tisya pada lengannya. Dion semakin senang melihat kepasrahan mantan istrinya pun mengambil alih ponsel di tangan Aryesta, dan mencari-cari sesuatu. Se
"Siapa yang harus aku percaya? Tapi bukankah enggak ada yang bisa aku percaya di antara mereka berdua?" bisik Aryesta di dalam hatinya, yang belum sepenuhnya percaya pada semua bukti yang Dion berikan. Ditatapnya Dion yang saat ini tengah berjalan di sampingnya menuju vila. Ya, Aryesta lebih memilih menggerebek suaminya terlebih dahulu. Baru setelahnya dia akan mengambil sikap. "Aku kenal kalian berdua adalah laki-laki yang sangat baik. Meskipun aku tahu kalian juga punya sisi berengsek masing-masing. Tapi aku enggak mau salah ambil keputusan. Dan untuk kesempatan kedua yang Mas Dion minta, bakalan aku pikirin nanti." Aryesta bukan lagi anak kecil, dia sudah dewasa dan tak ingin gegabah dalam bertindak. Sampai lima menit berlalu, terus saja sibuk dengan pemikiran masing-masing, kini mereka tiba di vila yang pintu masuknya sudah terbuka. "Kenapa pintunya kebuka? Apa Mas Al udah bangun?" Sedikit heran, karena saat Aryesta meninggalkan penginapan semua pintu tertutup rapat, teta
"Kamu mau ngusir aku dari sini? Mana mungkin bisa, Ar," ejek Aleandra pada istrinya yang baru saja dia garap. Ya, setelah mengusir Dion dan Tisya dari vila, Aleandra langsung membawa istrinya ke dalam ke kamar mereka, lalu adegan panas ternak anak pun keduanya lakukan. "Aku nyesel nikah sama kamu," ujar Aryesta, seraya menarik selimut tebal untuk membungkus tubuh polosnya. Aleandra menyeringai saja dan memilih bangkit, lalu mengambil bungkus rokok untuk dia sesap. Aryesta yang sangat membenci asap rokok langsung menyergah, "Aku enggak suka kamu ngerokok deket aku, Mas! Pergi sana kalau mau ngerokok! Aku pikir kamu udah berhenti ngerokok." Atas dasar apa istrinya ini bertanya demikian? Aleandra memang kerap merokok, meski tak seaktif laki-laki lain. Dia merokok ketika merasa pusing saja, makanya Aleandra menatap bingung sang istri, yang saat ini memandangya penuh permusuhan. "Aku enggak pernah berhenti ngerokok. Emang kenapa? Kamu mau nyobain?" tawar Aleandra, yang dihadia
Jantung perempuan itu berdebar-debar mendengar pertanyaan suaminya tentang menikah lagi bersama selinguhannya.Aryesta terdiam selama beberapa detik, hingga Aleandra kembali bertanya."Aku tanya, kalau misalkan aku nikahin Tisya sepulang dari kita bulan madu, kamu setuju atau enggak?"Mata Aryesta yang semula menunduk, kini naik, dan bertemu tatap dengan suaminya.Dapat Aryesta lihat jika suaminya sangat frustrasi. Padahal biasanya pihak perempuan yang ngereog, tetapi ini justru Aleandra sendri.Apa yang membuat suaminya ini pusing tujuh keliling, ya?"Mas, apakah harus nikahin pacarmu? Kenapa enggak kita aja yang cerai?" tantang Aryesta yang memang tak pernah sudi membagi suaminya dengan perempuan lain.Aleandra sangat bingung, tetapi dia tak bisa mencari jalan keluar kalau terus diam, bukan?Untuk itulah Aleandra mulai membuka suaranya, "Aku emang enggak ingat kejadian semalam. Tapi aku takut kalau Tisya beneran hamil. Kamu tahu kan, kalau aku enggak pernah lari dari tanggung jawab."
"Jadi kamu yakin kalau pacarku bakalan nikahin aku?" Pertanyaan itu mengudara di dalam mobil yang kini menuju ke sebuah pantai. Dion terkekeh dan memasukkan kedua tangannya pada saku celana, ketika mendengar pertanyaan tersebut dari Tisya. "Kenapa kamu kayak ngejek aku, sih?! Enggak ada yang lucu, yah! Gimana kalau nanti aku hamil di luar nikah, hah?! Aku enggak mau karirku hancur hanya karena aib tadi malam!" sengit Tisya yang matanya sudah mendelik tajam ke arah Dion. Sementara Dion masih santai tanpa merasa terintimidasi sedikit pun oleh Tisya. Entah kenapa Dion justru merasa terhibur dengan tingkah laku Tisya yang menurutnya sedikit lucu. Apa, lucu? Jangan bilang Dion mulai tertarik pada model majalah dewasa ini. Karena baginya itu hal yang paling mustahil terjadi. "Kamu tenang aja. Aku kenal gimana mereka. Meskipun Aryesta enggak terima, tapi dia bukan perempuan egois." Penuturuan Dion membuat kedua alis Tisya menyatu. "Enggak egois apanya?! Mantan istrimu itu sangat kasa
Jika Dion dan Tisya sedang berdebat di area pantai, maka pasangan suami istri Aryesta dan Aleandra sedang melakukan pembicaraan dari hati ke hati.Masih dengan posisi yang sama, Aryesta duduk di atas pangkuan suaminya, dengan bagian atas terekspos."Jadi, apa boleh aku nikah siri sama Tisya? Aku hanya takut telah ngelakuin kesalahan. Seenggaknya aku harus tanggung jawab, kan?"Aleandra bertanya pada istrinya, yang bergeming tanpa jawaban.Tak ada satu pun rencana dalam hidup Aryesta, jika dirinya harus rela dipoligami oleh suaminya ini.Sekalipun di antara mereka belum ada perasaan cinta yang terucap, tetapi Aryesta sangat membenci berbagi."Mas. Kalau aku larang kamu nikahin dia ... apa kamu tetap sama keputusanmu itu?" Sungguh Aryesta takut mendengar jawaban suaminya.Terdengar helaan napas Aleandra yang sangat berat, lalu menjawab pertanyaan, "Kamu tahu. Kalau aku enggak bisa lepas dari tanggung jawab, Ar.""Tapi kenapa kamu harus nikahin dia, sih? Aku enggak suka diduain, Mas!" ban
"Ar kamu di mana?" racau Aleandra di sela tidurnya.Sejak kejadian nahaas hilangnya sang istri berserta keluarga perempuan itu dua bulan lalu, kondisi tubuh Aleandra semakin buruk.Bahkan hari ini laki-laki itu sedang berbaring dengan mengigaukan nama istri pertamanya yang hingga saat ini belum dia ketahui. Dari semua orang yang masuk dalam daftar, hanya Aryesta, Kakek Surya, Denia dan Dina yang belum juga ditemukan tubuh ataupun jasadnya.Karena itulah, Aleandra berhalusinasi jika Aryesta masih hidup entah di mana. Yang sialnya dia lupa memberikan alat pelacak pada sang istri."Aku pikir kamu tidak akan pernah ninggalin aku, Ar. Makanya aku diam saja, dan tidak memiliki niat menanamkan alat pelacak itu padamu," ucap Aleandra pelan yang matanya sudah mulai mengerjap bangun.Refleks tangannya memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing dan mual yang tak tertahankan, bahkan sialnya lagi sekarang dia justru menginginkan mangga muda dengan bumbu rujak."Maaf, Tuan. Tapi Anda baru saja s
"Pesawat yang melakukan penerbangan ke London yang lepas landas pada pukul 13.00 WIB siang ini mengalami kecelakaan karena cuaca tiba-tiba memburuk. Berikut nama-nama penumpang yang tercatat di pembelian tiket adalah, Dinda, Aryesta Ribela, dan dua orang lainnya belum ditemukan oleh tim sar. Sekian berita siaran langsung hari ini, sampai jumpa di liputan selanjutnya."Deg!Prang!Jantung Adam berdetak sangat kencang, ketika mendengar berita siaran langsung di hadapannya. Bahkan makanan dan minuman yang berada di atas nampan itu terjatuh saking terkejutnya dengan informasi dadakan ini."B–bagaimana bisa?"Sumpah demi apa pun, dada Adam terasa sesak dan seketika itu juga lupa caranya bernapas, membuatnya tersengal-sengal.Setelah mengumpulkan kesadaran yang sempat hilang sejenak, Adam langsung berlari sekuat tenaga menuju salah satu ruangan di perusahaan itu.Namun, sialnya entah kenapa jarak dari kantin menuju ruangan sahabat sekaligus bosnya itu terasa sangat jauh, hingga beberapa kali
"Apa kamu yakin, Al?"Pertanyaan Randy membuat Aleandra yang semula melamun langsung terkejut. Menoleh ke arahnya dengan tatapan gelisah. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh putra semata wayangnya ini, Randy cukup heran. Karena tak biasanya Aleandra kurang fokus seperti ini."Kamu kenapa lagi, Al? Pusing? Mual? Atau tidak enak badan?" tanya Randy lagi, karena memang selama ini yang merasakan ngidam adalah Aleandra, bukan menantunya. Terlebih di jam makan siang seperti ini, Aleandra kerap tantrum dan butuh pijatan sang istri. Orang ngidam memang selalu aneh-aneh, dan Randy pernah merasakannya dulu, saat istrinya mengandung Aleandra.Aleandra memijat pangkal hidungnya yang mulai terasa nyut-nyutan. Tetapi tak mau dia terlihat lemah di hadapan papanya, karena dirinya sudah terbiasa selama tiga bulan ini. Meraskan tubuhnya yang tiba-tiba letoy, dan ternyata dirinya kena sindrom ngidam.Jika kebanyakan sang istri yang mengidam banyak hal, ini justru pihak suami. Itulah sebabnya Aleandra t
"Sekarang pergi ke kamar, dan jelaskan padaku, Ar!" perintah Aleandra dengan suara tegas, tetapi pelannya. Karena dia tak ingin keluarganya tahu, jika pernikahan dirinya bersama Aryesta layaknya tengah berada di ujung tanduk.Aryesta hanya mengangguk. Kemudian meminta izin pada Papa dan Mama mertuanya, tak lupa dia juga pamit dengan Tisya sang madu. Beralasan jika Aleandra meminta dipijat lagi. Ya, hanya itulah yang bisa dia gunakan sebagai alasan saat ini. Terlebih waktu sudah menunjukkan jam satu dini hari.Setelah mendapat persetujuan dari mereka, Aryesta berbalik badan. Menarik napasnya sangat dalam, lalu melangkah mengikuti jejak suaminya menuju kamar mereka.Ketika langkahnya mencapai pintu kamar, Aryesta tak lantas membukanya, dia justru terdiam sejenak, dan mencari-cari alasan yang sekiranya dapat dia berikan pada suaminya itu.Ditambah lagi, dia bingung dari mana Aleandra mengetahui jika dirinya masuk ke dalam ruang kerja Mama Ranti? Mungkinkah dirinya berada dalam pengawasan
"Apa kamu pikir, kamu bisa bebas begitu saja, setelah apa yang kamu lakukan?""Ingat, aku tidak akan tinggal diam jika kamu tidak membantunya, Ranti!" Itulah bunyi dua pesan suara yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal padanya.Dengan tangan meremat ponsel, Ranti mengeraskan rahangnya, lalu membanting benda pipih itu ke dinding hingga menimbulkan suara keras, yang membuat Aryesta terkejut di balik gorden."Berengsek! Aku tidak bersalah! Aku tidak melakukannya! Semua ini salahnya! Tapi kenapa aku yang dapat getahnya, sialan!" desis Ranti, dengan mata penuh kebencian menatap bingkai keluarga kecilnya bersama Randy, Aleandra, juga Tisya. Sebuah foto pernikahannya bersama Randy beberapa tahun silam.Matanya semakin tajam melihat Aleandra yang terlihat malas difoto, "Gara-gara kamu melindunginya. Aku yang jadi buronan mereka, sialan! Dasar anak tiri tidak tahu diri!" pekik Ranti yang tatapannya dipenuhi dendam juga kebencian pada anak tirinya.Matanya terpejam, dan menumpukan telapak tangan
"I–itu ...."Aryesta tak bisa melanjutkan alasannya, karena jantungnya berdebar-debar tak menentu, saat mendengar seseorang memanggil, dan menanyakan perihal ucapan pelannya tadi."Aku menyesal, kenapa aku harus mengeluarkan suaraku tadi, sih. Harusnya aku ngomong dalam hati saja. Kalau begini kan, repot urusannya. Apalagi sampai ketahuan gini." Aryesta menggerutu di dalam hatinya, atas semua kebodohan dan kecerobohannya beberapa detik lalu, ketika dirinya menutup pintu kamar.Masih memunggungi seseorang, Aryesta pun meremat jari-jarinya dengan perasaan gugup. Kemudian dia memberanikan diri membalikan tubuhnya secara perlahan. Bahkan dia sudah siap jika mendapat banyak pertanyaan atau tuduhan lain dari orang itu.Bukan amarah orang itu yang Aryesta pikirkan saat ini. Namun, bagaimana dengan misinya, dan tak ada misi yang berhasil dia laksanakan. Ya Tuhan. Dirinya akan sangat malu di hadapan Derren Rynegan. Pasti Kakak sepupunya itu akan meledeknya terus-menerus.Hah! Mungkin inilah akh
Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda tak banyak bicara, membuat Adam sesekali menoleh ke arahnya, tetapi hanya sejenak, karena laki-laki itu kembali fokus pada jalanan.Hah!Terdengar hela napas berat Dinda yang mengalihkan atensi Adam kembali, hingga dirinya yang sudah tak tahan pun bertanya, "Apakah Anda masih tidak percaya pada ucapan istrinya?"Dinda tak langsung menjawab, dan kembali mengingat ucapan dari perempuan yang mengaku sebagai istri sah Dion. Ditambah seorang anak perempuan yang mereka miliki, yang sudah berusia 5 tahun."Aku tidak menyangka saja ... kalau selama ini dia berbohong mengenai statusnya, bahkan dia sampai memanipulasi kami semua." Lagi, Dinda mengembuskan napas panjangnya. "Tapi aku benar-benar tak menyangka, dia tega melakukan ini semua hanya karena sebuah dendam."Ya, dendam. Dendam di masa lalu yang mengakibatkan dirinya dipecat dari pekerjaannya yang saat itu menjadi clining servise di sebuah perusahaan, akibat mencopet tas kerja milik Randy, yang merupa
"Lama banget sih! Ke mana lagi tuh, orang," gerutu Dinda yang jengkel duduk di salah satu kursi restaurant, yang tak jauh dari tempat keluarga Aleandra.Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, di sebuah restaurant yang cukup ramai pengunjung ini, Dinda sedang menunggu seseorang. Namun, sudah beberapa kali dia menoleh pada pintu masuk, berharap saudara tirinya tiba, tak kunjung memunculkan batang hidungnya juga.Saking kesalnya menunggu, Dinda pun meraih ponsel dan menelepon Aryesta, yang deringnya langsung terdengar dari arah belakang.Tanpa menunggu respon dan mendengar jawaban, Dinda langsung bangkit hendak memaki, tetapi justru yang datang adalah seseorang yang tak dia kenali, sedang memegang ponsel Aryesta."Siapa kamu? Dan di mana Kakak tiriku?" tanya Dinda yang matanya menatap tajam ke arah laki-laki muda tampan di depannya.Laki-laki itu tersenyum kecil lalu mengangguk sebagai sapaan. Kemudian dia putuskan untuk duduk, meski tak dipersilakan oleh Dinda. Ah masa bodo. Dirinya suda
"Dasar laki-laki aneh," gumam Aryesta setelah berhasil keluar dari kungkungan suaminya. Kini dia sudah berada di luar ruang perawatan Aleandra, dan menutup pintu itu.Terlihat ada Tisya yang sudah menunggu dirinya. Aryesta pun akhirnya berjalan mendekati dan ikut madunya menuju ruangan dokter kandungan. Yang entah kenapa tangannya terasa berkeringat dingin, saat membayangkan pemeriksaan di dalam sana.Tisya menoleh lalu berkata, "Kamu tidak usah gugup gitu, Ar."Aryesta hanya mendelik sinis, lalu bertemu dokter perempuan paruh baya yang menyambut kehadiran keduanya dengan hangat.Pemeriksaan pun berjalan hingga tiga puluh menit lamanya, mengingat yang diperiksa adalah dua orang, dengan USG dan serangkaian pertanyaan lain. Hingga hasilnya benar-benar keluar."Dari hasil pemeriksaan kalian berdua, jika yang sedang mengandung adalah Nyonya Aryesta dengan usia kandungan empat belas minggu, atau 4 bulan, terhitung dari hari pertama haid terakhir. "Bagaikan tersambar petir di siang bolong,