Apa yah itu?🤭
Tanpa aba-aba, perempuan cantik berambut pirang itu langsung menerobos masuk, dan memeluk tubuh kekar laki-laki di hadapannya yang berniat menyambut kedatangan sang istri.Aleandra masih mengumpulkan nyawanya, belum bisa memahami apa yang sedang terjadi padanya. Apalagi dia baru saja bangun tidur dan hendak keluar, tiba-tiba ada yang memeluknya erat seperti ini.Wajah cengo Aleandra membuat Aryesta mencebikan bibir kesal, dan menyelonong masuk dengan sedikit menyenggol tubuh Aleandra, serta Luna yang masih berpelukan itu. "Sayang ... kamu ke mana aja, sih? Aku kangen banget loh sama kamu!" ucap Luna dengan suara yang manja, tetapi terdengar begitu menjijikkan di telinga Aryesta.Saat itu juga kesadaran Aleandra mulai pulih, dan mendorong tubuh Luna hingga terhuyung ke belakang dan nyaris terjatuh. "Sayang! Kamu, kok—""Diam!" sentak Aleandra yang merasa murka luar biasa pada perempuan tak beradab itu.Spontan saja hal tersebut membuat Luna mematung di tempatnya karena terkejut disent
Aleandra menyeringai saat bibir keduanya bertemu."Udah aku bilang kan, kalau aku enggak mau ada pengganggu?" bisik Aleandra dengan bibir keduanya yang saling menempel.Seketika itu juga Aryesta membuka matanya dan mendelik tak suka pada suaminya.Refleks wajah Aryesta mundur dan ingatannya masih sangat jelas ketika sang suami tak memberikan pembelaan apa pun tadi.Melihat Aryesta yang hanya diam saja, tentu saja Aleandra bingung. Karena tak biasanya Aryesta merapatkan bibirnya, tanpa banyak membantah.Padahal selama ini perempuan itu selalu saja membantah apa pun yang keluar dari mulut Aleandra. Sampai akhirnya karena tak tahan didiamkan seperti ini, dia pun mulai berbicara."Kenapa lagi sih, Ar? Mau ngedrama apalagi sekarang? Emangnya enggak capek apa, ngedrama tiap kali kita mau main kuda-kudaan?" Aleandra mencebikan bibirnya, karena Aryesta sudah membuang wajahnya ke samping.Lagi, Aleandra bertanya, "Aryesta sayang ... kenapa, sih?""Enggak usah panggil aku sayang! Aku enggak mau
Setelah mendapatkan bentakan dari suaminya, Aryesta terdiam selama perjalanan. Beruntungnya jam 5 sore sudah sampai di vila penginapan dengan view pantai yang indah.Aryesta merentangkan kedua tangannya dan tersenyum menatap matahari yang mungkin akan tenggelam sebentar lagi.Tanpa dia sangka, ada sebuah tangan melingkari perutnya, yang membuatnya terkejut."Kamu mau ngapain, sih? Tidur sana!" Aryesta berusaha melepaskan lengan suaminya. Namun, ternyata pelukan itu semakin erat.Bahkan kini dagu Aleandra sudah nyaman di bahu terbuka istrinya."Kita baru sampai loh, ini. Masa kamu mau gituan lagi, sih?""Emangnya kenapa? Kan tujuan kita ke sini buat bulan madu. Kalau bukan mikirin hal begituan, terus mikirin apalagi?" balas Aleandra yang tangannya sudah mulai mengelus perut rata istrinya.Dada Aryesta berdebar kencang, ketika telapak tangan dingin itu mulai bergerak naik hingga menuju punggung.Ketika apa yang dia cari, Aleandra langsung melepas pengait bra, sampai membuat napas Aryesta
"Enggak mungkin kan, kalau aku udah jatuh cinta sama dia?" batin Aryesta menjerit saat keduanya kembali berolahraga di atas tempat tidur. Usai mengisi perut masing-masing.Aryesta kini memejamkan matanya, ketika hujaman demi hujaman Aleandra berikan, dan hal itu semakin membuat Aryesta mengerang penuh kenikmatan."Aku enggak suka kalau istriku masih mikirin laki-laki lain!" tegas Aleandra yang semakin liar bergerak.Mendengar hal tersebut, Aryesta sedikit bingung dan mulai membuka matanya."S–siapa yang lagi mikirin laki-laki lain? Kamu kali, yang lagi mikirin cewek-cewek kamu, kan?" Aryesta membalas tatapan suaminya yang terlihat marah.Namun, marah kenapa?Aryesta padahal diam saja sedari tadi, tetapi suaminya mendadak aneh.Hingga penyatuan keduanya berkahir, dengan napas tersengal-sengal."Aku lihat mantanmu masih mengirimkan pesan padamu. Apakah kalian udah saling menyimpan nomor hp lagi?" sinis Aleandra, dan kini sudah berbaring di sisi istrinya.Oh , karena itu."Ya elah, Mas. G
"Kamu itu apa-apaan, sih? Kok tadi ngomong gitu sama orang lain? Emangnya kamu enggak punya malu, apa?!" ketus Aryesta yang saat ini sudah masuk ke salah satu restaurant dekat pantai.Aleandra mengangkat bahunya tak peduli, sambil memesan makanannya karena memang dia sangat lapar.Aryesta yang masih kesal pun matanya memicing dan tangan melipat di dada, "Aku lagi kenalan sama orang, tapi kamu gangguin, Mas. Padahal aku enggak pernah gangguin kamu sama pacar-pacarmu!"Aleandra mengangkat alisnya dan bersandar pada kursi dengan senyum menjengkelkannya."Aku emang punya pacar, tapi aku enggak suka kalau istriku kegatelan sama cowok lain," imbuh Aleandra dengan gaya menyebalkannya.Aryesta yang mendengar pun menendang kaki meja hingga berderit, dan membuat Aleandra tersenyum miring."Kenapa harus kayak gitu? Kamu aja selingkuh sama mereka. Masa aku enggak boleh selingkuh juga?!" Aryesta masih melayangkan protesnya pada sang suami.Merasa senang memancing amarah istrinya, Aleandra masih ter
"Mas Al! Apa yang mau kamu lakuin di sini, hah?!" bentak Aryesta dengan tangan yang terus memukul tubuh bagian belakang suaminya itu.Tetapi, Aleandra sama sekali tak mengindahkan bentakan istrinya, dan memilih terus berjalan.Ketika tubuh Aleandra sudah berdiri tepat di samping kolam berenang, langkahnya terhenti dan menatap riak air tenang di depannya.Kemudian dia menatap betis istrinya yang menjuntai di depan tubuhnya, karena memang Aryesta masih dia panggul layaknya barang di bahu lebarnya."Bukannya tadi kamu minta aku lepasin kamu, hmh?" kata Aleandra pada istrinya.Aryesta yang kepalanya sudah merasa berputar-putar pun mendadak membisu.Tak suka diabaikan ketika dirinya bertanya, Aleandra murka, dan secepat kilat dia melemparkan tubuh istrinya ke dalam air kolam yang dingin.Byur!"Argh! Dingin!" Aryesta berteriak ketika tubuhnya dengan ringan dilempar oleh suami tak beradabnya itu.Bahkan saking dinginnya, gigi Aryesta langsung beradu dan saling bergesekan, menandakan dirinya
"Kamu enggak boleh mati dulu, Ar! Balas dendamku belum kelar!" panik Aleandra yang saat ini sudah berada di rumah sakit.Setelah kejadian di vila, istrinya ini masih saja belum sadarkan diri, ditambah lagi denyut nadinya yang sangat lemah, dan nyaris berhenti tadi.Dengan gerakan gesit tentu saja Aleandra langsung pergi menuju rumah sakit terdekat dari penginapan, untuk menghemat waktu.Setelah tiba, kini Aleandra mendorong brankar rumah sakit, hingga akhirnya berhenti tepat di depan ruangan unit gawat darurat."Saya ingin masuk, Dokter! Dia istri saya!" teriak Aleandra yang tubuhnya dihalangi oleh petugas keamanan.Karena jika tak ada beberapa petugas keamanan, sudah dapat dipastikan bahwa laki-laki itu akan dengan mudah menerobos masuk, dan tentunya akan menghambat kinerja para dokter dan suster di dalam ruangan."Minggir! Saya mau masuk!""Mohon maaf, Tuan. Tapi ini rumah sakit, dan orang yang bisa menemani pasien ketika sedang dalam penanganan hanya orang yang sedang melahirkan. Ja
"Kenapa aku harus diam, Sayang ...?" sinis Dion, yang dibalas delikan tajam dari mantan istrinya ini.Bagaimana mungkin Dion bisa datang ke Lombok secepat ini?Bagiamana mungkin Dion bisa mengetahui dirinya terluka dan nyaris mati beberapa saat lalu?Dan yang lebih mencengangkan adalah, bagaimana mungkin Dion tahu ruang perawatannya.Ditambah lagi kehadiran Dion, bertepatan saat Aleandra tak ada di dalam ruangan tersebut.Mungkinkah mantan suaminya ini menempatkan mata-mata yang tak diketahui oleh Aryesta?Namun, apakah Aleandra seceroboh itu sampai membiarkan seorang penyusup diam-diam menusuknya dari belakang?Argh!Kepala Aryesta rasanya nyaris pecah sekarang.Aryesta sama sekali belum memahami kedatangan Dion hingga detik ini.Jika Aryesta kepalanya nyaris meledak memikirkan semua itu, maka berbanding terbalik dengan Dion yang sangat santai melihat kepanikan mantan istrinya ini.Mengingat jika Aryesta masih lemah, Dion pun semakin mendekat, yang spontan dadanya ditahan oleh Aryesta
"Halo, Mas? Kenapa?"Pertanyaan Tisya dibalut rasa takut. Takut jika laki-laki itu akan membuangnya. Takut jika semua kekhawatirannya benar-benar terjadi.Sama halnya dengan Aryesta, yang saat ini dadanya berdebar kencang, menunggu apalagi yang akan suaminya putuskan.Entah kenapa, Aryesta cemas. Mencemaskan pilihan Aleandra, yang sering tak terduga seperti sebelumnya.Bahkan Aryesta tak pernah berpikir sebelumnya, jika dia akan dimadu oleh Aleandra dengan Tisya. Untuk itulah, ada ketakukan tersendiri yang dia rasakan.Kedua tangan Aryesta meremat gaun hamilnya di atas paha. Duduk dengan tegang, menunggu kelanjutan informasi dari suaminya.Tak berbeda jauh dengan Tisya, kini dia menelan ludahnya susah payah. Menanti keputusan.Sementara itu, di seberang telepon sana Aleandra menarik napasnya sangat dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan."Dengan kesadaran penuh, aku Aleandra menjatuhkan talak 3 padamu Tisya Rhani binti Denrik, tanpa amarah dan tanpa paksaan!"Deg!Kedua jantun
"Tolong jelaskan apa maksud kamu, Aryesta, " pinta Tisya yang masih merasa kebingungan itu.Aryesta pun menarik napas panjang, lalu menyandarkan punggung pada kursi. Menatap sekitar sejenak."Aku tahu, Kak Derren tidak akan melepaskanmu. Dan mungkin saja Kak Derren mengabaikan dirimu nantinya," kata Aryesta dengan helaan napas berat."Tapi jika Kak Derren main tangan atau berbuat yang tidak-tidak padamu, kamu bisa mengadukannya padaku nanti.""Apa yang akan aku dapatkan, jika nanti aku mengadukan apa yang dia perbuat padaku?" tanya Tisya cepat, "dan keuntungan apa yang aku miliki, jika suatu saat nanti kakak sepupumu itu melakukan KDRT padaku?"Tepat sekali. Aryesta sudah menunggu pertanyaan ini, kemudian perempuan hamil itu pun perlahan menjelaskan semuanya. "Yang pertama aku akan menegurnya.""Aku rasa, menegur laki-laki seperti dia tidak akan ada gunanya, Aryesta, " sela Tisya, yang merasa poin pertama tidak menguntungkannya sama sekali.Aryesta yang mendengar itu, hanya tersenyum
Masih teringat jelas apa yang baru saja Aryesta katakan padanya di sambungan telepon, yang diputus sepihak oleh istrinya itu."Sialan! Apa yang harus aku lakukan sekarang," geram Aleandra di tengah kondisi tubuhnya yang selalu saja lemah.Ya Tuhan, Aleandra rindu pelukan hangat sang istri, dan dia juga rindu pada kondisi fisiknya yang selalu prima jika di dekat perempuan tercintanya itu.Namun, kali ini dirinya berada di sebuah pilihan paling sulit. Membuatnya mengeraskan rahang, saking kesalnya pada kesepakatan yang Aryesta berikan tadi.Kegelisahan Aleandra tentu saja membuat Adam sang sekretaris pribadi menggelengkan kepalanya, tak habis pikir."Ini yang membuatku malas menikah, Al."Ucapan Adam membuat Aleandra mendengkus dan menatap tajam ke arah sahabatnya itu."Melihat kehidupan rumah tanggamu yang seperti ini, membuatku semakin yakin untuk tidak menikah," cetus Adam dengan pandangan kosong, yang sialnya, matanya tiba-tiba menyipit, saat bayangan wajah cantik Dinda terbayang di
"Sebenernya aku itu sakit hati karena ditalak sama Mas Al tadi pagi di bandara. Tapi melihat kamu yang tidak peduli pada suamimu, kayakanya aku ada harapan untuk kembali bersamanya lagi."Entah kenapa, tiba-tiba dada Aryesta seolah terbakar, hanya karena mendengar kalimat menantang dari Tisya barusan.Matanya menatap tajam ke arah Tisya yang masih santai, meski Aryesta tahu ada kepedihan besar di dalam tatapan sendu Tisya.Mengingat semua hal yang menimpa Tisya, tentu saja Aryesta merasa prihatin dan tak bisa sepenuhnya membenci perempuan itu, karena ternyata semua yang menimpa ibunya adalah andil darinya juga, yang terlalu pembangkang kala itu.Membuat papa dari Tisya mengalami tekanan berat dalam hidupnya, sampai berujung mengakhiri hidupnya. Yang dilanjutkan dengan dendam kesumat ibunya Tisya.Namun, satu yang harus Aryesta garis bawahi, jika saja keluarganya bisa lebih peka terhadap keadaan ibunya yang sakit waktu itu, dan menyadari meminum obat yang salah, tentunya sang ibu tak mu
"Tidak mungkin," lirih Aryesta, yang bahunya langsung melemas saat mendengar pengakuan tak terduga dari mantan madunya ini.Sementara itu, Tiysa yang tak bisa berbohong pun hanya mampu menghela napasnya saja, karena sungguh demi apa pun, Tisya sangat bingung harus bagaimana sekarang.Terlebih Tisya tahu jika Aryesta pasti akan membencinya atau bahkan melaporkannya ke pihak berwajib, karena selama ini dia diam saja setelah tahu kebenarannya.Akan tetapi, Tisya tak punya pilihan selain diam. Dan sekarang Tisya tak mau lagi menutupinya. Karena itulah Tisya memutuskan untuk menceritakan semuanya sekarang.Satu tarikan napas Tisya ambil, lalu dia keluarkan, seblum akhirnya berkata, "Aku akan menjelaskan semuanya. Dan mengenai keputusanmu, aku tidak peduli lagi, meskipun nantinya kamu akan melaporkanku pada polisi."Sejenak dibalut rasa syok, Aryesta akhirnya mengalihkan perhatian dari keterkejutannya ke arah Tisya.Melihat jika lawan bicaranya sudah mulai menyimak penjelasan, Tisya pun akhi
"Aku tidak setuju kamu menikah dengan laki-laki sialan itu!" putus Aleandra pada Tisya yang terlihat sedikit ketakutan.Apalagi, Tisya mengingat jika laki-laki bernama Derren Rynegan itu sangat misterius, dan belum tahu sifat-sifatnya.Padahal, Tisya sudah sangat senang ketika dirinya hendak dijual kepada Derren saat di dalam pesawat. Tetapi sekarang, entah kenapa tiba-tiba hatinya menolak.Lebih tepatnya, saat Tisya melihat Derren yang memukuli Aleandra, dan tatapan tajam laki-laki itu padanya, yang membuat bulu kuduknya berdiri.Entah perasaan apa, tetapi yang jelas Tisya merasakan hawa negatif ketika berinteraksi bersama Derren tadi. Ya, meksipun Tisya hanya menampar dan membentaknya. Namun, dapat Tisya rasakan, jika Derren terlihat sangat berbahaya.Dengan gugup Tisya menggelengkan kepalanya, "Aku tidak mau ditukar dengan laki-laki itu, Mas!"Sungguh, demi apa pun, Tisya sangat ketakutan. Akan tetapi, Aleandra hanya mengangkat kedua bahunya lalu menjawab, "Aku juga tidak akan menuk
"Oh iya, Ar. Bukannya kamu harus ketemu sama calon kakak iparmu malam ini, ya?" Derren justru mengalihkan pembicaraan, karena tak berani mengatakan yang sebenarnya pada mereka.Aryesta tentu saja menatapnya dengan perasaan bingung pun bertanya, "Tapi kan aku janjiannya malam, Kak. Jadi enggak usah sekarang bangetlah.""Kalau malam takutnya kemalaman pulangnya. Lagi pula kamu sedang hamil, tidak baik pergi malam-malam, Ar," saran Derren yang terkesan perhatian, tetapi sesungguhnya Aryesta tahu bahwa kakak sepupunya itu hanya berusaha mengusir dirinya dari sana.Aryesta menggelengkan kepala, lalu bangkit dari sofa, "Aku juga perginya bareng 4 bodyguard, Kak. Jadi enggak usah terlalu berlebihan, oke? Aku juga capek mau istirahat dulu, Kak."Ya, tubuh Aryesta terasa sangat lemah sekarang, apalagi setelah kehamilannya, lelah itu mudah sekali datang padanya. Dan hal tersebut membuatnya jengkel bukan main.Padahal Aryesta sangat ingin menikmati kota London, tetapi karena kehamilannya, Aryesta
Derren pun tersenyum manis, lalu berkata, "Aku akan menuruti saranmu, Ar."Mendengar jika Kakak sepupunya setuju dengan idenya, tentu saja membuat Aryesta tersenyum lebar. Kemudian memeluk erat tubuh kokoh itu."Aku sangat yakin kalau Kakak enggak akan menyesal menikah dengannya. Tapi sebelum itu, aku ingin menemuinya dan bicara dari hati ke hati. Boleh, kan? Mungkin malam ini?" tanya Aryesta pada Derren yang diam saja.Karena Derren terdiam, akhirnya Aryesta melepas pelukannya dan menatap wajah rupawan laki-laki itu yang terlihat seperti tengah berpikir.Karena terlalu ingin tahu, akhirnya Aryesta pun kembali bertanya, "Apakah ada sesuatu yang mengganjal, hm?"Tatapan penuh perhatian Aryesta membuat kesadaran Derren kembali, lalu membuang napas sejenak, "Apakah kamu tidak bisa bercerai dari suamimu, dan kita tetap menikah besok?"Entah kenapa, di dalam hati Derren masih sangat berharap jika Aryesta bisa benar-benar menikah dengannya. Dan pertanyaan Derren membuat Aryesta menghela napa
"Awalnya aku takut dijual sama Mas Al untuk menukarmu denganku. Tapi maaf, Ar. Aku tidak mungkin sudi menjadi alat tukarmu demi laki-laki sialan itu. Dan perlu kamu tahu, kalau kamu memang belum resmi bercerai dengan Mas Al. Kalau punya kuasa tuh, dipake buat usut masalah. Jangan terlalu bego jadi orang," bisik Tisya tepat di telinga Aryesta yang masih berdiri mematung.Aryesta menoleh, "Aku dapat dari Papa Randy, kok. Dia yang ngasih buktinya. Dan di dokumen gugatan cerai itu ada tanda tangan Mas Al juga."Kening Aryesta mengencang setelah mengucapkan kalimat tersebut. Sementara, Tisya hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir."Aku enggak tahu ada masalah apa kamu sama Papa Randy, sampai-sampai dia malsuin tanda tangan Mas Aleandra. Tapi yang jelas, kami tidak mendapatkan berita apa pun tentang gugatan cerai kamu, Ar. Mungkin kamu bisa konfirmasi lagi sama Mas Al ataupun Papa Randy. Aku hanya mau bilang, kalau sampai detik ini kalian masih sah suami istri secara agama maupun nega