Setelah memeriksa nadi Lillia, Dokter Mawardi itu memandang Priya sambil tersenyum dan berkata, "Sepertinya tubuhnya baik-baik saja, sudah periksa di rumah sakit?"Priya menganggukkan kepala sebagai isyarat menyuruh Lillia yang berbicara. Lillia yang tidak fokus baru menjawab dengan nada lembut setelah lengannya disenggol Priya, "Sudah periksa dan disuntik juga, tapi nggak ada efeknya.""Kita coba akupunktur, lalu aku beri kamu beberapa obat," kata dokter itu dengan ekspresi lembut."Begitu saja?" Priya juga merasa dokter ini terlihat tidak bisa diandalkan.Dokter itu berkata dengan nada lembut, "Aku sudah melihat riwayat penyakitmu, tubuhnya harusnya baik-baik saja. Bagaimana kalau bawa cucumu ke sini juga?"Mendengar perkataan itu, ekspresi Priya langsung muram. "Cucuku pasti baik-baik saja! Sejak kecil hingga dewasa, dia selalu memeriksa tubuhnya dan hasilnya kita juga tahu. Nggak mungkin ada masalah!"Dokter itu hanya tersenyum."Pergi akupunktur saja, setiap setengah bulan sekali
Priya hanya bisa berkata dengan tak berdaya, "Baiklah. Aku hanya tahu marganya Mawardi saja, nggak tahu namanya. Nomor kontaknya seharusnya ada ditulis di bungkusan obat yang dibawa Lillia, coba kamu lihat saja.""Bahkan namanya saja Nenek nggak tahu, tapi Nenek membawanya untuk akupunktur?" Amarah Claude meledak. Setelah mengatakan itu, dia menutup teleponnya, lalu kembali ke dalam kamar tamu hotel dan mencari tas Lillia. Selain tablet, KTP, dan kunci, sama sekali tidak ada obat yang dikatakan Priya di dalam tasnya. Ekspresinya menjadi sangat dingin. Dia kembali duduk di samping Lillia dan menelepon Priya.Setelah Priya menerima teleponnya, Claude bertanya dengan sabar, "Apa nama kliniknya?""Yah Klinik Setia. Bagaimana dengannya? Padahal dia hanya menjalani akupunktur, sungguh lemah," gumam Priya dengan nada yang tidak puas terhadap Lillia.Claude mendengus dan menutup teleponnya lagi. Dia menggenggam tangan Lillia dan menyadari pergelangan tangannya dingin. Para dokter itu memeriksa
Keduanya berselisih. Claude menatap bekas gigitan di pergelangan tangannya sambil mengernyit.Lillia merasa sangat kesal, tetapi tidak bisa mencurahkan unek-uneknya ataupun menyalahkan orang. Sebelum menikah dengan Claude, dia tidak menduga pernikahannya akan seperti ini. Tidak ada cinta yang diharapkan, yang ada hanya kegetiran.Beberapa menit kemudian, Claude dan Lillia sama-sama terdiam. Claude ingin memeluk Lillia, tetapi malah ditendang oleh wanita itu. Claude yang kesal pun berbalik badan dan membentak, "Jangan naik ke ranjangku lagi lain kali!""Memangnya ini ranjang siapa? Kamu kira aku ingin tidur denganmu?" sahut Lillia dengan dingin. Dia juga ingin kembali ke kamarnya dan tidak akan melakukan hubungan intim dengan Claude lagi. Kalau tidak, pria ini terus berpikiran dirinya ingin melahirkan anak untuk mereka.Setelah sering berinteraksi selama beberapa waktu ini, Claude baru tahu bahwa Lillia juga bisa marah.Malam makin larut. Lillia yang lelah seharian akhirnya tidak tahan
Begitu panggilan tersambung, Lillia langsung mendengar omelan Priya. "Apa-apaan kamu ini? Aku susah payah mencarikanmu dokter pengobatan tradisional, tapi kamu malah membuat masalah. Aku sampai ditegur Claude!"Lillia membalas, "Nenek, Claude melihat jelas bagaimana situasiku kemarin. Kalau kamu merasa aku hanya berpura-pura, tanya saja dia. Suruh dia panggil dokter untuk menjelaskannya kepadamu.""Nggak perlu bicara omong kosong. Pokoknya yang kutahu adalah kamu telah menyia-nyiakan semua usahaku. Kalau nggak bisa hamil, kamu minta cerai saja dari Claude." Seusai berbicara, Priya langsung mengakhiri panggilan.Lillia meletakkan ponselnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Sementara itu, Moonela sontak murka hingga wajah dan lehernya memerah. Dia memaki, "Apa-apaan wanita tua itu! Dia menyalahkanmu karena nggak dapat cucu sampai sekarang? Dia kira Claude begitu hebat, sampai-sampai kamu ingin mengandung anaknya? Dasar gila!""Aku saja nggak marah, kenapa malah kamu yang begitu emosional?
Lillia menatap Moonela sambil berkata, "Ucapanmu masuk akal juga.""Aku rasa masalah ini ada kaitannya dengan Nikita. Kalau nggak, kenapa orang itu sengaja menyebut marganya Mawardi? Dia jelas ingin memprovokasi istri sah," ujar Moonela yang lanjut menganalisis.Lillia pun tidak berbicara lagi, melainkan menunduk dan mulai menyulam. Di sisi lain, Moonela juga mengambil tabletnya dan mulai mengurus pekerjaannya. Tiba-tiba, dia meletakkan tabletnya.Moonela bertanya dengan terburu-buru, "Aku baru ingat sesuatu, kemarin kamu pergi dengan nenek tua itu, 'kan?"Lillia mengangguk seraya menyahut, "Benar, dia yang membawaku pergi. Dia terus mencari cara agar aku bisa hamil."Moonela menatap Lillia lekat-lekat sembari berkata, "Ada satu kemungkinan, yaitu Nikita menyerang dengan memanfaatkan nenek tua itu. Dia menyuruh dokter itu menggunakan marganya hanya untuk memprovokasimu. Dia memang nggak mengenalmu, tapi merasa sudah puas kalau bisa membuatmu menderita."Lillia merenungkannya dengan sak
Moonela menarik napas dalam-dalam, lalu menjelaskan, "Dia memang hanya asistenku. Tapi, jika aku masih tinggal setelah dia pergi, aku akan terkesan nggak setia kawan!""Aku bisa saja nggak meminta denda. Tapi, acara ini diinvestasikan oleh Kak Claude. Kalau sampai menyinggungnya, kariermu di bidang ini pasti akan menjadi sulit," ujar Cedron dengan serius.Moonela memelototinya sambil menyahut, "Kamu sedang mengancamku, ya? Asal kamu tahu, kalau Lillia pergi, aku juga akan pergi!""Apa alasannya?" tanya Cedron dengan tatapan selidik."Mau alasan apa? Aku dan Lillia setim, kamu kira aku akan tinggal di sini demi uang?" Usai berbicara, Moonela sontak mendorong Cedron.Sorot mata Cedron tampak misterius saat menatap punggung Moonela. Dia tiba-tiba tertawa sebelum berujar, "Kamu harus tahu, Claude mengundangmu khusus untuk mendesain pakaian Nikita. Jadi, jika dia gagal membuat Nikita terkenal, studio kalian mungkin akan menjadi tumbalnya."Amarah sontak berkecamuk dalam hati Moonela. Dia me
Ini pertama kali Lillia marah padanya, tetapi demi pria lain! Claude langsung mengakhiri panggilan dan membantingkan ponselnya ke lantai!Hans terperanjat melihatnya. Namun, dia tidak berani bersuara dan hanya menyuruh bawahan pergi membeli ponsel baru.Moonela pun mendapatkan kabar dari Cedron bahwa Claude marah besar. Jadi, dia buru-buru pergi ke kamar Lillia untuk menenangkannya."Kamu nggak perlu melawan Claude demi masalah Adelio. Dengar-dengar, Claude naik pitam sampai membanting ponselnya," nasihat Moonela seraya menepuk bahu Lillia.Lillia bersandar di pelukan Moonela sambil menahan kesedihan dalam hatinya. Dia menyahut, "Demi Nikita, dia sama sekali nggak menghargaiku. Coba kutanya, kenapa Idris nggak menuduh desainer lain dan hanya menuduh Rosabel?"Lillia marah karena Claude menginjak-injak harga dirinya di hadapan Nikita. Bukankah Nikita sengaja melindungi Rosabel yang jelas-jelas ingin mencelakai dirinya demi menunjukkan kekuasaan?"Aku mencari Claude dan beri tahu kita ak
Cedron memasuki kamar Lillia. Sesudah menutup pintu, dia menatap Lillia dengan serius sembari bertanya dengan pelan, "Lillia ... kamu masih marah?"Penampilan Lillia tampak kurang baik. Dia terlihat agak lelah, sedangkan sorot matanya yang dingin dipenuhi kekhawatiran."Nggak marah," sahut Lillia. Dia memang tidak marah dan hanya merasa kecewa.Cedron membawanya ke sofa, lalu berkata dengan lembut, "Aku sudah membahas hal ini dengan Kak Claude. Dia setuju untuk mempertahankan Adelio dan Idris, tapi dia agak marah karena kamu terus melawannya demi Adelio.""Dia sendiri juga melakukan begitu banyak hal untuk Nikita, tapi aku nggak marah. Atas dasar apa dia marah sekarang?" sahut Lillia yang merasa konyol.Cedron menghela napas, lalu mengambilkan segelas air untuk Lillia sambil berucap, "Kak Claude jelas marah karena cemburu. Kamu melawannya demi seorang model pria."Lillia tidak menerima segelas air itu, membuat Cedron merasa agak canggung. Jadi, Cedron terpaksa meletakkan gelas itu di m