Selama ini, Ohara tinggal di desa untuk merawat suaminya. Dia tidak pernah datang ke kota, lantas bagaimana mungkin dia tahu lokasi rumah Lillia?Mendengar bentakan itu, Lillia merasa sangat tidak tega pada neneknya. Dia khawatir sesuatu terjadi pada Ohara jika berada di stasiun sendirian. Jadi, Lillia segera berkata, "Nenek, berikan ponselmu pada sopir itu. Aku akan bicara dengannya.""Oh, ya, ya!" sahut Ohara yang buru-buru menyerahkan ponselnya kepada sopir itu.Si sopir pun menegur dengan jengkel, "Kenapa kamu membiarkan orang tua keluar sendirian? Dia saja nggak tahu mau ke mana. Kalian hanya membuang-buang waktuku."Lillia meminta maaf dengan rendah hati, "Maafkan aku, Pak. Tolong antar nenekku ke gerbang utara Kompleks Aera. Aku akan menunggu di sana dan membayarmu 3 kali lipat. Tolong, ya?"Kompleks Aera adalah perumahan orang kaya. Melihat sikap Lillia yang sopan, bahkan ingin membayar 3 kali lipat, sopir itu tentu menyetujuinya, "Oke. Kalau kamu nggak ada di sana, aku langsun
Begitu Lillia turun dari mobil, Ohara pun tiba. Ketika melihat neneknya tiba dengan selamat, Lillia akhirnya merasa lega."Nenek, telepon aku dong kalau kamu mau datang. Aku bisa menjemputmu. Aku khawatir kalau kamu bepergian jauh sendirian," ujar Lillia sambil membayar.Kemudian, Lillia merangkul Ohara dan mengangkat kantong yang dibawanya. "Yang pelan sedikit. Kita pulang dulu."Ohara tiba-tiba berdiri diam di tempatnya. Dia menggeleng sambil berkata, "Nggak perlu ke rumahmu lagi. Aku kotor sekali, aku hanya ingin kasih Claude bunga pagoda ini."Setelah mengatakan itu, Ohara membuka kantong yang dibawanya dengan tangan bergetar. Dia ingin menunjukkan barang di dalamnya kepada Lillia. Terlihat beberapa bungkus bunga pagoda yang sudah dikeringkan dan dibungkus rapi dengan plastik."Waktu itu, kamu pernah bawa Claude pulang. Aku menyeduh teh bunga pagoda untuknya, dia bilang suka. Kebetulan sekali, bunga pagoda mekar baru-baru ini. Aku menyuruh Vardan memetiknya supaya bisa dikeringkan
Tiba saat pulang kerja, Ohara telah mempersiapkan semua hidangan dan menyeduh teh. Namun, sebelum mereka mulai makan, Ohara melihat ke arah pintu sesekali dan bertanya, "Kenapa Claude belum pulang juga?"Lillia melihat Ohara sekilas, lalu teringat kembali dengan perkataan Vardan. Tenggorokannya serasa tercekat dan tidak bisa berkata-kata. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana seorang wanita tua yang matanya telah hampir rabun dan tidak pernah bepergian selama ini, bisa datang ke kota yang asing ini sendirian. Ohara juga bahkan membawa begitu banyak benda.Apakah ini karena Ohara merasa dirinya sudah tidak bisa hidup lama lagi, sehingga dia datang untuk melihat Lillia? Ohara selalu merasa khawatir Lillia berada di kota ini sendirian dan tidak ada yang bisa membantunya. Dia sangat takut setelah kematiannya, Lillia masih belum kunjung hamil juga dan tidak punya siapa pun lagi.Mengingat hal ini, Lillia merasa tidak tega. Dia menahan air matanya, lalu berdiri sambil tersenyum. "Dia sedang
Saat dilihat, ternyata panggilan itu dari neneknya. Lillia melirik ke arah Claude dengan hati-hati sekilas. Pandangan mereka saling bertemu. Ekspresinya yang merasa kesulitan itu terlihat jelas oleh Claude. Lillia ingin mendesak pria itu, tetapi akhirnya mengurungkan niatnya. Dia hanya pergi tanpa mengatakan apa pun."Nenek ...." Lillia menjawab telepon itu sambil menutup pintu kantor."Ah .... Kamu sudah menjemput Claude?" tanya Ohara. Saat ini langit sudah hampir gelap. Begitu lampu di ruangan itu dibuka, mata Ohara akan jadi semakin buram. Dia tidak ingin Lillia mengetahui kondisi matanya dan membuat gadis itu khawatir.Sekarang, harapan Ohara satu-satunya adalah melihat hubungan Claude dan Lillia baik-baik saja. Hanya saja, Ohara meragukan apakah dia masih punya kesempatan untuk melihat cicitnya. Ohara melamun cukup lama, dia baru tersadar lagi saat Lillia memanggilnya beberapa kali."Hah? Apa kamu bilang?""Aku bilang, Claude sedang rapat, jadi harus menunggu cukup lama lagi. Kala
"Kalian semua sibuk, jadi aku nggak mau merepotkan kalian. Aku bisa mengenali jalan kok," balas Ohara dengan gembira sembari menepuk punggung tangan Claude."Nggak repot. Kalau Nenek bilang begini, bukankah kesannya jadi Nenek menganggapku adalah orang luar?" Claude berkata dengan nada bicara yang serius, seolah-olah dia benar-benar tersinggung.Ohara buru-buru melambaikan tangannya, "Bukan begitu! Mana mungkin! Aku hanya takut kalian sibuk. Aku ...."Claude langsung menyela ucapannya, "Sesibuk apa pun, nggak ada yang lebih penting dari Nenek. Nenek juga nggak merepotkan."Ohara mengangguk sambil tersenyum semringah. Saat makan malam, Claude memperlakukan Ohara dengan penuh perhatian, bahkan Lillia saja tidak punya kesempatan untuk membantu sama sekali. Pandangan Lillia terhadap Claude jadi penuh dengan rasa syukur dan kekaguman.Claude benar-benar pandai berakting. Jika bukan karena mereka sudah mengaturnya sebelumnya, bahkan Lillia juga akan tertipu oleh akting Claude ini. Setelah ma
"Nenek datang?" Reaksi pertama Moonela saat mengetahui kejadian ini adalah terkejut, lalu dia mencibir. "Tapi kamu nggak bisa terus berpura-pura seperti ini, 'kan? Nenekmu itu sangat cerdas."Tentu saja Lillia tahu akan hal ini. Dia hanya berkata dengan tak berdaya, "Terpaksa begini untuk sementara. Akhir-akhir ini kesehatannya juga kurang bagus dan kurusan. Dia hanya datang karena ingin melihatku dan Claude. Kalau sampai tahu aku dan Claude akan bercerai, dia pasti nggak akan bisa menerima kenyataan. Aku masih ingin hidup lama dengan Nenek!"Moonela mengelus dagunya dan menyindir, "Kalau begitu kamu harus ingatkan Claude untuk menjauh dari pelakor itu. Kalau ketahuan dia selingkuh, siap-siap saja kalian sekeluarga diopname."Meski perangainya terlihat lembut, Ohara akan berjuang mati-matian membela cucunya jika ada yang menindasnya. Saat Lillia berusia 4 atau 5 tahun dia hampir saja diculik orang. Saat itu, neneknya mengejar penculik itu dengan membawa sabit di tangannya.Penculik itu
Saat kedua orang itu tiba di rumah, Ohara sedang sibuk di dapur. Lillia mencuci tangannya, lalu masuk ke dapur sambil berkata, "Nenek, biar aku saja."Awalnya Ohara ingin menolaknya, tetapi dia langsung tersenyum lebar saat melihat Claude yang ikut masuk setelah melepas jasnya. "Baiklah! Anak muda seperti kalian seleranya memang lebih bagus, kalian saja yang masak."Waktu makan malam telah tiba. Baru saja Lillia duduk di samping neneknya, piringnya telah bertambah sepotong ikan. Saat melihatnya lagi, ternyata orang yang memberinya ikan itu adalah Claude. Lillia membalasnya dengan senyuman yang manis, tetapi dalam hatinya terus mengumpat.Jelas-jelas Lillia tidak makan ikan! Apakah pria itu sengaja membalas dendam karena merasa Lillia telah mengacaukan rencana makan siang dengan Nikita? Karena merasa kesal, Lillia mengambilkan sesendok sambal kentang. Kemudian, dia berkata dengan pura-pura perhatian, "Sayang, bukannya kamu suka kentang? Makan yang banyak, ya!"Lillia sangat kuat makan m
Claude melihat ke arah Lillia, lalu terdiam sejenak sebelum berkata, "Tadi aku melihat ada dua selimut di ranjang Nenek. Mungkin dia kedinginan. Bagaimana kalau kamu pergi mengambilnya?"Lillia berpikir sejenak, lalu menjawab, "Lupakan saja." Kalau neneknya benar-benar kedinginan, Lillia tentu tidak boleh mengambil selimut itu. Kalau sampai ketahuan oleh neneknya, bukankah mereka akan sulit menjelaskannya nanti?Saat Lillia masih sedang bingung bagaimana dia harus tidur malam ini, Claude menggeser posisinya untuk memberikan ruang pada Lillia. Kemudian, dia berkata dengan ekspresi santai, "Tidurlah."Lillia hanya terdiam. Setelah berpikir keras sejenak, Lillia berjalan ke sisi tempat tidur dengan ekspresi datar. Dia menarik sudut selimut, lalu berbaring di tempat tidur itu dan menutup lampu tidur di sampingnya. Dalam hatinya terus meyakinkan dirinya bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Lagi pula, ini juga bukan pertama kalinya mereka tidur di ranjang yang sama. Claude saja tidak takut, jad