Lillia duduk di dalam studio. Tak lama kemudian, dia melihat pria itu pergi. Awalnya, Lillia berniat untuk menelepon polisi. Namun, dia terus memperhatikan keadaan di luar. Setelah memastikan bahwa pria itu sudah pergi, Lillia baru merasa lega.Meskipun begitu, Lillia juga tidak berani pulang ke penginapan. Bagaimana kalau pria itu menculiknya di tempat penginapan? Lillia tidak tahu tujuan pria itu. Masalahnya, studio sulam hampir ditutup sehingga Lillia tidak mungkin terus menunggu di dalam studio.Lillia mengeluarkan ponsel dan menelepon polisi. Dia menceritakan kondisinya kepada polisi, lalu menunggu kedatangan polisi di depan pintu studio."Sebaiknya kamu buat kontak darurat. Dengan begitu, kamu bisa menghubungi keluarga atau temanmu dengan cepat kalau terjadi sesuatu," pesan polisi yang mengantar Lillia pulang.Lillia mengiakannya, lalu memasukkan nomor telepon Moonela sebagai kontak darurat. Polisi melanjutkan, "Aku akan mengabarimu kalau masalah ini sudah ada perkembangan."Lill
Claude berjalan menuju sofa dan duduk. Dia melihat ke arah Lillia yang berdiri di sampingnya sambil berkata, "Malam ini, aku akan menginap di sini. Besok pagi, aku bakal pergi ke kantor polisi. Sebelum masalah ini terpecahkan, kamu harus berhati-hati.""Siapa sebenarnya orang itu?" tanya Lillia. Dia melirik Claude dengan tatapan yang dingin.Claude menggenggam tangannya, lalu memijatnya dengan lembut sembari menjawab, "Seorang kenalan lama, tapi aku nggak bisa memberitahumu."Mendengar ini, Lillia tampak mengernyit. Dia menatap pria itu dengan tajam, lalu berkata, "Oke, aku nggak akan tanya tentang ini. Kalau gitu, apa begitu sulit untuk melacak dokter yang waktu itu?"Lillia masih bisa mengerti jika Moonela tidak dapat menemukan informasi. Sebab, sahabatnya itu tidak memiliki relasi yang luas dan memang tidak sehebat itu."Sulit sekali. Nggak ada jejak yang ditinggalkan oleh orang itu," jawab Claude dengan jujur. Dia terus mencari tahu masalah ini, tetapi memang sangat sulit. Meskipun
Hans pernah memberi tahu bahwa ini adalah cara Lillia mendekatinya. Tentu saja, Claude tidak akan memberi tahu wanita itu agar dia tidak menjaga jarak dengan berhenti beradu mulut dengannya.Saat sarapan, tiba-tiba Claude berkata, "Nanti, aku akan pergi ke kantor polisi. Kalau nggak ada masalah, aku akan langsung pulang setelahnya."Lillia mengiakan dan hanya fokus pada makanannya. Sementara itu, Claude mengulurkan tangan untuk mengusap kepala wanita itu. Lillia menoleh, lalu bertanya dengan mulutnya yang masih penuh dengan pangsit, "Ada apa?""Apa aku nggak boleh sentuh kepala istriku?" tanya Claude dengan nada yang terdengar agak kesal."Siapa istrimu?" Usai berkata demikian, Lillia pun berbalik. Baru setelah itu, dia menyadari bahwa Claude sebenarnya tidak benar-benar marah. Pria itu bahkan tersenyum ketika melihatnya.Lillia terlihat mengernyit. Dia merasa bahwa pria ini sepertinya sudah berubah. Dahulu, Claude pasti akan marah ketika Lillia begitu keras kepala. Dia pun menganalisi
Lillia pun menjadi penasaran, toko macam apa yang begitu dihargai oleh Liman?"Apa itu benar-benar layak untuk dikunjungi?" tanya Lillia yang penasaran."Aku hanya merasa itu akan membantu desainmu sehingga merekomendasikannya. Kalau nggak, aku juga nggak akan menelepon untuk mengganggumu," jawab Liman dengan nada lembut.Lillia merasa sedikit bersalah karena mewaspadai niat baik Liman. Dia pun menjilat bibirnya sebelum bertanya, "Jauh nggak?""Karena kamu sudah di Kota Joran, sebaiknya pergi jalan-jalan. Di sana, ada banyak toko misterius, sayang kalau dilewatkan," ucap Liman sambil tersenyum. Pada saat yang sama, Lillia menerima lokasi yang dibagikan olehnya. "Kamu harus coba pergi ke sana, ya. Sudah dulu, aku masih ada kerjaan," ujar Liman sebelum mengakhiri panggilan.Lillia pun membeli es krim dan menuju toko yang direkomendasikan oleh pria itu. Toko ini terlihat sangat tua dengan papan kayu bertuliskan kata "Bahagia".Lillia berjalan masuk. Di dalamnya, terdapat berbagai barang u
Lillia mengirimkan pesan untuk Liman.[ Terima kasih banyak untuk hari ini. Aku benar-benar sudah mendapatkan harta karun. ]Menurut Lillia, Stella pasti sangat menyukai aksesoris pinggang ini. Aksesoris ini bukan hanya memiliki bentuk yang unik, tetapi juga memiliki aroma yang tiada duanya.Liman segera membalas pesan Lillia.[ Apa itu? ]Lillia tidak memberitahunya, melainkan mengatakan sesuatu yang membuat Liman penasaran.[ Kamu akan tahu setelah Liman berjalan di karpet merah. ]Liman membalas.[ Itu masih lama. Tapi, aku sangat nggak sabar saat itu tiba. ]Lillia ingin berterima kasih kepada Liman. Setelah membaca pesan itu cukup lama, dia mengetik pesan balasan untuk Liman.[ Kalau kamu sudah nggak sibuk, aku akan mentraktirmu makan. ]Selesai mengirim pesan, Lillia baru teringat bahwa dirinya sudah lama tidak mengobrol dengan Elgan dan belum mentraktirnya. Dia segera mencari kontak Elgan, lalu mengirimkan pesan untuknya.[ Kamu sedang sibuk nggak? Kalau aku nggak menghubungimu,
Lillia menyesap supnya, lalu berkata dengan nada yang lebih tenang, "Nggak, kok. Oh ya, tolong tanyakan alamat Cedron. Tapi, jangan bilang kalau aku yang tanya. Aku mau mengirimkan hadiah untuknya.""Oke," sahut Moonela. Dia tidak tahu alasan Lillia mau mengirimkan hadiah untuk Cedron, tetapi dia tidak bertanya banyak. Dari cara bicara Lillia, Moonela sudah bisa menebak bahwa hubungannya dengan Claude sedang tidak baik-baik saja."Kalau nggak ada yang mau kamu katakan lagi, aku tutup dulu, ya. Aku capek banget hari ini," ujar Lillia sambil menyesap supnya."Oke," sahut Moonela.Moonela juga tidak bisa berbuat banyak. Bagaimanapun, Claude memang layak diperlakukan seperti ini. Pria itu selalu membuat sahabatnya marah. Sekarang, dia bisa merasakan bagaimana sensasi saat diabaikan istrinya!Selesai makan, Lillia mengemasi kopernya. Malam itu juga, dia pindah ke hotel yang lebih bagus. Sesampainya di hotel baru, Lillia langsung pergi tidur.Di sisi lain, suasana hati Claude sangat buruk ka
Kaki Claude terasa sakit, tetapi dia bergeming di tempatnya. Dia tersenyum pada Lillia dan berkata, "Aku keterlaluan? Aku naik pesawat jam 9 malam dari Kota Pinang ke Kota Joran untuk memberimu penjelasan. Tapi, rupanya kamu sudah pindah hotel tanpa bilang-bilang. Aku baru menemukanmu jam segini. Jadi, apa salahnya aku menuntut sebuah ciuman sebagai gantinya?"'Sebuah ciuman? Claude jelas akan melakukan lebih dari itu!' batin Lillia."Nggak ada yag mau kubicarakan denganmu," ujar Lillia sambil menatap Claude.Sewaktu melihat sorot mata Claude yang dalam, Lillia langsung mengalihkan pandangan. Claude memegangi dagunya dengan lembut dan memaksa Lillia kembali menatapnya. Wajah wanita itu merona dan bulu matanya bergetar pelan."Kalau nggak ada yang mau dibicarakan, ya sudah, nggak usah bicara," kata Claude sambil mencium bibir Lillia lagi. Dia memiringkan kepala, lalu memberinya kecupan-kecupan kecil. Claude sedang berusaha menyelidiki suasana hati sang istri sembari mencoba merayunya."
Lillia memandang Hans, lalu meninggikan suaranya saat berbicara, "Claude bilang orientasi seksualmu menyimpang, jadi dia nggak mau mengambil bajunya. Dia takut kamu menyukainya."Hans tampak terkejut. Setelah beberapa saat, dia tersenyum sopan dan berucap, "Pak Claude bermaksud menyenangkanmu. Jadi, aku bisa memahami Pak Claude."Claude tertawa. Ini adalah pertama kalinya Lillia mendengar Claude tertawa lepas. Lillia tersenyum canggung kepada Claude, lalu berbalik sambil memegang kantong plastik. Dia juga tidak lupa menutup pintu kamar."Ganti baju," ujar Lillia yang berjalan ke samping tempat tidur.Claude bersandar di kepala tempat tidur. Dia tersenyum sembari menatap Lillia dan menyahut, "Oh."Lillia melempar kantong plastik itu kepada Claude. Sementara itu, Claude menyingkap selimut dan langsung berganti baju di depan Lillia. Claude berkata, "Kamu sudah tidur denganku dan melihat tubuhku. Jadi, kamu nggak boleh minta cerai lagi."Lillia ingin menendang Claude. Setelah makan siang,