Alby langsung menolak keras apa yang diinginkan Kalea itu. Tentu saja itu membuat Kalea langsung bingung. “Kenapa Mas Alby menolak aku melahirkan normal?” Melahirkan normal artinya melalui organ intim, dan Alby tikak mau organ intim Kalea dilihat oleh dr. Derran. “Aku tidka mau kamu melahirkan normla. Aku mau kamu selamat. Operasi menurutku memiliki peluang untuk selamat lebih banyak. Jadi aku rasa, kamu harus operasi lagi.” Namun, Alby tidak bisa secara gamblang menjelaskan alasannya pada Kalea. Apalagi sekarang statusnya bukan suami Kalea lagi. “Tapi, aku mau merasakan juga melahirkan normal, Mas.” Kalea sepertinya sama keras kepalanya dengan Alby. “Pak-Bu. Sebaiknya itu dibicarakan di rumah saja. Kalian bisa diskusikan dulu mau melahirkan normal atau operasi. Sambil nanti menunggu perkembangan kesehatan Bu Kalea. Masih ada tujuh bulan ke depan. Jadi saya rasa masih bisa dibicarakan dengan baik.” Mendengar perdebatan itu, dr. Derran langsung mengambil alih. Tak mau obrolan sem
Alby menimbang permintaan Kalea itu. Tidak mungkin meninggalkan ibu, tapi dia ingin Kalea juga ikut. Rasanya Alby dilema sekali.“Kyna saja yang ikut, biar Kalea jaga ibu.” Sandra mencoba membujuk Alby untuk tidak mengajak Kalea.Apa yang dilakukan Sandra itu jelas membuat Kyna senang karena dengan begitu dia tidak perlu ikut. Tidak apalah anaknya ikut. Alby pasti akan menjaga anaknya dengan baik.“Baiklah, kamu di rumah jaga ibu, tapi ingat, jangan ke mana-mana!” Alby akhirnya setuju, meskipun memberikan peringatan keras pada Kalea.“Iya.” Untuk saat ini, Kalea memilih mengiyakan saja, agar lepas dari Alby.****Sesuai rencana Alby dan Sandra. Hari ini mereka akan pergi ke pantai bersama Kyna.“Nanti, Kyna di sana harus dengar kata papa.” Sambil mengikat rambut Kyna, Kalea memberitahu anaknya itu.“Kenapa Mama tidak ikut?” tanya Kyna.“Mama harus jaga nenek. Jadi Mama tidak ikut.”Kyna tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti yang dikatakan sang mama.Kalea bersyukur sang anak
Kalea benar-benar takut ketika Alby menghubungi. Tadi Alby sudah memperingatkan Kalea untuk tidak pergi, tetapi dia pergi juga.“Kenapa tidak diangkat, Kalea?” Dr. Derran merasa bingung kenapa Kalea tidak mengangkat sambungan telepon itu.“Mas Alby minta saya tidak ke mana-mana sebenarnya.” Kalea tampak panik.“Tenanglah dulu, lalu angkat teleponnya.” Dr. Derran berusaha menangkan Kalea.Kalea mengambil napas perlahan, kemudian mengangkat sambungan telepon dari Alby. “Iya, Mas.”“Di mana kamu?”Pertanyaan itu seketika membuat Kalea bingung harus menjawab apa.“Aku lihat CCTV kamu pergi dengan ibu, ke mana kamu?”“Aku dan ibu—“Belum selesai Kalea menjawab tiba-tiba Bu Salma meraih ponselnya. “Alby.”Kalea cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Bu Salma. Tidak terpikirkan sama sekali jika Bu Salma akan mengambil ponselnya seperti itu.“Ibu.” Alby di seberang sana cukup terkejut dengan ibunya yang bicara. “Ibu lagi di mana?” Saat suara ibu yang bicara, Alby menggunakan kesempatan itu
Kyna keluar dari kamar tidak mendapati papanya di kamar. Dia merasa begitu takut. “Papa.” Kyna memanggil sang papa. Sayangnya, tak kunjung datang. Alby yang ada di kamar buru-buru menjauhkan dari tubuh Sandra. “Mas, kenapa berhenti?” Sandra kesal karena saat sedang enak-enaknya, tapi justru Alby berhenti.“Kyna memanggil.” Alby meraih bajunya, kemudian memakainya. “Mas, tapi aku belum puas.” Sandra merengek. “Sudah, nanti bisa dilanjut lagi.” Alby segera keluar dari kamar dan menghampiri sang anak. “Papa.” Kyna senang ketika melihat papanya. “Anak Papa.” Alby menggendong Kyna dan membawanya ke kamar. Dia menemani Kyna untuk tidur lagi. Di kamar sebelah, Sandra harus gigit jari karena ditinggal Alby. Kepuasannya akhirnya tidak tersalurkan karena Alby memilih ke kamar anaknya. ****Kalea merasa sepi sekali ketika tidak ada Kyna. Baginya memang kehadiran Kyna saat berarti.Tadi Alby sempat mengirim pesan foto Kyna yang bermain di pantai. Tampak begitu bahagia sekali. Kalea be
Mata Alby langsung membulat sempurna. Terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Kalea. “Kerja? Untuk apa kamu kerja?” “Untuk aku, memangnya untuk apa lagi?” “Aku bisa memberimu uang, kenapa harus bekerja?” Alby merasa tidak terima dengan jawaban Kalea. “Setelah kita berpisah, aku harus punya penghasilan sendiri. Jadi aku harus bersiap dari sekarang.”Jawaban Kalea itu menegaskan jika Kalea tetap mau bercerai dari Alby. Seolah keputusannya itu sudah bulat dan tidak bisa dicegah.Alby menahan amarah ketika Kalea mengatakan itu. Namun, dia ingat apa kata pengacara. Jika semakin Kalea dilarang, semakin dia akan berontak. “Kerja di mana kamu?” “Di toko bunga, kebetulan kemarin saat mengantarkan ibu jalan-jalan, aku lihat pengumuman lowongan pekerjaan, jadi aku segera melamar ke sana.”Sejujurnya, Alby ingin marah untuk mengungkapkan rasa tidak suka atas tindakan Kalea, tapi Alby berusaha sekuat mungkin tidak melakukannya. “Lalu Kyna?” Alby penasaran dengan rencana Kalea. “Kyna a
‘Astaga, kenapa aku berpikir seperti itu?’ Namun, sesaat kemudian Kalea menghilangkan pikirannya itu, tak mau terlalu besar kepala.“Dr. Derran di sini?” “Iya.” Dr. Derran berdiri.“Ini Pak pesanannya.” Pegawai toko memberikan pesanan bunga pada dr. Derran.“Terima kasih.” Dr. Derran menerima bunga yang diberikan.Kalea yang melihat itu merutuki pikirannya yang sempat besar kepala. Dr. Derran ternyata tidak datang untuk dirinya, melainkan untuk membeli bunga.“Aku membeli bunga untuk mamaku.” Dr. Derran menjelaskan pada Kalea.Kalea tersenyum.“Kamu mau pulang, Lea?” Dr. Derran langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, Dok, tapi mau jemput Kyna dulu.”“Ayo, aku antar.” Mendapati tawaran itu, Kalea langsung mengangguk. Entah kenapa dia senang ketika mendapati tawaran itu. Tidak menolak sama sekali. Akhirnya mereka berdua segera keluar dari toko bunga, menuju mobil yang terparkir di depan toko.“Minggu depan akan ada sidang lagi ‘kan?” tanya dr. Derran mengisi keheningan di dalam perja
Dr. Derran menggeleng, memberikan kode pada Kalea untuk tidak memberitahu jika itu adalah bunga miliknya.Kalea pun akhirnya memilih diam. Tak melanjutkan kembali ucapannya.“Bilang terima kasih pada mama.” Dr. Derran membelai lembut rambut Kyna.“Terima kasih, Ma.” Kyna menatap Kalea.“Sama-sama.” Kalea tersenyum. “Ayo kita pulang.” Segera Kalea mengajak Kyna untuk pulang.Kyna dengan semangat masuk ke mobil.“Kyna tunggu dulu, Mama mau bicara dengan Uncle Dokter.”“Iya, Ma.”Kalea menutup pintu agar anaknya tidak dengar pembicaraan mereka.“Dok, kenapa memberikan bunga itu pada Kyna. Bukannya Anda beli untuk mama dr. Derran.” Kalea merasa tidak enak sekali dengan apa yang dilakukan dr. Derran.Sejujurnya bunga tadi yang dibeli hanya alasan dr. Derran saja. Sebenarnya dia hanya ingin bertemu Kalea saja.“Tidak apa-apa. Sebenarnya tidak ada acara khusus, jadi aku bisa beli besok.” Dr. Derran memberikan alasan palsu.“Baiklah, besok dr. Derran bisa datang ke toko, nanti saya ganti bun
Kalea membulatkan mata ketika mendengar apa yang dikatakan Kyna. Sampai-sampai dia memiringkan tubuhnya untuk menatap Kyna. “Siapa yang bilang Kyna seperti itu?” Kalea yakin ucapan itu bukan berasal dari anaknya. Tidak mungkin anaknya berpikir seperti itu. “Tante Sandra yang bilang jika dia istri baru papa.” Kalea tersentak kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Kyna. Nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. “Tante Sandra bilang bagaimana?” tanya Kalea memastikan. “Waktu itu saat papa mandi, Tante Sandra bilang jika dia sekarang istri baru papa.” Kalea berusaha memahami apa yang dikatakan anaknya. Dari apa yang dikatakan jelas jika itu terjadi saat Kyna ikut ke pantai. Tak pernah Kalea bayangkan jika Sandra akan mengatakan itu pada anaknya. “Kata teman aku istri papa itu artinya mama kita. Apa artinya Tante Sandra mama Kyna, Ma?” Bola mata kecil Kyna menatap penuh rasa ingin tahu. Terjebak dengan pertanyaan itu membuat Kalea bingung sekali. Bagaimana menjelask
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran