Kalea membulatkan mata ketika mendengar apa yang dikatakan Kyna. Sampai-sampai dia memiringkan tubuhnya untuk menatap Kyna. “Siapa yang bilang Kyna seperti itu?” Kalea yakin ucapan itu bukan berasal dari anaknya. Tidak mungkin anaknya berpikir seperti itu. “Tante Sandra yang bilang jika dia istri baru papa.” Kalea tersentak kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Kyna. Nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. “Tante Sandra bilang bagaimana?” tanya Kalea memastikan. “Waktu itu saat papa mandi, Tante Sandra bilang jika dia sekarang istri baru papa.” Kalea berusaha memahami apa yang dikatakan anaknya. Dari apa yang dikatakan jelas jika itu terjadi saat Kyna ikut ke pantai. Tak pernah Kalea bayangkan jika Sandra akan mengatakan itu pada anaknya. “Kata teman aku istri papa itu artinya mama kita. Apa artinya Tante Sandra mama Kyna, Ma?” Bola mata kecil Kyna menatap penuh rasa ingin tahu. Terjebak dengan pertanyaan itu membuat Kalea bingung sekali. Bagaimana menjelask
“Kamu sudah mau pulang?” Dr. Dean yang melihat anaknya segera melemparkan pertanyaan itu. “Iya, Pa.” “Kebetulan supir Papa belum datang, kamu antar Papa dulu pulang.” Mendapati permintaan sang papa itu Derran bingung. Rencananya dia mau ke toko bunga untuk bertemu Kalea lagi. Jika papanya minta untuk diantar, pastinya dia tidak akan bisa ke toko bunga. “Aku ada urusan, Pa. Jadi tidak bisa mengantar Papa.” Sejujurnya Derran merasa tidak enak dengan papanya, tapi mau bagaimana lagi, dia harus memilih. “Mamamu atur kencan lagi?” tanya dr Dean.“Tidak, Pa.” Dr. Dean menautkan alisnya. Mata birunya menatap putra semata wayangnya. Urusan penting sang anak itu biasanya kalau tidak operasi pasien, yaitu kencan yang dibuat sang istri. “Lalu, kamu mau ke mana?” Dr. Dean tampak penasaran. “Bertemu seseorang, Pa.” “Perempuan?” tebak dr. Derran. Tiba-tiba saja dr. Derran salah tingkah. Dr. Dean yang melihat anaknya itu merasa jika tebakannya itu benar. “Kamu punya pacar?” tanyanya. “B
Sandra pergi setelah memberikan vitamin itu pada Kalea.Kalea hanya menatap bingung pada Sandra. Padahal dia sedang memikirkan vitamin yang biasa diminum itu, tapi justru Sandra memikirkan hal lain.“Dasar aneh.” Kalea segera berbalik, masuk ke kamar lagi.Kalea melanjutkan lagi menemani anaknya belajar. Kyna begitu semangat menggambar, hal itu membuat Kalea senang.Saat makan malam, Kalea keluar dari kamar bersama Kyna. Menikmati makanan yang sudah disiapkan tadi.“Tadi aku belikan vitamin. Kamu sudah terima?” tanya Alby saat keluar dari kamar.“Sudah.” Kalea mengangguk.“Minumlah dengan rutin agar kandunganmu semakin sehat.” Alby berharap anak yang dilahirkan Kalea akan sehat seperti Kyna.“Iya, nanti aku akan minum.” Kalea mengangguk. Semalam Kalea lupa meminumnya. Jadi mungkin sebelum berangkat nanti, dia akan meminumnya.Kalea segera merapikan bekal yang dibawanya, kemudian membangunkan Kyna. Barulah setelah itu bersiap untuk berangkat.Sebelum keluar dari kamar, Kalea meraih b
“Jadi selama ini kamu pulang dengan dokter itu?” Saat di perjalanan, Alby meluapkan kekesalannya pada Kalea. Kalea tentu saja tidak bisa menjawab tidak, karena selama ini dia pulang dengan dr. Derran. “Aku memang pulang dengannya, tapi semua itu tidak sengaja.” “Tidak sengaja?” Alby langsung tertawa terbahak-bahak. Bagaimana bisa hal itu tidak sengaja. “Memang tidak sengaja. Hari pertama dia datang karena membeli bunga untuk mamanya. Hari kedua, karena bunga itu diberikan pada Kyna, akhirnya hari kedua aku memintanya datang karena ingin mengganti bunganya, dan hari ini dia tidak sengaja lewat di depan bunga.” Alby mengeram kesal mendengar penjelasan itu. “Kamu ini paham tidak sebenarnya, dia itu tidak sengaja melakukan semua itu. Pura-pura beli bunga, pura-pura memberikan bunga pada Kyna, pura-pura lewat di toko bunga, itu semua dilakukan untuk mendekati kamu.” Kalea memang juga berpikir seperti itu, tapi dia menyingkirkan pikiran itu. Tak mau besar kepala. “Sudahla
“Mungkin aku kelelahan saja.” Kalea memilih untuk berpikir positif. Akhirnya dia memilih untuk beristirahat saja. Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Berusaha memejamkan kata agar dapat mengurangi rasa sakit yang dirasakan. “Mama, Kyna mau makan.” Tepat jam tujuh malam, Kyna membangunkan Kalea sambil menggoyangkan tubuh sang mama. “Kyna minta Bi Ina dulu. Bilang saja minta telur ceplok. Mama sedang tidak enak badan.” Kalea merasa perutnya tidak enak. Jadi memilih membiarkan anaknya makan bersama asisten rumah tangga. “Baik, Ma.” Kyna segera keluar untuk mencari Bi Ina, tapi ternyata Bi Ina tidak ada di sana. “Cari siapa?” Sandra yang melihat Kalea penasaran sekali. “Cari Bi Ina.” Kyna takut-takut menjawab. “Mau apa cari Bi Ina?” Sandra menatap Kyna. Walaupun tatapan Sandra biasa saja, tapi bagi Kyna menakutnya. “Mau minta goreng telur ceplok.” “Memang mamamu ke mana sampai kamu minta Bi Ina.” “Mama sakit.” Sandra tersenyum tipis. “Bi Ina ke supermarket, biar Tante
Saat terdesak seperti ini, Kalea terpikir satu orang yang bisa membantunya. Siapa lagi jika bukan dr. Derran. Hanya pria itu yang sekarang ada di pikirannya. Tak pikir panjang, Kalea segera kembali ke kamar untuk menghubungi dr. Derran. “Halo, Kalea. Ada apa kamu menghubungi aku malam-malam?” Dr. Derra di seberang sana terdengar begitu khawatir. “Dok, perut saya sakit, tolong bawa saya ke rumah sakit.” Hanya dr. Derran yang kali ini Kalea harapkan. Tidak ada orang lain. “Baiklah, aku akan segera ke sana.” Dr. Derran segera mematikan telepon. Kalea hanya bisa merintih ke sakitan ketika perutnya tak tertahan. Darah yang keluar semakin banyak. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Pendingin ruangan di dalam kamar seolah tak bisa menghalau. Kalea benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kenapa bisa seperti ini?Sambil menunggu dr. Derran, Kalea menghubungi asisten rumah tangga. Meminta bantuannya untuk menjaga Kyna.Saat dr. Derran datang, asisten rumah tangga langsung mempersilakan dr
“Mas Alby.”Alby segera mengayunkan langkahnya masuk dan menghampiri Kalea. Berdiri di sisi ranjang, berseberangan dengan dr. Derran. “Apa yang terjadi padamu?” Alby menatap Kalea tajam. “Aku keguguran, Mas.” Kalea balas menatap Alby tajam. Alby membulatkan matanya ketika mendengar hal itu. Dia memegangi lengan Kalea. “Katakan jika yang kamu katakan itu salah!” Alby masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. “Aku mengatakan apa adanya. Semalam aku pendarahan dan saat dibawa ke rumah sakit, aku keguguran.” Air mata Kalea menetes tak tertahankan. Tubuh Alby lemas mendengar kabar kematian calon anaknya. Padahal dia berharap anaknya bisa lahir dan tubuh dengan baik. “Kamu sengaja melakukannya ‘kan?” tanya Alby. Tatapan pria itu begitu dipenuhi amarah. “Sengaja bagaimana maksudmu, Mas?” Kalea menyingkirkan tangan Alby di lengannya. “Kamu sengaja menggugurkan kandunganmu karena ingin bersama dokter ini.” Alby menunjuk ke arah Alby. Apa yang dikatakan Alby sontak memb
Setelah Alby pergi Kalea menangis. Hancur hati Kalea ketika dituduh seperti itu oleh Alby. Padahal dia benar-benar keguguran, bukan sengaja menggugurkan kandungan.“Kalea.” Dr. Derran sejak tadi diam. Dia ingin membela Kalea, tapi saat Kalea justru mengiyakan tuduhan itu. Jadi dia memilih diam. Dr. Derran membawa Kalea ke dalam pelukannya. Berusaha untuk menangkan Kalea.Di dalam pelukan dr. Derran Kalea meluapkan kesedihannya. Dr. Derran membelai lembut rambut Kalea.Namun, beberapa saat kemudian Kalea tersadar ketika dipeluk dr. Derran. Dia langsung menjauhkan tubuh dr. Derran. “Maaf, aku hanya tidak tega saja padamu.” “Tidak apa-apa, Dok.” Kalea mengusap air matanya. “Kenapa kamu mengiyakan tuduhan itu?” dr. Derran begtu penasaran dan ingin tahu. Kalea menatap lekat dr. Derran. “Saya lelah, Dok. Dia terus menuduh saya, jadi lebih baik mengiyakan agar dapat mengakhiri semuanya.” Kalea benar-benar tidak tahan.“Tapi, ini akan jadi bumerang untukmu nanti.” Dr. Derran merasa langk
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran