Makasih sudah singgah di novel Piemar. Jangan lupa support bukunya ya.
Pukul sepuluh malam Danar menghabiskan waktunya di depan kamarnya. Ia duduk di atas kursi rotan di balkon kamar sembari menghisap gulungan tembakau. Ketika ia sedang stress dan banyak pikiran, ia akan melampiaskannya dengan benda yang membuatnya merasakan ekstasi sesaat itu.Dersik angin malam terasa dingin menusuk-nusuk tubuh. Namun ia tidak beranjak sedikitpun dari sana. Pria dingin itu sedang menunggu kepulangan istrinya. Tak berselang lama, sebuah mobil Mercedes Benz berwarna merah tampak bergerak memasuki halaman rumah. Suara deru mesin yang halus sama sekali tidak mengusik penghuni rumah yang sudah berbaring istirahat malam itu. Security rumah langsung menyambut kedatangan Nyonya rumah. Dari atas balkon kamarnya, Danar bisa melihat wanitanya turun dari mobilnya lalu masuk rumah dengan jalan berlenggak lenggok. Pria dingin itu kemudian masuk dan memilih merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Bahkan lampu utama sudah dimatikan. Yang tersisa hanyalah temaram lampu tidur.“Malam, S
Pagi itu cuaca teramat cerah. Awan putih bergerombol dan berarak di langit yang biru. Sungguh, lukisan alam yang begitu indah alami. Pun, suara burung-burung yang bernyanyi, menambah riuh suasana pagi itu. Mereka meloncat dari satu dahan ke dahan lain dengan penuh semangat–menggoyangkan dedaunan hijau yang asri.Di balkon kamar lantai dua, tampaklah sepasang suami istri yang baru saja bangun dan menikmati suasana pagi.“Halo, Sayang!” sapa Mita pada suaminya yang kini tengah menyesap secangkir kopi dengan nikmat. Hari itu hari minggu. Oleh karena itu sepasang suami istri itu tidak pergi ke kantor. Mereka menghabiskan waktu istirahat di rumah saja.Danar hanya bergumam menanggapi istrinya. Ia masih merasa kesal atas sikapnya yang seolah tidak bersalah. Sebagai bentuk kekesalan dan kemarahannya, ia hanya mengabaikannya.“Kenapa gak dijawab?” serunya lagi, mengenyahkan bokongnya di atas kursi rotan di sampingnya. Ia memandang suaminya dari samping. Di usia tiga puluh lima tahun, suaminya
Embun buru-buru berlari dari depan kamar Sagara. Ia lupa jika hari itu hari minggu di mana Mita ada di rumah. Wanita bermanik almond itu menyusuri lorong menuju anak tangga agar segera turun ke lantai bawah.Namun karena ia tergesa-gesa, tubuhnya mendadak oleng dan menabrak sosok pemuda yang berjalan berlawanan arah dengannya.Ke duanya terkejut hingga mereka jatuh bersamaan, dengan posisi saat itu Embun menindih tubuh pemuda tampan di depannya. Dalam beberapa detik, kepala Embun menindih dada pemuda itu. Panik, Embun buru-buru bangun dari posisi yang tidak nyaman itu. Nafasnya mendadak memburu.“M-maaf, Mas Gilang,” ucap Embun dengan wajah yang sudah seperti kepiting rebus. Rasanya, ia ingin bersembunyi di suatu tempat. Mereka pun bangun dengan suasana yang agak canggung. Embun merasa sangat malu. Namun Gilang merasa insiden baru saja boleh lah terulang kembali. Senyum buaya darat tersungging di bibir tipisnya. Untuk pertama kalinya, Embun memeluknya meski karena ketidaksengajaan.“
Siang itu ke tiga orang wanita muda, Embun, Maya dan Linda tengah menyantap satu kotak donat madu yang diberikan oleh Gilang. Awalnya, Embun menolak setiap pemberiaan pemuda berpotongan rambut ala Korea itu. Ia memang tidak suka mendapat perhatian lebih—yang bisa menimbulkan kesalahpahaman. Namun Gilang tipikal pria pemaksa. Ia selalu membuat sejuta alasan agar Embun menerima makanan itu. Wanita menyusui harus banyak makan yang manis, katanya.Andai Gilang tahu, jenis makanan yang diberikan oleh Bu Neli padanya. Sebagai ibu susu Tuan muda, ia makan begitu banyak makanan yang bergizi demi menghasilkan ASI yang melimpah untuk Sagara baik dari yang rasa manis hingga asin. Tentu saja, Embun melakukan itu dengan penuh kerelaan sebab ia sangat menyayangi putranya. Entahlah, menjadi sebuah kebiasaan Gilang setiap kali datang ke rumah Danar, ia membawa satu kantong makanan untuk wanita yang ditaksirnya. Embun pun menerimanya dan menikmatinya bersama dengan teman yang lain. Karena Maya sudah l
“Kenapa Mbak Nuri?”Embun bertanya pada Mbak Nuri yang menatapnya dengan tatapan penuh telisik. Ia merasa tidak nyaman saja. Tadi Maya dan Linda menatapnya dengan tatapan aneh. Memang ada yang salahkah dengan penampilannya.“Sepertinya Den Gara anaknya Neng Embun,” lanjut Mbak Nuri yang membuat Embun terkesiap mendengarnya. Ia merasa tidak menceritakan tentang kebenaran itu pada siapapun di sana. Hal tersebut merupakan bagian dari kesepakatannya dengan mantan suaminya.Jika ia melanggarnya maka ia akan mendapatkan hukuman yang merugikan hidupnya. Ia begitu takut berhubungan dengan orang seperti Danar yang memang berkuasa. Oleh karena itu, ia tidak mau mengambil resiko. Ia harus bermain aman.Embun hanya terdiam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdenyut gelisah.“Setelah Mbak lihat-lihat, Den Sagara jadi mirip Neng lama kelamaan. Kalau Neng bilang pada orang yang tidak dikenali sekalipun, Den Gara anak Neng pasti mereka percaya. Hum, kadang anak yang diadopsi jadi mirip ibu
Gilang menahan diri untuk tidak memprotes ucapan atasannya. Cukuplah, ia mengikuti permainannya. Ia hanya tersenyum tipis mendengar rencananya. Ternyata atasannya orang yang emosional dan sedikit over reacted.“Tuan Danar, ini agenda pertemuan yang sudah dibuat oleh Pak Adit.”Gilang lantas menunjukan berkas lain berisi agenda pertemuan yang akan diikuti oleh Danar dengan kliennya.Danar melirik sekilas selembar kertas itu lalu memalingkan wajahnya pada ponsel yang berada di atas meja. Ia pun mengambil ponselnya hendak menelpon istrinya. Namun segera diurungkannya. “Besok, pukul 13.00 WIB, Anda diundang di acara grand opening hotel Pak Manggala. Barangkali ini sebuah kesempatan emas bagi Anda agar bisa bekerja sama dengannya. Beliau salah satu pengusaha hospitality yang sudah masuk majalah Forbes dari tanah air tahun ini. Jam terbang di dunia perhotelan sudah tinggi. Meskipun dia masih muda namun dia dikenal salah satu pengusaha dengan IQ di atas rata-rata. Beliau juga ..” jelas Gilan
Brak!Prang!!Suara benda-benda tumpul jatuh dan terguling ke lantai. Pun, suara meja kaca yang pecah semakin membuat pemandangan ruang tamu sebuah hunian bergaya rustic itu hancur berantakan.“Stop!!” Indira berteriak menyaksikan detik demi detik dua orang debt collector bertubuh tinggi besar merusak furniture rumah. Mereka adalah utusan dari salah satu lintah darat yang meminjamkan Bagas uang.“Tolong! Jangan rusak barang kami! Kami janji akan melunasi hutang kami segera,” ujar Bagas sampai memohon-mohon pada ke dua pria itu. Namun mereka tidak peduli. Sudah tugas mereka menagih hutang atas suruhan atasannya meskipun dengan cara frontal dan brutal.“Dengar! Kalian hanya butuh waktu dua hari untuk melunasi hutang kalian atau kalian kemasi barang kalian!” ujar salah satu debt collector tadi.Baik Bagas maupun Indira syok mendengar ancaman mereka. Tak segan mereka mengancam dengan cara kekerasan.Bagas bahkan sampai terlihat menyedihkan. Selain rumah dan properti rumah dirusak, ia juga
Sekuat tenaga Embun berusaha memberontak agar bisa lepas dari kungkungan tubuh Danar yang sangat kokoh dan liat. Namun Danar sama sekali tidak mengindahkannya. Pria itu memang sedang berada di bawah pengaruh alkohol—yang dikonsumsinya tadi saat pergi ke pub. Hawa panas menjalari tubuhnya sehingga ia ingin melampiaskannya pada sesuatu. Ia menjadi bergairah. Ia mengira jika wanita yang berada di bawahnya ialah istrinya. Semakin Embun bergerak, keinginan Danar untuk menidurinya semakin menjadi.Setelah pertengkaran dengan istrinya–Mita, Danar melampiaskan kemarahan dan kekecewaannya dengan mengunjungi pub. Di sana pria dingin itu memesan beberapa sloki vodca—yang menyebabkannya mabuk. Namun ia masih bisa pulang sendiri malam itu. “Tuan! Lepas!” geram Embun berusaha melepaskan diri dari cengkraman mantan suaminya yang begitu kuat, menekan pergelangan tangannya. Ia merasa kesakitan. Nafasnya juga mulai memburu. Wajah Embun sudah bergerak ke sana kemari, menghindari Danar yang kini menco
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p
Pada suatu hari minggu yang cerah, Embun sudah tampil cantik dan prima. Ia sudah bersiap-siap akan mulai belajar bahasa Inggris secara private di rumah. Sang kakak sudah mendapatkan seorang tutor bahasa untuknya. Sebelumnya, Ana sudah mencarikan tutor bahasa Inggris langsung ke berbagai lembaga kursus. Kebetulan lembaga kursus itu tidak memiliki tutor dengan jadwal yang kosong. Oleh karena itu ia menyerahkan tugas itu pada Pasha. Sesungguhnya, seluruh keluarga Basalamah pandai dalam berbahasa asing baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Namun karena semua orang sibuk maka tidak memungkinkan salah satu dari mereka mengajari Embun.“Wah, wah, anak Mami sudah cantik. Semangat sekali mau belajar,” puji Ana—yang sedang menggendong Sagara. Sagara tampak sedang memilin rambut neneknya yang terurai sembari terkekeh geli. Akhir pekan itu, Ana memilih mengasuh cucunya di rumah. Sebuah hobi baru di mana ia bisa mengajak main Sagara. Bukan shopping atau pergi ke spa bersama teman sosialita.U
“Apa yang kaulakukan?”Mita melayangkan tatapan menghunus tajam pada sosok pria tampan yang secara tiba-tiba memasuki kamarnya saat tengah malam. “Aku kangen, Mit,” jawab pria itu seraya mengayunkan langkah kaki jenjangnya menuju wanita berpenampilan seksi di depannya. Pria berwajah oriental itu memangkas jarak di antara mereka. Pria tampan itu menelan salivanya saat melihat Mita dalam balutan gaun malam yang menerawang dan menempel di tubuhnya. Warna putih gading gaun itu menyatu dengan kulit tubuhnya yang putih dan mulus.Rasanya, pria itu ingin mengupas dan merobek gaun itu dengan tidak sabaran.Semenjak pernah berbagi kehangatan dengan Mita, Satria menjadi ketagihan pada tubuh wanita itu. Apalagi merasakan wanita bersuami di mana menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya. Dadanya terasa berdebar-debar tak karuan. Namun sensasinya terasa nikmat.Menyadari tatapan Satria, Mita buru-buru menyilangkan ke dua tangannya di depan dadanya. Perasaannya tak enak. Apalagi Danar sedang ber