Maaf, baru update.
“Kenapa Mbak Nuri?”Embun bertanya pada Mbak Nuri yang menatapnya dengan tatapan penuh telisik. Ia merasa tidak nyaman saja. Tadi Maya dan Linda menatapnya dengan tatapan aneh. Memang ada yang salahkah dengan penampilannya.“Sepertinya Den Gara anaknya Neng Embun,” lanjut Mbak Nuri yang membuat Embun terkesiap mendengarnya. Ia merasa tidak menceritakan tentang kebenaran itu pada siapapun di sana. Hal tersebut merupakan bagian dari kesepakatannya dengan mantan suaminya.Jika ia melanggarnya maka ia akan mendapatkan hukuman yang merugikan hidupnya. Ia begitu takut berhubungan dengan orang seperti Danar yang memang berkuasa. Oleh karena itu, ia tidak mau mengambil resiko. Ia harus bermain aman.Embun hanya terdiam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdenyut gelisah.“Setelah Mbak lihat-lihat, Den Sagara jadi mirip Neng lama kelamaan. Kalau Neng bilang pada orang yang tidak dikenali sekalipun, Den Gara anak Neng pasti mereka percaya. Hum, kadang anak yang diadopsi jadi mirip ibu
Gilang menahan diri untuk tidak memprotes ucapan atasannya. Cukuplah, ia mengikuti permainannya. Ia hanya tersenyum tipis mendengar rencananya. Ternyata atasannya orang yang emosional dan sedikit over reacted.“Tuan Danar, ini agenda pertemuan yang sudah dibuat oleh Pak Adit.”Gilang lantas menunjukan berkas lain berisi agenda pertemuan yang akan diikuti oleh Danar dengan kliennya.Danar melirik sekilas selembar kertas itu lalu memalingkan wajahnya pada ponsel yang berada di atas meja. Ia pun mengambil ponselnya hendak menelpon istrinya. Namun segera diurungkannya. “Besok, pukul 13.00 WIB, Anda diundang di acara grand opening hotel Pak Manggala. Barangkali ini sebuah kesempatan emas bagi Anda agar bisa bekerja sama dengannya. Beliau salah satu pengusaha hospitality yang sudah masuk majalah Forbes dari tanah air tahun ini. Jam terbang di dunia perhotelan sudah tinggi. Meskipun dia masih muda namun dia dikenal salah satu pengusaha dengan IQ di atas rata-rata. Beliau juga ..” jelas Gilan
Brak!Prang!!Suara benda-benda tumpul jatuh dan terguling ke lantai. Pun, suara meja kaca yang pecah semakin membuat pemandangan ruang tamu sebuah hunian bergaya rustic itu hancur berantakan.“Stop!!” Indira berteriak menyaksikan detik demi detik dua orang debt collector bertubuh tinggi besar merusak furniture rumah. Mereka adalah utusan dari salah satu lintah darat yang meminjamkan Bagas uang.“Tolong! Jangan rusak barang kami! Kami janji akan melunasi hutang kami segera,” ujar Bagas sampai memohon-mohon pada ke dua pria itu. Namun mereka tidak peduli. Sudah tugas mereka menagih hutang atas suruhan atasannya meskipun dengan cara frontal dan brutal.“Dengar! Kalian hanya butuh waktu dua hari untuk melunasi hutang kalian atau kalian kemasi barang kalian!” ujar salah satu debt collector tadi.Baik Bagas maupun Indira syok mendengar ancaman mereka. Tak segan mereka mengancam dengan cara kekerasan.Bagas bahkan sampai terlihat menyedihkan. Selain rumah dan properti rumah dirusak, ia juga
Sekuat tenaga Embun berusaha memberontak agar bisa lepas dari kungkungan tubuh Danar yang sangat kokoh dan liat. Namun Danar sama sekali tidak mengindahkannya. Pria itu memang sedang berada di bawah pengaruh alkohol—yang dikonsumsinya tadi saat pergi ke pub. Hawa panas menjalari tubuhnya sehingga ia ingin melampiaskannya pada sesuatu. Ia menjadi bergairah. Ia mengira jika wanita yang berada di bawahnya ialah istrinya. Semakin Embun bergerak, keinginan Danar untuk menidurinya semakin menjadi.Setelah pertengkaran dengan istrinya–Mita, Danar melampiaskan kemarahan dan kekecewaannya dengan mengunjungi pub. Di sana pria dingin itu memesan beberapa sloki vodca—yang menyebabkannya mabuk. Namun ia masih bisa pulang sendiri malam itu. “Tuan! Lepas!” geram Embun berusaha melepaskan diri dari cengkraman mantan suaminya yang begitu kuat, menekan pergelangan tangannya. Ia merasa kesakitan. Nafasnya juga mulai memburu. Wajah Embun sudah bergerak ke sana kemari, menghindari Danar yang kini menco
“M-maaf, semalam saya mabuk,” ucap Danar dengan suara yang dingin dan raut wajah yang minim ekspresi. Embun tergemap mendengar permintàan maaf dari pria angkuh itu. Biasanya kata-kata yang keluar dari bibirnya kata-kata pedas yang seringkali mengiris hatinya. Namun kali ini, ia meminta maaf. Sebuah niat yang baik. Setidaknya, ia merasa menyesal telah berbuat khilaf. Kendati kecewa dan kesal atas sikap pria itu semalam, mendengar permintaan maafnya, membuat Embun terenyuh mendengarnya. Ia hargai usahanya. “Aku tidak mungkin menyentuhmu saat aku sàdar!” lanjut Danar, masih dengan suara yang datar.Embun hanya menelan salivanya yang terasa kerontang tatkala mendengar kalimat terakhir darinya. Apa maksud dirinya—mengatakan tidak akan mungkin menyentuhnya saat ia sadar. Oh, mungkin karena mereka bukan suami istri lagi.Danar menatap Embun yang hanya diam dengan menundukan kepalanya. Pria itu hanya mendesah pelan melihat respon Embun. Tapi sudahlah, ia tidak peduli jika wanita di sampingn
“Sayang, ayo mandi!” Danar memanggil istrinya yang saat ini tengah diam dengan tatapan yang kosong. Pria itu bahkan baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk sepinggang—yang menampilkan otot-otot perutnya yang padat. Sungguh, pemandangan yang luar biasa seksi untuk seorang pria.Rambutnya yang basàh menetes, jatuh menimpa dadanya yang liat kemudian turun melewati perutnya yang abs. Mita menelan salivanya melihat pemandangan indah suaminya. Apalagi mengingat kegiatan panas barusan. Wanita cantik itu begitu menikmati setiap gerakan suaminya yang berada di atas tubuhnya. Apalagi ia suka sekali menatap wajah suaminya yang dipenuhi gelora gairah. Mita buru-buru menghentikan kegiatannya—menatap suaminya yang menggoda. Penampilan suaminya seperti sebuah ajakan untuk bercinta lagi dan lagi. Mita berupaya menahan diri saat ini. Ada yang mengganjal dalam hatinya. Ia masih disibukkan oleh penemuan kalung di lantai tadi. Ia menyimpan kalung itu di dalam dompetnya. Pertanyaan
Eh hem, Beberapa kali Danar berdehem untuk menyadarkan istrinya—yang mengagumi sosok pemuda di hadapannya. Sial, Danar sebagai seorang pria mengakui wajah paripurna di hadapannya namun ia tak rela jika istrinya sampai menikmati fitur wajah itu.Mita pun menjadi salah tingkah saat mendapati tatapan tajam dari suaminya. Jangan salahkan dirinya mengagumi sosok Manggala. Salahkan saja pemuda itu yang punya wajah kelewat tampan. Mita merasa tidak bersalah. Semua terjadi secara spontan saja. Ia pun melirik dan melihat wanita di sekelilingnya. Mereka juga menatap sosok pemuda tampan itu dengan penuh kekaguman. Bukan dirinya saja.“Silahkan nikmati hidangan pesta,” ujar Manggala dengan suara baritonnya yang khas. Pemuda itu lantas pergi menyapa tamu yang lainnya. Ia bisa merasakan aura tak sedap di sekelilingnya.Sementara itu, suasana hati Danar sudah memburuk karena tingkah istrinya yang terang-terangan mengagumi makhluk ciptaan Tuhan yang begitu indahnya.“Ayo, kita pulang!” ucap Danar men
Sekonyong-konyong Danar kembali ke teras rumah dan menghampiri Gilang dan Embun yang tengah duduk berdua di sana. Menyadari kedatangan Danar, Gilang dan Embun lantas berdiri menyambutnya.“Pagi, Tuan!” sapa Gilang dengan penuh keramahtamahan. Denyut jantung Gilang tidak beraturan saat melihat ekspresi wajah Danar yang kecut. Bukankah sudah sesuai perintahnya, ia datang ke sana untuk langsung berbicara dengan Embun. Tapi, ia merasa jika bosnya itu tidak suka melihat kedekatan mereka. Memang serba salah berurusan dengan pria dingin itu.Danar melirik sekilas ke arah Gilang kemudian menatap ke arah Embun—yang menatapnya. “Sudah perjanjian, kau tidak bisa pulang. Apapun alasannya! Kau sudah menandatangani surat kontrak menjadi ibu susu Sagara! Jika kau melanggar ketentuan, kau harus bayar denda!”Duar,Perkataan Danar mirip seperti sebuah ultimatum bagi Embun. Wajah Embun langsung pias saat mendengar perintahnya. Cairan bening sudah menggenang di pelupuk matanya, nyaris tumpah.Embun menga
Malam itu langit tampak gulita tanpa gemintang yang menghiasnya. Ditambah gemerosok angin menyapu dahan-dahan pohon hingga membuatnya bergoyang dan seperti sosok monster yang menakutkan. Namun pemandangan yang sedikit anker itu sama sekali tidak mengurungkan niat seorang gadis cantik untuk berjalan di jalan setapak. Gadis cantik dengan tas ransel yang tercangklong di punggungnya tampak berjalan cepat untuk mencari kendaraan yang akan membawanya keluar kota. Ia merasa sudah tidak aman jika ia kembali ke ibukota atau berada tinggal bersama ke dua orang tuanya di Bandung. Untuk sementara waktu ia akan pergi keluar kota.Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Sungguh, ia merasa letih. Namun ia harus segera pergi demi keselamatannya. Gadis itu duduk di halte bus yang sepi. Hanya ada empat orang yang tengah duduk di sana, menunggu bus datang.Drt, drt, drt, Suara ponsel yang gemetar menginterupsi lamunannya. Gadis itu segera mengangkatnya namun sebelumnya ia mencari tempat sepi. Ia tidak mau pe
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p
Pada suatu hari minggu yang cerah, Embun sudah tampil cantik dan prima. Ia sudah bersiap-siap akan mulai belajar bahasa Inggris secara private di rumah. Sang kakak sudah mendapatkan seorang tutor bahasa untuknya. Sebelumnya, Ana sudah mencarikan tutor bahasa Inggris langsung ke berbagai lembaga kursus. Kebetulan lembaga kursus itu tidak memiliki tutor dengan jadwal yang kosong. Oleh karena itu ia menyerahkan tugas itu pada Pasha. Sesungguhnya, seluruh keluarga Basalamah pandai dalam berbahasa asing baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Namun karena semua orang sibuk maka tidak memungkinkan salah satu dari mereka mengajari Embun.“Wah, wah, anak Mami sudah cantik. Semangat sekali mau belajar,” puji Ana—yang sedang menggendong Sagara. Sagara tampak sedang memilin rambut neneknya yang terurai sembari terkekeh geli. Akhir pekan itu, Ana memilih mengasuh cucunya di rumah. Sebuah hobi baru di mana ia bisa mengajak main Sagara. Bukan shopping atau pergi ke spa bersama teman sosialita.U