Hari ini meski badanku capek semua karena semalam, aku tetap semangat bangun lebih pagi karena mau ke kantor dan berbicara dengan Tika.Hanya dia yang sudah kuberitahu tentang Jessica karena menyangkut sepupunya itu. Kuharap Tika bisa membantuku dalam urusan ini.“Miss Evo nanti datang, Mbak. Tolong anak-anak dibangunkan ya, biar tidak kesiangan,” ujarku pada pengasuh anak-anak sembari membuat teh manis sekedar menaikan gula darahku agar tidak pusing lagi seperti kemarin.“Baik, Nyonya,” jawabnya yang langsung ke kamar si kembar.Aku baru ingat ibuku ada di rumah depan. Lalu kulangkahkan kaki keluar rumah untuk memintanya sarapan bersama di rumah. Sudah ada kiriman makanan dari catering. Ed pasti sudah menyuruh orang untuk mengurusnya.Tak kusangka di dalam sana ibu sudah bersama Mbak Lilis. Wanita itu menangis-nangis curhat tentang suaminya pada ibuku. Padahal kemarin dia sok tegar di hadapanku.Memang hati wanita itu semua sama. Sukar ditebak.“Aku ikhlas kok, Bu, sumpah demi Alla
“Bu tidak masalah ‘kan kalau Mila kerja dan nitip anak-anak sama ibu?” kutanyakan hal itu langsung di depan Ed karena pria ini menjadikan alasan anak-anak agar aku tidak bekerja.Aku yakin ibu tidak akan keberatan. Dia kan sudah curiga karena Ed yang sering keluar malam-malam beberapa hari yang lalu. Jadi, dia pasti akan mendukungku kalau tetap bekerja sekalian mengawasi suamiku itu.“Tidak, kok. Ada pengasuh dan Lilis juga di rumah. Ibu jadi punya banyak waktu bersama cucu-cucu ibu,” tukas ibu pada Ed.Kalau sudah ibu yang bicara, Ed pasti segan menolak. Dia akhirnya hanya mengangguk saja membiarkan aku tetap bekerja.“Ya sudah ayo berangkat!” ujarku mengambil tasku bersiap berangkat. Anak-anak sudah diajak ibu ke rumah depan. Katanya mau beres-beres mainan mereka yang sudah tidak kepakai.Ed malah duduk santai di sofa. Tampak enggan berangkat. “Tidak ada meeting pagi ini. Nanti agak siangan saja berangkatnya.”Aku lupa kalau Ed seorang big bos. Jadi dia tidak harus berangkat sesu
“Kita temuin Riko saja, dan tanya-tanya biar jelas sekalian.” Saran Tika saat kami sedang membahasnya.“Kapan, Tik? Nanti selepas ngantor?”Kalau sekarang masih jam kerja, tentu Tika akan mendapat teguran dari Pak Betha kalau sampai ada laporan kami keluar di jam kerja.Tapi, kalau jam pulang ngantor, Ed pasti akan mengajakku balik.“Rayu ayang bebmu itu, bilang pengen nyalon kek belanja kek, minta izin buat aku sekalian. Bukannya kerjaanmu sudah dikerjakan anak baru itu?” Tika memberikan ide.Aku tidak menolak. Jadinya langsung bangkit menemui Ed yang ternyata sekarang di loby sedang berbicara dengan seseorang.Melihatku keluar dari lift namun hanya berdiri menatapnya karena takut mengganggu, Ed paham dan segera mengakhiri pembicaraan mereka.Masih sempat kudengar kata terakhirnya pada pria itu, “Lakukan seprofesional mungkin bahkan bayanganmu pun tidak terendus.”Lalu pria itu bangkit dan berlalu.Karena berjalan menuju pintu lift, pria itu menunduk hormat saat melewatiku.Apa dia t
“Kau sama sekali tidak tahu?” tanyaku menyiratkan ketidakpuasan.Ini belumlah menjadi sebuah jawaban yang pasti. Justru aku harus kembali berfikir untuk mengetahuinya.Ketika Riko menggeleng, aku benar-benar mendegus kecewa.“Kau kan bekerja di sana, Riko. Apa kau sama sekali tidak tahu pasien atas nama Jessica itu?” Tika membantuku kembali mengusut pengetahuan Riko.“Aku kerjanya di bagian administrasi, Kak. Bukan tenaga kesehatannya.”Aku dan Tika saling berpandangan pasrah.Namun, ucapan Riko sedikit memberikan sebuah hal yang membuat kami memiliki alasan untuk mencari tahunya.“Sejak ada pergantian kepala rumah sakit yang baru, sebenarnya manajemennya amburadul. Banyak hal-hal yang tidak beres terjadi di kubu internal rumah sakit hanya demi cuan. Kasus penjualan vaksin yang seharusnya gratis, pungutan liar ke pasien, dan banyak lagi yang lainnya. Makanya aku juga tidak berniat kerja lama-lama di tempat itu.” “Bisa jadi Jessica juga bekerja sama dengan pihak rumah sakit dalam h
Tinggal hanya selangkah saja dan aku tidak ingin kedatanganku di rumah Tante Atika tidak membuahkan hasil apapun.Nanti malam aku pasti tidak akan bisa tidur dengan nyenyak kalau sampai ini pun gagal.Hanya butuh sekedar memastikan benar atau tidak sih Jessica itu sakit?Karenanya, aku terpaksa harus berkata jujur pada Tante Atika. Dia bukan orang lain lagi bagiku. Begitu juga dia menganggapku demikian.Kuharap wanita ini bisa membantu keponakannya ini. Tidak mau saja terombang-ambingkan lebih lama dengan keadaan rumah tanggaku yang begini.“Tante, ada seorang perempuan yang selalu berharap bisa mengambil perhatian dari suamiku. Dia mengatakan sedang sakit keras dan tidak bisa bertahan hidup lebih lama. Karenanya Ed kasihan dan membuat hubungan kami serba dilema.”Tante Atika menyimak dan mulai mengetahui masalahku.“Dia pasien di rumah sakit itu?”“Benar, Tante. Awalnya kami percaya, tapi masalahnya salah satu dokter yang pernah menanganinya di rumah sakit itu ternyata hanyalah dokte
“Sudah selesai urusannya, Mila?” Tika berjalan menghampiriku yang baru keluar dari ruangan kepala rumah sakit itu.“Hu-um, sudah,” jawabku singkat tak menjelaskan apapun pada Tika.Tentu saja jawabanku itu membuatnya penasaran. “Kau tidak berniat memberitahuku?” tukas Tika menyamakan langkahnya denganku.Aku sedikit terburu karena Ed sejak tadi menelponku.Danang laporan pada tuannya itu bahwa saat ini sedang mengantarku ke rumah sakit. Jadinya Ed menyusulku ke tempat ini.“Tuan Edward sudah menungguku, Tik. Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Nanti aku ceritakan, ya?” Aku belum bisa memberitahunya karena beberapa hal.“Tega kamu bikin aku penasaran, Mila!” Tika mencebik.Aku hanya tersenyum kecil menyenggol lengannya. “Sabar, Tika, Sayang. Aku pasti cerita kok. Tapi enggak sekarang, ya?”Ketika itu Danang menghampiri kami.“Nyonya, Tuan sudah menunggu,” tukas Danang. Dia pasti memang sengaja mencariku karena diminta Ed.“Oh, baik, Danang. Aku akan menemuinya. Tapi, tolong a
Ya Allah, selama ini aku berpikir Ed menemani Jessica sepanjang malam karena wanita itu sedang dalam kondisi lemah dan cemas sehingga butuh rasa nyaman.Kalau ternyata dia hanya berpura-pura, artinya dia pasti melakukanya dengan tujuan lain.Aku jadi tidak percaya kalau keduanya tidak melakukan apapun selama ini setelah bermalam-malam bersama. Tidak ada yang tidak mungkin ‘kan?Astaghfirullah...“Sabar, Mila. Tahan diri dulu. Kalau sikapmu membuat Ed sebal, rencanamu akan berantakan!” gumamku sendiri di depan cermin wastafel sembari membasuh mukaku yang sejak dari rumah sakit tadi terlihat kesal bukan main.Nyatanya ini belum membuatku kembali tenang dan terus berpikir buruk. Kurang ajar sekali wanita itu memperdaya kami seperti ini. Dia bahkan membuatku hampir meminat Ed menikahinya. Untungnya Ed sendiri yang menolak karena paham betul bagaimana karakterku.Lamat-lamat aku kembali menemukan ketenanganku. Aku jadi mulai bisaa berpikir lebih baik. Sepertinya dia memang ingin meng
“Nanti kalau kau merasa tidak nyaman, apapun itu, segera beri tahu aku!” Ed membuat sebuah kesepakatan dulu denganku sebelum kami turun dari mobil di vila Jessica.“Baik Tuan Edward. Aku bukan anak kecil yang perlu kau cemaskan sebegitunya!” ujarku kesal dengan sikap Ed yang mencemaskanku itu.Walau begitu sebenarnya perasaanku menghangat karena mengetahui suamiku begitu perhatian padaku dalam hal ini.Tapi, lihat dulu nanti. Apa ini akan berlaku kalau dia sudah bersama Jessica?Lalu kami pun keluar mobil. Ed menggandengku masuk ke pelataran vila itu. Kulihat sekeliling yang begitu asri dengan bunga-bunga bermekaran di kanan kiri jalan setapak yang mengarah pada teras vila.Tempat ini indah sekali. Membuat bibirku tak bisa kutahan berkata, “Romantis benar tempat ini, makanya kau betah lama-lama di sini!”Ed melirikku sebentar, dan genggaman ke jemariku terasa lebih erat karena belum apa-apa aku sudah mulai menyindirnya.Ed sudah cemas saja, dia hanya akan merasakan dadanya sesak sepan