Bugh!Suara sesuatu terjatuh mengejutkan ketika kegiatan romansa kami sudah mulai memanas.Ed bahkan segera berjingkat dengan sigap melangkah cepat ke arah jendela untuk memeriksa keadaan. Untung dia belum melepas celananya sehingga tidak perlu malu kalau membuka tirai dan menemukan ada orang di luar.Sekelabat bayang sempat tertangkap netraku melompat ke balkon lain, membuat Ed mengumpat kesal.Kupakai kembali gaunku dengan tergesa lalu menghampiri Ed dengan cemas. “Ada apa, Sayang?” tanyaku memeluk lengannya karena takut.Ed yang baru akan menghubungi seseoran berusaha terlihat tenang agar aku tidak panik.“Tidak apa, mungkin pembersih kaca hotel.” Ed membantu merapikan bahu gaunku yang masih melorot. Karena panik tadi aku tidak merapikannya dengan benar.Gimana tidak, kami baru saja terhanyut dalam gelombang keintiman, tiba-tiba saja mendengar bunyi sesuatu terjatuh dari jendela kaca kamar hotel kami. Tentu saja kami terkejut.Untung tirai vitrase masih menyelimuti jendela ka
“Rik! Ngeloyor saja ini bocah!” Wanita yang dipanggil mama oleh pria itu nampak kesal melihatnya berlalu begitu saja.Aku berusaha mencoba mengingat sekali lagi barangkali akulah yang salah lihat. Mana mungkin dokter ahli yang menangani pasien sekelas Jessica kali ini tak ubahnya seperti pemuda pengangguran yang kerjanya hanya sibuk dengan gawainya.“Mau beli satu kotak saja?” tanya wanita itu padaku.“Oh, benar, Bu. Satu saja,” ujarku masih gelisah melirik ke arah pria itu berlalu tadi.Lantas, daripada terus penasaran, kutanyakan saja, “Yang tadi itu, putra ibu?”“Iya, Mbak. Maafin ya, dia baru dipecat dari pekerjaannya, jadinya sedikit kurang ramah seperti tadi.”“Dipecat?” aku mengernyit. Apa ada masalah dengan pekerjaannya sampai dia di pecat?“Dia itu dokter ‘kan, Bu?” tanyaku lagi memastikan.Wanita pemilik toko itu menatapku lalu tertawa ketika kusebut bahwa putranya seorang dokter.“Mbak ini ada-ada saja. Dia hanya jurusan manajemen, baru lulus dua tahun yang lalu. Mana m
“Iya, sabar!”Ed terkekeh ketika aku mendesaknya. Tanganku bahkan dengan lancang turun dan menyentuh daerah intinya.Ed yang merasa terstimulasi kembali menghujaniku dengan ciuman yang lebih membara.Sayangnya panggilan dari ponselnya membuat pria ini menghentikan gerakannya.“Aku angkat panggilan dulu, boleh?” Ed meminta izin. Aku diam-diam melihat siapa nama yang tertera di layar ponselnya. Sebal karena nama wanita itu yang ada di sana.Walau belum pasti benar tidaknya, namun mengingat tentang dokter gadungan itu aku merasa Jessica sudah memanipulasi sakitnya hanya demi meminta perhatian suamiku.Jadi, untuk apa juga aku masih menjaga perasaannya?“Kau akan ke vila Jessica, Ed?” tanyaku.Ed meletakan dulu benda pipih itu lalu mengajakku duduk. Dia ingat akan membicrakan tentang Jessica denganku malam ini.“Apa kau masih kesal kalau aku akan ke vila Jessica?” tanyanya.“Memangnya sampai bagaimana kondisi Jessica hingga harus memintamu menungguinya sepanjang malam? Apa dia masih memin
Ed menarik lenganku tidak rela saat dirinya sedang keras-kerasnya malah kutinggal tanpa penyelesaian.“Telpon dulu Jessica, dia nanti marah lho!” godaku masih juga mengulur. Padahal melihat wajah yang sudah dikuasai nafsu itu, aku juga kasihan.“Ngilu banget ini, Yang...?”Aku malah jadi menahan tawa melihat bocah besarku merengek pengen dikelonin emaknya ini.Sebenarnya tidak berniat menolak, tapi karena pria ini yang sudah tidak bisa mengendalikan hasyratnya, langsung saja dia menarik tubuhku, membaringkanku di bawahnya, membuka kedua kakiku lebar-lebar, dan...“Aaaah, Sayang, pelan-pelan!” teriakku namun Ed sudah tak mau mendengarku lagi....Walau sekujur tubuhku rasanya seperti dihantami gada, namun melihat Ed yang tertidur pulas menampakkan wajah penuh kepuasannya, sudah membuat perasaanku lega sekali.Apalagi malam ini Ed yang tadinya akan pergi ke vila Jessica, tidak jadi pergi lantaran kepayahan dan memilih melanjutkan bobo-nya. Tenaganya terkuras di olahraga malam yang i
Hari ini meski badanku capek semua karena semalam, aku tetap semangat bangun lebih pagi karena mau ke kantor dan berbicara dengan Tika.Hanya dia yang sudah kuberitahu tentang Jessica karena menyangkut sepupunya itu. Kuharap Tika bisa membantuku dalam urusan ini.“Miss Evo nanti datang, Mbak. Tolong anak-anak dibangunkan ya, biar tidak kesiangan,” ujarku pada pengasuh anak-anak sembari membuat teh manis sekedar menaikan gula darahku agar tidak pusing lagi seperti kemarin.“Baik, Nyonya,” jawabnya yang langsung ke kamar si kembar.Aku baru ingat ibuku ada di rumah depan. Lalu kulangkahkan kaki keluar rumah untuk memintanya sarapan bersama di rumah. Sudah ada kiriman makanan dari catering. Ed pasti sudah menyuruh orang untuk mengurusnya.Tak kusangka di dalam sana ibu sudah bersama Mbak Lilis. Wanita itu menangis-nangis curhat tentang suaminya pada ibuku. Padahal kemarin dia sok tegar di hadapanku.Memang hati wanita itu semua sama. Sukar ditebak.“Aku ikhlas kok, Bu, sumpah demi Alla
“Bu tidak masalah ‘kan kalau Mila kerja dan nitip anak-anak sama ibu?” kutanyakan hal itu langsung di depan Ed karena pria ini menjadikan alasan anak-anak agar aku tidak bekerja.Aku yakin ibu tidak akan keberatan. Dia kan sudah curiga karena Ed yang sering keluar malam-malam beberapa hari yang lalu. Jadi, dia pasti akan mendukungku kalau tetap bekerja sekalian mengawasi suamiku itu.“Tidak, kok. Ada pengasuh dan Lilis juga di rumah. Ibu jadi punya banyak waktu bersama cucu-cucu ibu,” tukas ibu pada Ed.Kalau sudah ibu yang bicara, Ed pasti segan menolak. Dia akhirnya hanya mengangguk saja membiarkan aku tetap bekerja.“Ya sudah ayo berangkat!” ujarku mengambil tasku bersiap berangkat. Anak-anak sudah diajak ibu ke rumah depan. Katanya mau beres-beres mainan mereka yang sudah tidak kepakai.Ed malah duduk santai di sofa. Tampak enggan berangkat. “Tidak ada meeting pagi ini. Nanti agak siangan saja berangkatnya.”Aku lupa kalau Ed seorang big bos. Jadi dia tidak harus berangkat sesu
“Kita temuin Riko saja, dan tanya-tanya biar jelas sekalian.” Saran Tika saat kami sedang membahasnya.“Kapan, Tik? Nanti selepas ngantor?”Kalau sekarang masih jam kerja, tentu Tika akan mendapat teguran dari Pak Betha kalau sampai ada laporan kami keluar di jam kerja.Tapi, kalau jam pulang ngantor, Ed pasti akan mengajakku balik.“Rayu ayang bebmu itu, bilang pengen nyalon kek belanja kek, minta izin buat aku sekalian. Bukannya kerjaanmu sudah dikerjakan anak baru itu?” Tika memberikan ide.Aku tidak menolak. Jadinya langsung bangkit menemui Ed yang ternyata sekarang di loby sedang berbicara dengan seseorang.Melihatku keluar dari lift namun hanya berdiri menatapnya karena takut mengganggu, Ed paham dan segera mengakhiri pembicaraan mereka.Masih sempat kudengar kata terakhirnya pada pria itu, “Lakukan seprofesional mungkin bahkan bayanganmu pun tidak terendus.”Lalu pria itu bangkit dan berlalu.Karena berjalan menuju pintu lift, pria itu menunduk hormat saat melewatiku.Apa dia t
“Kau sama sekali tidak tahu?” tanyaku menyiratkan ketidakpuasan.Ini belumlah menjadi sebuah jawaban yang pasti. Justru aku harus kembali berfikir untuk mengetahuinya.Ketika Riko menggeleng, aku benar-benar mendegus kecewa.“Kau kan bekerja di sana, Riko. Apa kau sama sekali tidak tahu pasien atas nama Jessica itu?” Tika membantuku kembali mengusut pengetahuan Riko.“Aku kerjanya di bagian administrasi, Kak. Bukan tenaga kesehatannya.”Aku dan Tika saling berpandangan pasrah.Namun, ucapan Riko sedikit memberikan sebuah hal yang membuat kami memiliki alasan untuk mencari tahunya.“Sejak ada pergantian kepala rumah sakit yang baru, sebenarnya manajemennya amburadul. Banyak hal-hal yang tidak beres terjadi di kubu internal rumah sakit hanya demi cuan. Kasus penjualan vaksin yang seharusnya gratis, pungutan liar ke pasien, dan banyak lagi yang lainnya. Makanya aku juga tidak berniat kerja lama-lama di tempat itu.” “Bisa jadi Jessica juga bekerja sama dengan pihak rumah sakit dalam h
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin