Share

Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya
Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya
Penulis: Merisa storia

Bab 1

Penulis: Merisa storia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 13:44:34

Livia, gadis cantik bermata hazel, berdiri gemetar di depan pintu kamar sebuah hotel. Ia mengenakan gaun hitam pendek, pilihan Madam Rose. Riasan wajahnya tidak bisa menyembunyikan sorot ketakutan di matanya.

"Masuk!"

Suara berat itu membuatnya terlonjak. Gavin Lysandros, duduk di sofa dengan segelas wiski di tangan. Jasnya tersampir sembarangan, dua kancing teratas kemejanya terbuka. Matanya yang merah karena alkohol menatap Livia dengan tajam.

"Berapa umurmu?" tanya Gavin dingin.

"Du-dua puluh tiga, Tuan." Livia menjawab lirih.

"Jangan panggil aku Tuan." Gavin meneguk wiskinya. "Apa kau benar-benar masih perawan?"

Livia mengangguk pelan, tangannya meremas ujung gaunnya.

"Mendekatlah."

Dengan langkah ragu, Livia mendekat. Aroma parfum mahal bercampur wiski langsung menguar dari tubuh Gavin. Tanpa peringatan, pria itu menarik tangan Livia hingga jatuh ke pangkuannya.

"Tu-tuan ...." Livia mencoba memberontak.

"Kubilang jangan panggil aku Tuan!" Gavin mencengkeram dagunya. "Panggil aku, Gavin!"

Mata mereka bertemu. Tanpa bicara, Gavin mendekatkan wajahnya, mencium Livia dengan kasar. Rasa wiski langsung memenuhi mulut Livia.

"Mmhh ...." Livia mengerang tertahan saat bibir Gavin turun ke lehernya yang jenjang. Tangannya yang kuat meremas pinggul Livia.

"Kau cantik." gumam Gavin di antara ciumannya. "Terlalu cantik untuk dijual."

Air mata Livia mulai menetes. "Sa-saya butuh uang untuk—"

"Sshh ...." Gavin menghentikan kata-katanya dengan ciuman lagi. "Aku tidak ingin dengar alasanmu. Malam ini ... kau milikku."

Gavin mengangkat tubuh mungil Livia dengan mudah, membawanya ke ranjang king size. Gaun hitam itu segera terlepas, menyisakan tubuh polos yang gemetar.

"Jangan takut." bisik Gavin, untuk pertama kalinya suaranya terdengar lebih lembut. Tangannya mengusap air mata di pipi Livia. "Aku akan pelan-pelan ...."

"Ta-tapi, Tuan. Bisakah Anda memakai pengaman terlebih dahulu?"

"Aku mandul. Kau tidak akan hamil!"

Tanpa ba-bi-bu, Gavin langsung melancarkan aksinya. Tangan wanita berparas cantik itu meremas sprei dengan kuat saat ia merasakan sesuatu yang mendesak masuk ke area intinya. Gavin memperlakukannya dengan campuran kasar dan lembut yang membingungkan.

Malam itu, di kamar 1808, Livia memberikan segalanya pada Gavin.

Saat akhirnya selesai, Livia berbaring memunggungi Gavin, air matanya mengalir tanpa suara. Rasa sakit dan perih yang ia rasakan tidak seberapa dibanding rasa sesak di dadanya. Kesucian yang selama ini ia jaga, telah rusak oleh pria yang bahkan tidak ia kenal sama sekali.

"Kau menangis?" Gavin bertanya dengan suara serak.

Livia menggeleng pelan, tapi bahunya yang bergetar menunjukkan kebohongannya.

Gavin menghela nafas panjang. Tangannya terulur, menarik Livia ke dalam pelukannya. "Maaf," bisiknya. "Aku terlalu kasar."

"Tidak apa-apa." Livia menjawab lirih. "Ini ... ini memang sudah tugas saya."

"Tugas?" Gavin tertawa getir. "Kau terlalu polos untuk pekerjaan ini."

Mereka terdiam beberapa saat. Deru AC menjadi satu-satunya suara yang terdengar di kamar tersebut.

"Di laci nakas ada amplop untukmu," ujar Gavin akhirnya. "Itu hanya bonus."

Livia mengangguk pelan, masih dalam pelukan Gavin.

"Setelah ini ...." Gavin melanjutkan, "carilah pekerjaan yang lebih baik. Kau ... kau pantas mendapatkan yang lebih baik dari ini."

Tak lama kemudian, Gavin tertidur karena pengaruh alkohol. Livia perlahan melepaskan diri dari pelukannya. Dengan tangan gemetar, ia mengambil amplop dari laci nakas.

Sepuluh juta. Livia segera memasukkan uang tersebut ke dalam tasnya.

Air matanya menetes lagi saat mengambil gaunnya yang tercecer di lantai. Sambil menahan rasa sakit, ia berpakaian dan berjalan tertatih ke pintu.

Sebelum keluar, Livia menoleh sekali lagi pada sosok Gavin yang tertidur. Baru saja tangannya meraih gagang pintu, suara Gavin kembali terdengar, "tunggu ... siapa namamu?"

****

Dua jam sebelumnya ....

Gavin Lysandros, mematikan mesin mobilnya di garasi rumah mewahnya yang berada di kawasan elit Menteng. Jam tangan mahalnya menunjukkan pukul 10 malam. Seharusnya, saat ini ia masih berada di Singapura menghadiri rapat direksi. Tapi, kejutan ulang tahun untuk sang istri lebih penting dari apapun.

Dengan kue ulang tahun di tangannya, ia melangkah tanpa suara, memasuki rumah, menaiki tangga hingga ke lantai dua. Saat tiba di depan pintu kamar utama, ia mematung. Samar-samar terdengar desahan dari dalam.

"Ah ... Daniel ... Kamu begitu gagah perkasa. Gavin tidak pernah bisa memuaskanku seperti ini." Suara Bella terdengar dengan jelas.

Lima tahun menikah, Gavin memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Di ranjang pun dia payah ... loyo ... tidak bisa membuatku puas," lanjut Bella di sela-sela desahan.

"Nyonya Bella memang butuh pria jantan seperti saya ...." Suara Daniel, sopir pribadi yang sudah ia percaya selama tiga tahun, membuat darah Gavin mendidih.

"Mmhh ... ya ... Gavin terlalu lembut. Aku butuh yang kasar ... yang bisa mendominasi." Bella terdengar mendesah. "Aahhh ... begitu Daniel ... lebih keras, Sayang ... Ah ... Ah ...."

BRAKK!

Gavin menendang pintu kamar hingga terbuka. Kue ulang tahun di tangannya kini sudah terhempas ke lantai. Pemandangan di depannya membuat matanya gelap oleh amarah. Bella dan Daniel tersentak kaget, buru-buru menarik selimut menutupi tubuh polos mereka.

"Ga-Gavin?" Wajah Bella pucat pasi. "Sayang ... ini tidak—"

"DIAM!" Gavin mengaum, matanya menatap nyalang. "Jadi ini kelakuanmu dibelakangku? BERCINTA DENGAN SOPIR DI RANJANG KITA?!"

Daniel bergerak panik. Tangannya gemetar ketakutan, buru-buru mengambil pakaiannya. "Ma-maaf, Pak ... saya—"

"KELUAR!" Gavin menyambar vas bunga dan melemparnya ke arah Daniel. Vas itu pecah berkeping-keping di dinding. "KELUAR SEBELUM KUHABISI KAU!"

Daniel langsung kabur dengan celana setengah terpasang.

"Gavin ... dengarkan aku ...." Bella yang masih berbalut selimut mencoba meraih tangan suaminya. "Aku begini karena kesepian. Kamu selalu sibuk."

"Kesepian?" Gavin tertawa dingin. "Kamu bilang aku loyo? Tidak bisa memuaskanmu?" Ia mencengkeram rahang Bella. "Katakan di depan wajahku, Bella. KATAKAN!"

"Lepaskan!" Bella menjerit ketakutan. "Kau menyakitiku!"

"Menyakitimu?" Gavin melepaskan cengkeramannya dengan kasar. "Bagaimana dengan hatiku yang kau hancurkan? Lima tahun, aku selalu setia padamu, berusaha pengobatan agar kau bisa segera hamil. Tapi, ternyata bukan anak yang kau butuhkan ... hanya NAFSU!"

"Ya! Aku butuh nafsu! Aku butuh gairah!" Bella balas berteriak. "Kau terlalu sibuk dengan perusahaanmu! Bahkan saat kita bercinta, pikiranmu entah kemana!"

Gavin terdiam. Matanya menyorot tajam penuh kebencian. "Kau ingin nafsu? Gairah?" Dia membuka dasi dengan gerakan kasar. "Baik. Malam ini aku akan mencari wanita yang bisa kuhancurkan seperti kau menghancurkan kepercayaanku."

"Gavin! Kau mau kemana?" Bella mencoba mengejar, tapi Gavin sudah menuruni tangga dengan langkah menghentak.

"Jika kau berselingkuh, aku juga akan melakukan hal yang sama!" Gavin berhenti sejenak tanpa menoleh. "Kau harus merasakan apa yang aku rasakan!"

"Ti-tidak, Gavin! Kau tidak boleh mencari wanita lain!" Bella berteriak di ambang pintu. Namun, Gavin tak memedulikan teriakan istrinya itu. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menembus malam Jakarta.

Setengah jam kemudian, ia sudah duduk di sudut Platinum Bar, bar paling eksklusif di kawasan jakarta. Gelas ketiga wiski di tangannya masih belum bisa menghapus pemandangan menjijikkan di kamarnya.

"Malam yang berat, Tuan Gavin?" Sebuah suara anggun menyapa. Madam Rose, mucikari terkenal di kalangan elit Jakarta, duduk di sebelahnya dengan senyum menggoda.

"Aku butuh wanita malam ini." Gavin meneguk wiskinya. "Yang masih perawan. Yang bisa kuhancurkan!"

"Kebetulan sekali, Tuan ...." Madam Rose mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto seorang gadis muda yang polos. "Saya punya barang baru. Masih murni. Dijamin bisa membuat Tuan melupakan masalah."

Gavin menatap foto itu dengan mata berkabut alkohol. "Kirim ke kamar 1808 Grand Hyatt. Satu jam lagi."

Madam Rose tersenyum penuh kemenangan. "Baik, Tuan. Tapi, tentu saja tidak murah."

"Gampang! Aku akan bayar berapapun yang kau mau, asalkan benar dia masih perawan!"

Bab terkait

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 2

    Sehari sebelumnya ...Bungkusan plastik berisi kotak makan itu terjatuh begitu saja dari genggaman Livia. Nasi goreng special yang ia masak dengan penuh cinta berhamburan di lantai koridor kontrakan yang sempit. Namun, suara berisik dari kotak makan yang berbenturan dengan lantai tak mampu mengalahkan desahan dan erangan yang terdengar dari balik pintu kamar Evan yang sedikit terbuka."Ahh ... Sayang ... kamu memang yang terbaik ...."Suara itu, suara yang sangat Livia kenal, menghancurkan seluruh dunianya dalam sekejap. Tubuhnya membeku dan jantungnya seakan berhenti berdetak.Tiga bulan. Hanya tinggal tiga bulan lagi menuju hari pernikahan mereka. Hari yang selama ini Livia impikan, hari yang ia nantikan sejak Evan berlutut dan memasangkan cincin di jari manisnya enam bulan yang lalu.Dengan tangan gemetar, Livia mendorong pintu kamar itu. Pemandangan di hadapannya membuat dunianya seketika runtuh. Di atas ranjang sempit, Evan, pria yang ia percayai dengan sepenuh hati, tengah menin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 3

    Kembali ke hotel ....Masih berdiri di ambang pintu, Livia menatap Gavin sejenak sebelum berbisik lirih, "Nama saya ... Aurora."Sebelumnya, Madam Rose berpesan pada Livia kalau ia tidak boleh memberitahukan nama aslinya kepada pelanggan. Setiap wanita di dunia malam ini mempunyai nama khusus dari Madam Rose. Livia pulang diantar oleh sopir pribadi Madam Rose. Di dalam mobil, ia hanya diam menatap kosong lampu kota yang berpendar sambil meneteskan air mata. Begitu tiba, Livia membuka pintu rumah kontrakan kecilnya, Rita sudah menunggu di ruang tamu sempit dengan senyum tersungging di wajahnya. Livia masuk dengan langkah pelan, tubuhnya letih secara fisik dan mental."Kamu sudah melakukan hal yang benar," ujar Rita dengan nada lembut yang tidak biasa. "Jangan terlalu dipikirkan. Yang penting sekarang ayahmu bisa mendapat pengobatan yang layak."Livia hanya mengangguk lemah, tak mampu berkata-kata. Ia langsung masuk ke kamarnya tanpa makan malam terlebih dahulu. Padahal, perutnya belu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 4

    "Maafkan Livia ...." Air matanya mengalir tak terkendali, ia kembali bangkit dan memeluk tubuh kaku ayahnya. Semua pengorbanannya menjadi sia-sia. Kehormatan yang ia jual, pada akhirnya tak mampu menyelamatkan satu-satunya orang yang benar-benar menyayanginya. Livia terus menangis, mengabaikan perawat yang mencoba menenangkannya. Dunianya telah benar-benar hancur. Ia kini sebatang kara, tanpa orangtua, tanpa tunangan, tanpa harga diri yang tersisa. *** Di bawah langit mendung, sekelompok kecil pelayat berkumpul mengelilingi sebuah makam baru. Livia berdiri terpaku, matanya kosong menatap nisan yang bertuliskan nama ayahnya. Air matanya sudah mengering, tapi hatinya masih terasa seperti tercabik-cabik. "Livia ...." Sebuah pelukan hangat membungkus tubuh mungilnya dari samping. Elena, sahabatnya sejak SMA yang sudah satu Minggu ditugaskan di Surabaya, langsung terbang ke Jakarta begitu mendengar kabar duka ini. "El ...," Suara Livia pecah. Air mata yang ia kira sudah habis kembal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 5

    "Ada apa, Gavin?" Pak Hendro menatap putranya dengan seksama. "Tidak apa-apa, Pa. Dokter Douglas mengatakan ingin bertemu." Gavin memaksakan senyum. "Semoga kabar baik mengenai program kehamilan kalian, ya." Sudah satu tahun lebih Pak Hendro menderita penyakit jantung. Ia sangat berharap di sisa hidupnya yang mungkin tidak akan lama lagi, dapat bermain dengan cucu kesayangannya. "Ayo, makan!" Di ruang makan, Bella sudah menata hidangan bersama Bu Lina. Aroma sup asparagus, menu favorit mertuanya, menguar menggoda. Gavin duduk dengan enggan di sebelah Bella yang tersenyum manis. "Ini sup spesial buatan Bella, lho, Vin," Bu Lina mengedipkan mata. "Kata Mama, makanan bergizi bagus untuk program kehamilanmu." Bella tersipu, sementara Gavin hanya menatap kosong ke mangkuk supnya. "Ngomong-ngomong soal program kehamilan," Bu Lina menyesap tehnya, "Mama dapat rekomendasi klinik fertilitas bagus di Singapura. Dokter Chang sangat berpengalaman dalam program bayi tabung." "Iya, Ma, keb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 6

    Di kediaman Gavin, langit Jakarta mulai memerah. Sinar jingga matahari senja menerobos masuk melalui jendela besar ruang keluarga. Pak Hendro dan Bu Lina berpamitan pulang pada Bella. "Bella sayang," Bu Lina menggenggam kedua tangan menantunya, matanya menyiratkan harapan yang dalam. "Jangan menyerah, ya. Teruslah bujuk Gavin untuk meluangkan waktu ke Singapura. Dokter Chang itu sangat terkenal, bahkan ada daftar tunggunya, loh.""Iya, Ma," Bella mengangguk pelan, suaranya lembut penuh kesungguhan. "Aku juga sudah sangat ingin memiliki anak dari Gavin. Aku akan mencoba bicara lagi dengannya nanti malam."Pak Hendro menepuk pundak menantunya, senyum tipis terukir di wajahnya yang mulai keriput. "Kami percaya padamu, Bella. Kamu menantu terbaik yang bisa kami harapkan.""Papa jangan terlalu banyak pikiran," Bella meraih tangan mertuanya, meremasnya dengan lembut. "Ingat kata dokter, jantung Papa butuh ketenangan. Pokoknya, aku janji akan mengusahakan program bayi tabung itu secepatnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 7

    Pukul tujuh malam, sebuah Toyota Corolla keluaran tahun 2012 berwarna silver berhenti di depan kontrakan sempit Livia. Catnya masih mengkilap meski di beberapa bagian sudah terlihat goresan dan penyok ringan. Elena keluar dari mobil, mengenakan kemeja kerja yang sedikit kusut dan rok pensil hitam—pakaian kantor yang belum sempat diganti. Wajahnya yang lelah seketika berubah cerah saat melihat Livia berdiri di ambang pintu dengan satu koper besar dan tas ransel."Sudah siap?" Elena berseru, melambai penuh semangat.Livia mengangguk, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis. Matanya yang sembab menandakan ia baru saja menangis."Ini semua barangmu? Yakin tidak ada yang tertinggal?" Elena mengambil alih koper dari tangan Livia, merasakan betapa ringannya barang bawaan sahabatnya itu."Tidak banyak yang bisa kubawa," jawab Livia pelan sambil mengunci pintu kontrakan untuk yang terakhir kalinya. Ia menatap kunci di tangannya, ragu-ragu sejenak sebelum menyerahkannya pada pemilik kontra

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 7

    Pukul tujuh malam, sebuah Toyota Corolla keluaran tahun 2012 berwarna silver berhenti di depan kontrakan sempit Livia. Catnya masih mengkilap meski di beberapa bagian sudah terlihat goresan dan penyok ringan. Elena keluar dari mobil, mengenakan kemeja kerja yang sedikit kusut dan rok pensil hitam—pakaian kantor yang belum sempat diganti. Wajahnya yang lelah seketika berubah cerah saat melihat Livia berdiri di ambang pintu dengan satu koper besar dan tas ransel."Sudah siap?" Elena berseru, melambai penuh semangat.Livia mengangguk, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis. Matanya yang sembab menandakan ia baru saja menangis."Ini semua barangmu? Yakin tidak ada yang tertinggal?" Elena mengambil alih koper dari tangan Livia, merasakan betapa ringannya barang bawaan sahabatnya itu."Tidak banyak yang bisa kubawa," jawab Livia pelan sambil mengunci pintu kontrakan untuk yang terakhir kalinya. Ia menatap kunci di tangannya, ragu-ragu sejenak sebelum menyerahkannya pada pemilik kontra

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 6

    Di kediaman Gavin, langit Jakarta mulai memerah. Sinar jingga matahari senja menerobos masuk melalui jendela besar ruang keluarga. Pak Hendro dan Bu Lina berpamitan pulang pada Bella. "Bella sayang," Bu Lina menggenggam kedua tangan menantunya, matanya menyiratkan harapan yang dalam. "Jangan menyerah, ya. Teruslah bujuk Gavin untuk meluangkan waktu ke Singapura. Dokter Chang itu sangat terkenal, bahkan ada daftar tunggunya, loh.""Iya, Ma," Bella mengangguk pelan, suaranya lembut penuh kesungguhan. "Aku juga sudah sangat ingin memiliki anak dari Gavin. Aku akan mencoba bicara lagi dengannya nanti malam."Pak Hendro menepuk pundak menantunya, senyum tipis terukir di wajahnya yang mulai keriput. "Kami percaya padamu, Bella. Kamu menantu terbaik yang bisa kami harapkan.""Papa jangan terlalu banyak pikiran," Bella meraih tangan mertuanya, meremasnya dengan lembut. "Ingat kata dokter, jantung Papa butuh ketenangan. Pokoknya, aku janji akan mengusahakan program bayi tabung itu secepatnya.

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 5

    "Ada apa, Gavin?" Pak Hendro menatap putranya dengan seksama. "Tidak apa-apa, Pa. Dokter Douglas mengatakan ingin bertemu." Gavin memaksakan senyum. "Semoga kabar baik mengenai program kehamilan kalian, ya." Sudah satu tahun lebih Pak Hendro menderita penyakit jantung. Ia sangat berharap di sisa hidupnya yang mungkin tidak akan lama lagi, dapat bermain dengan cucu kesayangannya. "Ayo, makan!" Di ruang makan, Bella sudah menata hidangan bersama Bu Lina. Aroma sup asparagus, menu favorit mertuanya, menguar menggoda. Gavin duduk dengan enggan di sebelah Bella yang tersenyum manis. "Ini sup spesial buatan Bella, lho, Vin," Bu Lina mengedipkan mata. "Kata Mama, makanan bergizi bagus untuk program kehamilanmu." Bella tersipu, sementara Gavin hanya menatap kosong ke mangkuk supnya. "Ngomong-ngomong soal program kehamilan," Bu Lina menyesap tehnya, "Mama dapat rekomendasi klinik fertilitas bagus di Singapura. Dokter Chang sangat berpengalaman dalam program bayi tabung." "Iya, Ma, keb

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 4

    "Maafkan Livia ...." Air matanya mengalir tak terkendali, ia kembali bangkit dan memeluk tubuh kaku ayahnya. Semua pengorbanannya menjadi sia-sia. Kehormatan yang ia jual, pada akhirnya tak mampu menyelamatkan satu-satunya orang yang benar-benar menyayanginya. Livia terus menangis, mengabaikan perawat yang mencoba menenangkannya. Dunianya telah benar-benar hancur. Ia kini sebatang kara, tanpa orangtua, tanpa tunangan, tanpa harga diri yang tersisa. *** Di bawah langit mendung, sekelompok kecil pelayat berkumpul mengelilingi sebuah makam baru. Livia berdiri terpaku, matanya kosong menatap nisan yang bertuliskan nama ayahnya. Air matanya sudah mengering, tapi hatinya masih terasa seperti tercabik-cabik. "Livia ...." Sebuah pelukan hangat membungkus tubuh mungilnya dari samping. Elena, sahabatnya sejak SMA yang sudah satu Minggu ditugaskan di Surabaya, langsung terbang ke Jakarta begitu mendengar kabar duka ini. "El ...," Suara Livia pecah. Air mata yang ia kira sudah habis kembal

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 3

    Kembali ke hotel ....Masih berdiri di ambang pintu, Livia menatap Gavin sejenak sebelum berbisik lirih, "Nama saya ... Aurora."Sebelumnya, Madam Rose berpesan pada Livia kalau ia tidak boleh memberitahukan nama aslinya kepada pelanggan. Setiap wanita di dunia malam ini mempunyai nama khusus dari Madam Rose. Livia pulang diantar oleh sopir pribadi Madam Rose. Di dalam mobil, ia hanya diam menatap kosong lampu kota yang berpendar sambil meneteskan air mata. Begitu tiba, Livia membuka pintu rumah kontrakan kecilnya, Rita sudah menunggu di ruang tamu sempit dengan senyum tersungging di wajahnya. Livia masuk dengan langkah pelan, tubuhnya letih secara fisik dan mental."Kamu sudah melakukan hal yang benar," ujar Rita dengan nada lembut yang tidak biasa. "Jangan terlalu dipikirkan. Yang penting sekarang ayahmu bisa mendapat pengobatan yang layak."Livia hanya mengangguk lemah, tak mampu berkata-kata. Ia langsung masuk ke kamarnya tanpa makan malam terlebih dahulu. Padahal, perutnya belu

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 2

    Sehari sebelumnya ...Bungkusan plastik berisi kotak makan itu terjatuh begitu saja dari genggaman Livia. Nasi goreng special yang ia masak dengan penuh cinta berhamburan di lantai koridor kontrakan yang sempit. Namun, suara berisik dari kotak makan yang berbenturan dengan lantai tak mampu mengalahkan desahan dan erangan yang terdengar dari balik pintu kamar Evan yang sedikit terbuka."Ahh ... Sayang ... kamu memang yang terbaik ...."Suara itu, suara yang sangat Livia kenal, menghancurkan seluruh dunianya dalam sekejap. Tubuhnya membeku dan jantungnya seakan berhenti berdetak.Tiga bulan. Hanya tinggal tiga bulan lagi menuju hari pernikahan mereka. Hari yang selama ini Livia impikan, hari yang ia nantikan sejak Evan berlutut dan memasangkan cincin di jari manisnya enam bulan yang lalu.Dengan tangan gemetar, Livia mendorong pintu kamar itu. Pemandangan di hadapannya membuat dunianya seketika runtuh. Di atas ranjang sempit, Evan, pria yang ia percayai dengan sepenuh hati, tengah menin

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 1

    Livia, gadis cantik bermata hazel, berdiri gemetar di depan pintu kamar sebuah hotel. Ia mengenakan gaun hitam pendek, pilihan Madam Rose. Riasan wajahnya tidak bisa menyembunyikan sorot ketakutan di matanya."Masuk!" Suara berat itu membuatnya terlonjak. Gavin Lysandros, duduk di sofa dengan segelas wiski di tangan. Jasnya tersampir sembarangan, dua kancing teratas kemejanya terbuka. Matanya yang merah karena alkohol menatap Livia dengan tajam."Berapa umurmu?" tanya Gavin dingin."Du-dua puluh tiga, Tuan." Livia menjawab lirih."Jangan panggil aku Tuan." Gavin meneguk wiskinya. "Apa kau benar-benar masih perawan?"Livia mengangguk pelan, tangannya meremas ujung gaunnya."Mendekatlah."Dengan langkah ragu, Livia mendekat. Aroma parfum mahal bercampur wiski langsung menguar dari tubuh Gavin. Tanpa peringatan, pria itu menarik tangan Livia hingga jatuh ke pangkuannya."Tu-tuan ...." Livia mencoba memberontak."Kubilang jangan panggil aku Tuan!" Gavin mencengkeram dagunya. "Panggil aku

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status