Setelah membuat kesepakatan secara manual dan kilat dengan disaksikan sekretaris dan bodyguard. Reza segera kembali ke kantor bersama kedua pegawai konyolnya sementara Vivi masuk ke dalam ruang kerja Reza."Ruangan ini hanya bisa dimasuki tuan besar dan nyonya besar."Vivi memiringkan kepalanya lalu balik badan, menatap kepala pelayan.Kepala pelayan tersenyum. "Tuan besar Reza dan nyonya besar itu ibunya tuan besar.""Bagaimana dengan kakek?""Tuan tua tidak diijinkan masuk.""Kenapa?""Tuan tua pernah melakukan kesalahan, menghilangkan dokumen penting disini jadi tidak diijinkan masuk kembali."Jantung Vivi berdebar keras. "Pasti penting sekali, kalau begitu aku-""Tuan besar sudah memberikan kepercayaan, jangan disia-siakan, nona."Vivi menatap takjub bagian dalam ruang kerja yang seperti perpustakaan kecil, di bagian tengah ada meja kerja sementara belakangnya jendela perancis yang ditutup gorden mewah."Keluarga Aditama keturunan eropa dan struktur rumah ini masih bergaya eropa u
Ibu Krisna selalu memaksa anaknya masuk ke dunia politik, karena tempat itu memiliki banyak keuntungan. Pertimbangan lainnya, ibu Krisna berharap supaya Reza bisa melihat putra satu-satunya itu.Meskipun semua orang tahu Krisna putra satu-satunya Reza, hanya suaminya yang tidak akan pernah mengakui, melihat batang hidung anaknya saja tidak mau apalagi anak keduanya.Ibu Krisna memutar otaknya sehingga menemukan jalan, Krisna harus masuk dunia politik seperti dirinya, dengan begitu nama Krisna sebagai pewaris satu-satunya dikenal luas, apalagi berdiri berdampingan dengan Almira yang keluarganya terkenal di ibukota.Dulu ibu Krisna merasa ada harapan ketika kepala pelayan rumah utama membawa pulang Vivi dan mengatakan kalau Reza ingin menjodohkannya dengan Krisna. Ibu mana yang tidak senang begitu putra kesayangan mendapat perhatian ayah kandungnya? tapi hal itu tidak berlangsung lama, setelah ia mengetahui kalau Vivi hanya seorang anak yatim piatu, kedua orang tuanya hanya meninggalkan
Vivi kembali ke ruang reservasi dan menatap kosong layar monitor. Percakapan Krisna bersama temannya masih ada di kepalanya."Non."Vivi tidak menjawab.Adit menepuk pundak Vivi.Sontak Vivi menoleh. "Hah? ya?""Non, ada supervisor f&b.""Oh, oke." Vivi bangkit dari kursi lalu menuju ke ruang depan. "Tadi saya panggil, nona jalan terus. Apa nona sakit?" Supervisor bertanya begitu Vivi menghampirinya.Vivi menggeleng pelan."Soal split bill, itu teman-teman tuan Krisna jadi saya dilarang memasukan ke dalam system atau laporan. Hanya dicatat untuk internal saja, jadi saya tidak melaporkannya tapi saya sudah minta tanda tangan sesuai saran nona kalau keluarga Aditama punya permintaan di luar manajemen."Vivi memijat kepalanya yang tiba-tiba pusing. "Sudah dari jam berapa mereka disana?""Jam delapan malam."Vivi tersenyum miris. Kalau punya waktu sebanyak itu harusnya bisa mengurus hotel, bukannya kumpul gini."Non.""Saya mengerti, terima kasih. Selain itu Adit dan pak Budi, tolong pan
Vivi melirik takut Reza. Benarkan, pasti marah. Satu-satunya pewaris keluarga Aditama hampir mati karena dirinya yang hanya anak yatim piatu dan tidak memiliki apapun."Saya...""Itu sudah masa lalu," potong Reza.Vivi melirik ibu Reza yang mengangguk pasrah. Ia menghela napas panjang lalu kembali fokus makan.___"Sayang, ayahmu kapan pulang?" tanya Almira yang penasaran, setelah Krisna duduk di sebelahnya."Kenapa kamu menanyakannya?" tanya Krisna."Orang tuaku ingin bertemu," jawab Almira dengan muka cemberut.Erika dan ibu Krisna saling bertukar kode lewat mata."Kamukan tahu kalau ayahku itu sibuk, hotel keluarga kami gak hanya satu - dua," jawab Krisna yang berusaha menenangkan tunangannya."Ya, rencana papakan pengen ketemu sekalian meayakan ulang tahun ke 17 Erika," ucap Almira.Erika menjerit kegirangan. "Kak..." kalau keluarga Almira bukan sembarangan, kalau datang bisa meningkatkan reputasinya. Di kampus ia bisa pamer ke teman-temannya.Krisna mendecak. "Sepertinya kita tid
"Tolong ulangi," Vivi tidak percaya dengan permintaan accounting."Nyonya dan tuan muda menyuruh saya untuk membayar semua tagihan pesta ulang tahun nona muda dan dimasukan sebagai biaya operasional hotel," ulang accounting.Kepala Vivi menjadi pusing setelah mendengarnya. Setelah menjalani beberapa hari yang tenang dan fokus berusaha membayar semua tagihan, Vivi harus mendengar kabar dari orang-orang kalau accounting seharian tidak ada di kantor dan pulang dalam keadaan menangis. Mau tidak mau Vivi bergegas ke hotel sebelum jam pulang.Eva menggerutu. "Jadi itu sebabnya kamu seharian tidak kelihatan? hanya untuk membayar semua tagihan?"Rika si accounting mengangguk lesu. Ia sudah capek seharian kesana kemari untuk membayar tagihan-tagihan yang berdatangan."Krisna tahu ini?" tanya Vivi."Justru tuan muda menyuruh saya bawa uang dan atm buat bayar tagihan," jawab Rika."Tinggal berapa uang operasional?" tanya Vivi.Rika melirik Eva dengan takut, biar bagaimanapun Vivi juga salah satu
Vivi sudah berkorban banyak untuk keluarga ini bahkan sakit kepala sering menyerang saat ibu dan adik tunangannya membuat ulah. "Selama ini kamu digaji?" tanya Reza."Tidak.""Kenapa?"Vivi menatap Reza. "Karena saya hidup menumpang di rumah jadi harus tahu diri.""Itukah yang mereka katakan?""Tidak, ya... ah... entahlah.""Mana yang benar?""Mungkin keduanya?""Vivi," tegur Reza dengan suara rendah."Saya tidak ingin membahasnya," tolak Vivi.Reza mengetuk jarinya di meja dan besandar di kursi. "Saya anggap sebagai ya."Vivi tidak membantah."Mengenai laporan ini serahkan kepada saya," kata Putra."Tidak perlu. Biarkan saja dicatat sebagai pengeluaran," kata Reza."Tapi, pajak..." Putra ingin mengutarakan ketidak setujuannya. Kalau pajak mengetahui hal ini lagi, bisa-bisa gosip tersebar luas di kalangan pengusaha."Kenapa memangnya dengan pajak?" tanya Reza. "Kita rajin membayar pajak bulanan dan tahunan bahkan tidak ada data yang disembunyikan."Akhirnya Putra memahami perasaan Ma
Yah, ini bukan urusan mereka tapi kasihan juga setiap melihat nona Vivi yang berjuang dan susah payah malah diperlakukan seperti ini."Memangnya ada masalah apa tante sampai teriak?"Tante Almira menatap sinis Vivi. "Kalian rupanya tidak mampu mempekerjakan pegawai ya? kenapa ada anak kecil disini?"Almira dan Krisna menatap Vivi yang berdiri di balik meja front office.Almira menatap tidak suka Krisna.Krisna yang menyadarinya, menatap tajam Vivi.Vivi sudah tidak terkejut lagi mendapat tatapan seperti itu. "Saya hanya ingin membantu front office."Almira mendecak kesal."Vi, kamu kerja di bagianmu saja."Vivi menaikan salah satu alisnya. "Dan menurutmu, aku harus di bagian apa sekarang?"Krisna terdiam.Tante Almira menatap bingung Krisna dan Almira bergantian lalu menunjuk Vivi dengan marah. "Apakah orang tuamu yang mendidik seerti itu, sehingga tidak sopan keatasan!" teriaknya.Vivi menatap Krisna yang hanya diam sementara Almira menatap tidak suka dirinya. Kedua tangan Vivi menge
Reza membaca hasil tes kesehatan Vivi. Kekurangan gizi, luka lebam lama dan baru ada di sekujur tubuh yang tidak bisa dilihat orang. Bagaimana bisa dia kekurangan gizi?Choky dan Putra menundukan kepala dengan khidmat, saat ini atasan mereka sedang marah besar. Tidak disangka nyonya membuat karya sekaligus masalah besar."Nyonya benar-benar orang yang tidak masuk akal," gerutu Choky setengah berbisik. Semua orang dewasa juga tahu, menyakiti anak kecil itu sama saja dengan mempertanyakan moral kamu sebagai orang dewasa. Seumur-umur Choky tidak pernah menyakiti anak perempuan, anak kecil bahkan wanita kecuali kalau orang-orang ini sudah bertindak keterlaluan.Putra mengangguk. "Pulangkan Vivi ke rumah."Choky dan Putra terkejut. Memulangkan nona Vivi sama saja membuat hukuman mati.Reza memutar kursinya menghadap jendela. "Pulangkan Vivi, suruh dia istirahat. Sebentar lagi dia harus bekerja kembali."Choky dan Putra ingin membantah, tapi ditelan kembali. Jika atasan mereka sudah mengam