Vivi melirik takut Reza. Benarkan, pasti marah. Satu-satunya pewaris keluarga Aditama hampir mati karena dirinya yang hanya anak yatim piatu dan tidak memiliki apapun."Saya...""Itu sudah masa lalu," potong Reza.Vivi melirik ibu Reza yang mengangguk pasrah. Ia menghela napas panjang lalu kembali fokus makan.___"Sayang, ayahmu kapan pulang?" tanya Almira yang penasaran, setelah Krisna duduk di sebelahnya."Kenapa kamu menanyakannya?" tanya Krisna."Orang tuaku ingin bertemu," jawab Almira dengan muka cemberut.Erika dan ibu Krisna saling bertukar kode lewat mata."Kamukan tahu kalau ayahku itu sibuk, hotel keluarga kami gak hanya satu - dua," jawab Krisna yang berusaha menenangkan tunangannya."Ya, rencana papakan pengen ketemu sekalian meayakan ulang tahun ke 17 Erika," ucap Almira.Erika menjerit kegirangan. "Kak..." kalau keluarga Almira bukan sembarangan, kalau datang bisa meningkatkan reputasinya. Di kampus ia bisa pamer ke teman-temannya.Krisna mendecak. "Sepertinya kita tid
"Tolong ulangi," Vivi tidak percaya dengan permintaan accounting."Nyonya dan tuan muda menyuruh saya untuk membayar semua tagihan pesta ulang tahun nona muda dan dimasukan sebagai biaya operasional hotel," ulang accounting.Kepala Vivi menjadi pusing setelah mendengarnya. Setelah menjalani beberapa hari yang tenang dan fokus berusaha membayar semua tagihan, Vivi harus mendengar kabar dari orang-orang kalau accounting seharian tidak ada di kantor dan pulang dalam keadaan menangis. Mau tidak mau Vivi bergegas ke hotel sebelum jam pulang.Eva menggerutu. "Jadi itu sebabnya kamu seharian tidak kelihatan? hanya untuk membayar semua tagihan?"Rika si accounting mengangguk lesu. Ia sudah capek seharian kesana kemari untuk membayar tagihan-tagihan yang berdatangan."Krisna tahu ini?" tanya Vivi."Justru tuan muda menyuruh saya bawa uang dan atm buat bayar tagihan," jawab Rika."Tinggal berapa uang operasional?" tanya Vivi.Rika melirik Eva dengan takut, biar bagaimanapun Vivi juga salah satu
Vivi sudah berkorban banyak untuk keluarga ini bahkan sakit kepala sering menyerang saat ibu dan adik tunangannya membuat ulah. "Selama ini kamu digaji?" tanya Reza."Tidak.""Kenapa?"Vivi menatap Reza. "Karena saya hidup menumpang di rumah jadi harus tahu diri.""Itukah yang mereka katakan?""Tidak, ya... ah... entahlah.""Mana yang benar?""Mungkin keduanya?""Vivi," tegur Reza dengan suara rendah."Saya tidak ingin membahasnya," tolak Vivi.Reza mengetuk jarinya di meja dan besandar di kursi. "Saya anggap sebagai ya."Vivi tidak membantah."Mengenai laporan ini serahkan kepada saya," kata Putra."Tidak perlu. Biarkan saja dicatat sebagai pengeluaran," kata Reza."Tapi, pajak..." Putra ingin mengutarakan ketidak setujuannya. Kalau pajak mengetahui hal ini lagi, bisa-bisa gosip tersebar luas di kalangan pengusaha."Kenapa memangnya dengan pajak?" tanya Reza. "Kita rajin membayar pajak bulanan dan tahunan bahkan tidak ada data yang disembunyikan."Akhirnya Putra memahami perasaan Ma
Yah, ini bukan urusan mereka tapi kasihan juga setiap melihat nona Vivi yang berjuang dan susah payah malah diperlakukan seperti ini."Memangnya ada masalah apa tante sampai teriak?"Tante Almira menatap sinis Vivi. "Kalian rupanya tidak mampu mempekerjakan pegawai ya? kenapa ada anak kecil disini?"Almira dan Krisna menatap Vivi yang berdiri di balik meja front office.Almira menatap tidak suka Krisna.Krisna yang menyadarinya, menatap tajam Vivi.Vivi sudah tidak terkejut lagi mendapat tatapan seperti itu. "Saya hanya ingin membantu front office."Almira mendecak kesal."Vi, kamu kerja di bagianmu saja."Vivi menaikan salah satu alisnya. "Dan menurutmu, aku harus di bagian apa sekarang?"Krisna terdiam.Tante Almira menatap bingung Krisna dan Almira bergantian lalu menunjuk Vivi dengan marah. "Apakah orang tuamu yang mendidik seerti itu, sehingga tidak sopan keatasan!" teriaknya.Vivi menatap Krisna yang hanya diam sementara Almira menatap tidak suka dirinya. Kedua tangan Vivi menge
Reza membaca hasil tes kesehatan Vivi. Kekurangan gizi, luka lebam lama dan baru ada di sekujur tubuh yang tidak bisa dilihat orang. Bagaimana bisa dia kekurangan gizi?Choky dan Putra menundukan kepala dengan khidmat, saat ini atasan mereka sedang marah besar. Tidak disangka nyonya membuat karya sekaligus masalah besar."Nyonya benar-benar orang yang tidak masuk akal," gerutu Choky setengah berbisik. Semua orang dewasa juga tahu, menyakiti anak kecil itu sama saja dengan mempertanyakan moral kamu sebagai orang dewasa. Seumur-umur Choky tidak pernah menyakiti anak perempuan, anak kecil bahkan wanita kecuali kalau orang-orang ini sudah bertindak keterlaluan.Putra mengangguk. "Pulangkan Vivi ke rumah."Choky dan Putra terkejut. Memulangkan nona Vivi sama saja membuat hukuman mati.Reza memutar kursinya menghadap jendela. "Pulangkan Vivi, suruh dia istirahat. Sebentar lagi dia harus bekerja kembali."Choky dan Putra ingin membantah, tapi ditelan kembali. Jika atasan mereka sudah mengam
Putra yang hendak mendekati mereka berdua, melihat si bos menggendong nona Vivi dalam keadaan basah kuyup setelah menutup payung, sontak Putra membuka pintu belakang mobil yang disopiri Choky.Nona Vivi yang tadinya memberontak kecil menjadi diam setelah dibisiki sesuatu oleh atasannya.Reza masuk ke dalam mobil dengan hati-hati. Setelah itu, Choky menjalankan mobil, meninggalkan putra yang masih memegang payung atasannya dengan bengong.Aku benar-benar ditinggalkan sendiri?Sementara di dalam mobil, Choky tidak berani mengintip bagian belakang, ia juga menjalankan mobilnya dengan pelan.Vivi menanamkan kepalanya di leher Reza tanpa malu. Pada awalnya ia memberontak karena malu digendong, setelah diancam 'aku akan membawamu pulang ke rumah kalau masih berontak' ia menjadi tenang.Reza membelai bagian atas kepala Vivi. "Ceritakan."Choky langsung paham maksud bosnya, ia cerita dari awal sampai bosnya melihat Vivi keluar dari rumah dengan berjalan kaki."Wanita itu benar-benar nekat!" d
Choky dan Putra menatap mobil depan dengan jantung berdebar dan pikiran tidak karuan sementara di suasana di dalam mobil depan semakin memanas.Setelah memberikan ciuman panas itu, Reza berusaha mengatur napasnya, sudah lama ia tidak merasakannya. 'Mau coba latihan?''Eh?''Bukankah kamu ingin menyenangkan dia? kamu bisa latihan ciuman denganku.''Tapi-''Aku tidak akan jatuh cinta padamu, anggap saja ini balas budi karena selama ini kamu membantuku.''Beda!''Bedanya dimana?''Kita sama-sama pria! itu beda dengan perempuan, kamu tahukan?''Tiďak! aku tidak tahu! karena aku tidak pernah jatuh cinta, bagiku semua sama saja. Kalau wanita menuntut kesetaraan gender, kenapa pria tidak bisa?''Reza Aditama! Pikiranmu benar-benar kacau! Jangan pernah mengatakan itu di depan umum!'Reza tertawa kecil melihat wajah merah Vivi sama seperti wajah merah ayah kandung Vivi saat ia jahili.Reza mengusap lembut bibir Vivi menggunakan ibu jarinya. "Saya jadi teringat ayahmu ketika wajahnya memerah,
Balas dendam? "Tidak ingin balas dendam?"Vivi tidak pernah memikirkan itu, semenjak ia datang ke rumah dan diperlakukan tidak pantas, ia hanya diam dan tidak memikirkan balas dendam, ia justru berpikir keras mencari kesalahan untuk diperbaiki dan jika dirinya diusir, dia hanya akan bisa berpikir positif karena memang tidak dibutuhkan lagi.Tapi sekarang ia tidak menyangka kalau separuh hotel itu adalah milik ayahnya termasuk rumah yang mereka tempati."Bagaimana dengan rumah sakit?""Kamu ingin tahu?"Vivi mengangguk."Rumah sakit itu diambil ayahku juga, dan sekarang fasilitasnya dipakai dia atas namaku, sebagai anak berbakti, saya tidak mungkin mengabaikannya."Vivi menggertakan gigi. "Sejak kapan?""Apanya?""Sejak kapan rumah sakit itu pindah pemilik?"Reza menyeringai. "Rumah sakit itu tidak pernah pindah ke tangan orang tua itu, mereka hanya mengandalkan dirimu hanya saja istriku terlalu bodoh mengikuti trik pak tua itu dan Krisna terlalu mengikuti nafsu. Dia mengajukan diri s