Dia hendak menjelaskan bahwa Raka bisa memiliki Dara seutuhnya, bahkan apa pun yang diinginkan oleh Raka akan Dara berikan. Karena, hanya status lah yang menghalangi saat ini.
Mereka bergandengan tangan dan masuk ke dalam mobil. Raka adalah laki-laki yang benar-benar mahir mengubah ekspresi wajahnya. Dia berpura-pura tetapi sikapnya bagikan keseriusan yang nyata. Siapa yang tidak bahagia mendapatkan kepastian akan sebuah hubungan yang telah terjalin selama tiga tahun? Siapa yang tidak senang jika kekasih yang begitu dia cintai menjadi suaminya? Sungguh, banyak sekali mimpi dan harapan Dara.
*
Malam ini tepat pukul enam, Raka masih berada di rumah kekasihnya, tetapi tangannya tidak jauh dari ponsel, pria itu sibuk bertukar kabar dengan Vela. Bahkan, gadis itu mengirimkan pose tubuhnya yang tanpa balutan busana. Bukankah itu membuat mata pria menjadi panas? Kesenangan dan mampu berimajinasi bagaimana jika— bagaimana rasanya— bagaimana kalau—
“Siapa dia?” tanya sang ayah dengan dingin. Tanpa ekspersi dan tatapan yang menakutkan untuk Dara.“Dia pacar, Raka. Kemarin Raka sudah melamarnya, Pa. Sekarang Raka harap mama dan papa merestui hubungan kami,” tutur Raka.“Apa?! Melamar? Kamu bahkan tidak bilang apa pun sama kita, Raka?!” teriak sang ibu, dia tidak perlu bertanya karena hanya dengan melihat penampilan Dara saja dia bisa tahu kalau dia adalah wanita kere.“Sejak kapan kamu mengambil keputusan sendri? Sejak kapan kamu berani melakukan hal sembrono?!” imbuh Sasongko dengan tidak kalah galak.“Kamu bebas memilih wanita manapun, asalkan kamu harus tahu bibit, bebet, dan bobotnya! Jangan sampai salah pilih! Lihat, dia! Penampilannya saja kampungan, apa pekerjaan orang tuanya?” tanya sang ibu.Dara menundukkan kepalanya tidak tahu harus berbicara apa saat ini. Raka menatap wajah Dara, “Dara yatim piatu, Ma. Awalnya dia tin
Begitu bebas dan berhasil keluar, Dara hanya bisa melangkah dengan gontai dan tangisan pun pecah. Menggigit bibir bawah untuk meredam suara isaknya. Dia malu jika sampai ada yang melihat bersedih, dia malu jika sampai terlihat kacau sendirian dan berjalan di trotoar.Harapannya musnah dan tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan. Tidak sesuai dengan mimpinya selama ini. Dia tidak tahu jika cinta ternyata sesakit ini.Bencikah Dara pada Raka saat ini? Tidak! Dia hanya butuh waktu untuk sendiri beberapa saat sampai dia bisa kembali tenang dan dia akan tetap mencintai Raka, walau sakit yang dirasa.Tidak mudah bagi Dara melupakan semuanya, tiga tahun kebersamaan mana mungkin dia bisa melenyapkan begitu saja.Banyak hal yang dilalui, banyak hal yang terlewat dan menjadi kenangan kisah mereka. Dara tidak habis pikir jika kedua orang tua Raka seperti itu.*Menyedihkan dan pada akhirnya itulah yang terbongkar. Raka seolah bangga menyebutkan
Raka mendelik dengan kasar. "Jika itu keterlaluan, lalu bagaimana dengan kamu yang sampai punya anak, Mas? Apakah itu wajar menurutmu?"Raka kembali mencengkeram rahang Dara. Sakit dan bertambah sakit. Butiran air mata itu luruh membasahi pipi Dara. darah di punggungnya sudah membuat jaket Dara basah tanpa diketahui olehnya juga pria tidak berperasaan itu.Perasaa Raka telah tertutup oleh kebencian tetapi tidak mau melepaskan Dara, entah kenapa hatinya tidak suka jika Dara dekat dengan pria lain. Dia tidak terima jika perempuan itu bahagia bersama dengan laki-laki lain.“Aku jauh lebih baik ketimbang kau, Dara! aku berhubungan dengannya setelah kau menolakku bukan? Artinya kau memang tidak butuh aku! jangan pernah bandingkan kau denganku! Jelas-jelas kita berbeda, wanita busuk!” Raka menampar wajah Dara.Pukulan sebelumnya sudah menimbulkan memar di wajah dara. akan tetapi, pria itu masih terus menambah luka fisik Dara tanpa henti. Tidak adaka
“Paket! Atas nama Sofi!” teriak kang kurir dengan perasaan geram melihat ke arah kerumunan yang ada di hadapannya.“Itu saya, Mas!” serunya seraya melangkah kaki mendekati pria muda yang tampangnya sangar. Sama sekali tidak pantas berprofesi sebagai kurir tersebut.“Maaf, ya, Mas. Lagi ngegosip,” paparnya dengan tawa cekikikan menutup mulut dowernya.“Memangnya ada apa, Bu?” tanya pria itu kepo.“Itu, Mas. Kayanya ada yang ketahuan selingkuh terus dihajar habis-habisan sama suami,” jelas Sofi.“Kenapa nggak ditolong, Bu?”“Ya ngapain? Orang kaya gitu nggak perlu dibantu. Asal, Mas tahu, ya. Dia itu Cuma guru TK aja tapi angkuh banget, nggak pernah keluar rumah. Nggak pernah sosialisasi dengan para tetangga. Biar aja dia kesakitan,” dengusnya dengan wajah yang menyebalkan.Laki-laki dengan jaket hitam itu memicingkan mata. Dia tidak asing dengan kalimat seorang guru Tk.“Siapa namanya?” Pria itu mengorek informasi kian dalam. Dia hanya sangat penasaran.“Dara. dia wanita aneh, Mas. Ber
“Kamu harus bangun Dara,” gumam Abby.Satu menit, satu jam, bahkan hampir setengah hari belum juga membawa hasil. Abby hanya terus menunggu sampai kursi yang dia duduki terasa panas. Hingga lampu yang ada di atas pintu itu telah padam. Antara senang dan penuh tanya, senang karena penanganan Dara usai dan takut jika lampu itu padam karena terjadi sesuatu dengan gadis itu.Pintu separuh kaca itu terbuka, dokter pun keluar. “Anda kerabatnya?” tanya sang Dokter. Abby bangkit dan mendekati pria yang memiliki rambut separuh memutih.“Iya-iya. Bagaimana kondisinya dokter? Apakah dia baik-baik saja?”Orang lain yang seperti saudara sendiri, orang lain yang seperti suami sendiri. Dara kehilangan satu kasih sayang dari suaminya. Laki-laki yang dia harapkan sejak awal, tetapi dia mendapatkan dua kali lipat kasih sayang dari dua pria yang luar biasa siap memperlakukan Dara dengan baik dan menjadikan gadis itu bak ratu.Dara mungkin saja kehilangan Raka, tetapi dia tidak akan pernah kehilanga dua o
Kondisi Aaron sudah jauh lebih membaik, pria itu saat ini perjalanan kembali ke kota.[Kamu sudah tiba di rumah?][Dara semua baik-baik saja?][Tolong balas pesanku kalau kamu baik, Dara.]Nyatanya, pria itu tidak mendapatkan kabar sama sekali dari Dara. Padahal, ia sudah meminta gadis itu untuk memberikan kabar padanya ketika Dara tiba di rumah. Namun, nyatanya sampai dua hari berlalu, Dara tidak juga kunjung ada kabar.“Kuharap tidak terjadi sesuatu padamu, Dara,” gumam, Aaron.Mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dalam benaknya, ia takut terjadi sesuatu pada Dara. Sungguh ketakutan itu menjadi-jadi ketika semua chat yang dia kirimkan tidak dibalas oleh Dara. Bahkan ia menelepon pun tidak juga dijawab. Aaron terus berdoa agar Raka tidak pernah menyakiti Dara. Meskipun tidak tahu banyak tentang Raka, tetapi mendengar kisah Dara membuat Aaron sangat ingin menjauhkan gadis itu dari laki-laki seperti suaminya saat ini."Dara, kamu ke mana? Angkat teleponku," lirih Aaron. Tangannya
Aaron terus mendengarnya seraya duduk di kursi dengan melipat tangan, siku yang bertumpu pada lututnya, ia meletakkan ponselnya diatas meja yang ada dihadapannya. Kepalan erat tangan sampai membuat buku-buku tangan terlihat dengan jelas. Dalam keheningan setelah kepergian Raka. Aaron masih terus mendengarkan apa yang bisa dia dengar. Sangat lama, dan lama sekali. Sampai Aaron mendengar suara laki-laki berulang kali memanggil nama Dara. Menggedor pintu layaknya yang dia lakukan tempo hari.Kepanikan kemudian terdengar, suara yang tidak asing di telinganya, tetapi dia lupa di mana pernah bertemu atau mendengar pria pemiliki suara itu."Rumah sakit! Aku yakin, dia membawa Dara ke rumah sakit," gerutu Aaron. Ketika hendak beranjak dia terhenti. "Rumah sakit di kota ini banyak, Aaron. Mana yang dia tuju kamu tidak tahu 'kan?" imbuhnya."Yang terdekat, bego! Cari yang paling dekat terlebih dulu!" katanya lagi.Akhirnya Aaron memutuskan untuk mencari ke rumah sakit yang paling dekat dari lok
Sudah dua rumah sakit yang didatangi Aaron. Namun, pria itu tidak juga kunjung menemukan keberadaan Dara. Laki-laki itu salah arah, rumah sakit yang di tuju oleh Abby adalah ke Selatan, sedangkan Aaron berkendara menuju ke Utara. Sampai lebaran kambing kawin dengan Trenggiling tidak akan pernah ketemu dan pas.Meski begitu, Aaron tidak akan menyerah sekalipun ia harus seharian berada di jalanan. Aaron memilih untuk memutar kemudinya kembali ke jalanan menuju Selatan dan memulai lagi pencarian yang berpusat pada kediaman Dara. Dengan kata lain, selalu mencari lokasi rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mungil tersebut.“Kamu di mana, Dara? Aku tidak akan pernah maafkan siapapun yang sudah buat kamu celaka,” geramnya.Tidak perlu alasan kenapa dia melakukan ini. Hatinya terus tergerak untuk melakukan apa yang otak dan pikirannya perintahkan. Bukankah memang cinta itu tidak pernah tahu apa alasannya? Mencintai seseorang bukan dengan 'karena'. Cinta tidak pernah ada ala