Aaron terus mendengarnya seraya duduk di kursi dengan melipat tangan, siku yang bertumpu pada lututnya, ia meletakkan ponselnya diatas meja yang ada dihadapannya. Kepalan erat tangan sampai membuat buku-buku tangan terlihat dengan jelas. Dalam keheningan setelah kepergian Raka. Aaron masih terus mendengarkan apa yang bisa dia dengar. Sangat lama, dan lama sekali. Sampai Aaron mendengar suara laki-laki berulang kali memanggil nama Dara. Menggedor pintu layaknya yang dia lakukan tempo hari.Kepanikan kemudian terdengar, suara yang tidak asing di telinganya, tetapi dia lupa di mana pernah bertemu atau mendengar pria pemiliki suara itu."Rumah sakit! Aku yakin, dia membawa Dara ke rumah sakit," gerutu Aaron. Ketika hendak beranjak dia terhenti. "Rumah sakit di kota ini banyak, Aaron. Mana yang dia tuju kamu tidak tahu 'kan?" imbuhnya."Yang terdekat, bego! Cari yang paling dekat terlebih dulu!" katanya lagi.Akhirnya Aaron memutuskan untuk mencari ke rumah sakit yang paling dekat dari lok
Sudah dua rumah sakit yang didatangi Aaron. Namun, pria itu tidak juga kunjung menemukan keberadaan Dara. Laki-laki itu salah arah, rumah sakit yang di tuju oleh Abby adalah ke Selatan, sedangkan Aaron berkendara menuju ke Utara. Sampai lebaran kambing kawin dengan Trenggiling tidak akan pernah ketemu dan pas.Meski begitu, Aaron tidak akan menyerah sekalipun ia harus seharian berada di jalanan. Aaron memilih untuk memutar kemudinya kembali ke jalanan menuju Selatan dan memulai lagi pencarian yang berpusat pada kediaman Dara. Dengan kata lain, selalu mencari lokasi rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mungil tersebut.“Kamu di mana, Dara? Aku tidak akan pernah maafkan siapapun yang sudah buat kamu celaka,” geramnya.Tidak perlu alasan kenapa dia melakukan ini. Hatinya terus tergerak untuk melakukan apa yang otak dan pikirannya perintahkan. Bukankah memang cinta itu tidak pernah tahu apa alasannya? Mencintai seseorang bukan dengan 'karena'. Cinta tidak pernah ada ala
Tidak pernah sedikitpun Abby merasa bersalah tentang bagaimana cara dia berkomunikasi dengan Dara. Pria itu ingin tunjukkan bagaimana sikap orang terhadapnya, tidak semua orang yang lembut bisa selalu jujur ataupun memprioritaskan dirinya. Semuanya bisa dibuktikan hanya lewat bagaimana cara seseorang memperlakukan Dara bukan? Sekalipun Abby cenderung bar-bar dan apa adanya, tetapi kembali lagi ditegaskan bahwa kepeduliannya jauh lebih besar, dia bertindak lebih cepat ketimbang hanya sebuah ungkapan belaka."Aku tidak ingin pulang. Aku ingin bebas dan aku ingin berteriak sekuat yang aku bisa. Aku ingin dia pergi selamanya dari kehidupanku, tidak harus mati, tetapi harus pergi. Aku ingin bercerai dengan dia, aku ingin menjalani hidupku tanpa dia," celoteh Dara.Dia mengutarakan keinginannya, kebahagiaan yang dia cari bukan sakit hati yang dijalani sepanjang hari. Boleh bukan jika dia lelah dan berhenti. Dara tahu dan sadar bahwa pernikahan bukanlah sebuah ajang perlombaa
Tanpa diminta Abby menyingkir dari hadapan Dara, dia berpindah posisi. Melangkah memutar untuk berada di sisi lain ranjang gadis itu. Tidak ada ekspresi apa pun yang ditunjukkan Abby pada Aaron. Dia hanya ingin gadis menyebalkan yang ada di hadapannya itu segera sembuh. Meski dia harus menanggung rasa yang sudah biasa dia dapatkan sedari dulu.Sakit, tetapi tidak ada wujudnya. Sakit yang tidak pernah ada darahnya, tetapi rasa itu adalah nyata. Namun, sungguh Abby akan jauh mengesampingkan perasaannya saat ini ketimbang harus melihat gadis itu terkapar layaknya beberapa hari yang lalu di rumah sakit yang sama kemarin.Aaron mendekati gadis itu. Hampir berlarian tanpa menunggu lebih lama ataupun membuang waktu lebih banyak lagi. Aaron memeluk tubuh Dara. Mendekapnya dengan sangat erat, melepaskan rindunya yang sudah menumpuk yang telah menggebu menggerogoti pikiran dan perasaan Aaron.Ia terus memeluk Dara menciumi bahu gadis itu tanpa henti. Memejamkan matanya un
"Rumahmu? Kenapa harus rumahmu? Aku bahkan bisa menampung dia di rumahku," sengit Aaron. Dia tidak terima Dara berada di rumah pria aneh itu. Pria brutal yang sudah layak disebut dengan preman."Tampung? Kamu kira aku korban apa? Aaron— heh—" Dara lagi-lagi tersenyum kecut. Tidak adakah bahasa yang lebih pas? Lebih halus dari 'tampung?Oke saat ini dia marah, dia cemburu dan kesal karena sikap— pertama Raka, kedua Abby, dan kembali pada Raka lagi, tetapi sungguh Dara tidak pernah merasa bahwa dia korban, yang harus ditampung oleh siapapun.Dia hanya ingin menenangkan dirinya. Dara hanya butuh tempat yang jauh dari kehidupannya dulu. Dara ingin menata kembali hidupnya sebelum melewati lagi masa sulit. Entah seperti apa yang jelas saat ini Dara ingin me-refresh lagi suasana hatinya."Dara bukan maksudku. Tapi kenapa harus dia? Kamu bisa telepon aku bukan? Kamu bisa kembali padaku," sangkal Aaron mencari pembenaran dan pem
Dara memutuskan untuk pulang bersama dengan Aaron. Hal itu tentu saja membuat hati Abby merasa kecil. Dia yang membawanya dan dia pula yang mengusulkan untuk tinggal bersama dengan dirinya tetapi orang lain yang mendapatkan keputusan itu. Tidakkah Dara berpikir bagaimana sejujurnya perasaan pria itu? Benar— memang dalam hati tidak ada yang pernah tahu. Abby memang tidak ingin memberitahukan perasaannya kepada gadis itu.Dia tetap akan menjadi dirinya sendiri sampai kesempatannya datang, bahkan jika suatu hari Dara berhasil berada dalam pelukannya, tetapi ia tidak mau bermimpi lebih jauh. Jelas terlihat bahwa Dara memang sangat menyukai pria yang romatis, mungkin— karena Abby juga hanya menebak tanpa tahu kebenarannya.“Kamu yakin mau pergi bersama dengannya? Aku sudah katakan bahwa pria romantis tidak semuanya bisa membuat bahagia,” sindir Abby.Bahkan ada Aaron di sampingnya. Abby tidak merasa takut, hampir semua yang dia tahu tentang pr
Dalam perjalanan pulang Aaron terus memikirkan banyak hal. Semua hanya tentang Dara dan masalah yang kini dihadapi oleh gadis itu. Rasanya memang tidak mudah, terlebih untuk melakukan visum sudah sangat terlambat. Jejak-jejak kekerasan, kuku atau apa pun sudah tidak lagi nampak, lebam di wajah dan tubuh Dara sudah sembuh sepenuhnya. Tidak ada celah untuk menjebloskan Raka ke penjara untuk saat ini. Terlebih keberadaan Raka juga sudah tidak diketahui oleh Dara."Kenapa melamun?" Ucapan Dara mampu membuat pria itu tersadar dari kebimbangan, Aaron membawa tatapannya ke arah tempat Dara terduduk dengan tenang. Raut wajah itu benar-benar menghipnotis Aaron, dia tidak bisa berpaling walau hanya sekilas."Tidak ada, hanya memikirkan bagaimana cara agar aku bisa tetap bersamamu," ungkap Aaron.Dara tersenyum tipis. Dalam benaknya bertanya, apa yang membuat Aaron begitu yakin padanya? Mereka baru berkenalan belum lama dan Dara tahu cinta tidak secepat itu, tetapi cinta j
“Kita sudah sampai. Sebentar lagi kamu bisa istirahat dengan tenang, Dara. Tidak akan ada yang mengganggumu, tidak juga Raka,” papar Aaron. Menoleh memberikan senyum hangat pada gadis di sampingnya.Mobil itu melesak masuk dan pintu gerbang itu kembali tertutup. Aaron menghentikannya tepat di depan pintu utama. Di tengah halaman rumah ada sebuah air mancur dengan tiang putih yang besar.Air jernih di kelilingi bunga-bunga teratai, bisa dipastikan bahwa di dalam kolam bawah tepat jatuhnya air itu ada banyak ikan indah. Juga dengan berbagai warna yang sesekali mereka menampakkan diri kepermukaan untuk memakan makanan yang ada. Terkadang jentik-jentik yang menjadi perebutan.Aaron turun dan membukakan pintu untuk Dara. Mungkin gadis itu sudah berada di tangan yang tepat sehingga bisa menjadi ratu tidak lagi menjadi seorang babu.“Hati-hati, perhatikan langkahmu,” pesan Aaron.Mata Dara tentu membulat sempurna, bulu mata lentik
"Siapa aku? Siapa aku yang kalian kenal?" Setelah sekian lama.membisu, bahkan daftar menu yang sebelumnya tersentuh pun kini teronggok tidak dihiraukan. Mereka kalut dengan pemikiran mereka masing-masing. Mereka sibuk meminta maaf dan menantikan jawaban yang diberikan oleh anaknya."Prilly. Dara, bahkan namamu sekarang atau dulu, mommy tidak peduli. Siapa pun nama yang kamu sukai, kamu berhak memakainya. Bu Larasita sudah memberikan nama yang begitu baik, begitu indah dan bagus. Mommy hanya ingin kamu memaafkan kamu, Nak. Mommy telah kehilangan segalanya, penyesalan mommy tidak pernah bisa berhenti setelah mengetahui berita hilangnya, kamu. Mommy minta maaf, Dara." Veily mencoba meraih tangan anaknya.Anak yang tidak pernah dia asuh, tidak pernah dia susui. Tidak pernah berhenti dia rindukan, tetapi tidak pernah ada aksi yang dia lakukan hingga dua puluh enam tahun berlalu. Sebegitu pentingkah Cloe sampai harus melupakan anak mereka yang lainnya?"Ibu," gumam Dara. Air mata yang menet
Sebuah mobil putih berhenti di halaman sempit milik Dara, tepat di bahu jalan mungkin lebih lama. Karena pekarangan rumah itu bahkan tidak muat untuk di masuki motor."Siapa, ya?" tukas Dara dengan tatapan yang lurus ke depan meniti siapa gerangan orang yang menakutkan mobilnya di depan gubuk reyot miliknya."Aku kenal mobil itu," jawab Abby, tetapi dia tidak berniat memberitahukan siapa pemiliknya ke pada Dara. Begitu keduanya tiba dan keluar dari mobil. Dara melihat dua orang berdiri di depan rumahnya dan barang-barang miliknya yang sudah berada di luar rumah.Dara melongo tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bahkan wanita paruh baya dengan gayanya yang khas dan tubuh yang masih sangat kokoh dan fit itu terlihat berseteru dengan sang pemilik rumah."Tante Veily? Ada apa ini? Ibu Luri, kenapa barang-barang saya di luar?" Dara yang telah berhasil mendekati mereka, langsung bertanya alasan kenapa barang-barang miliknya seolah terbuang."Masih tanya kenapa! Kamu jelas-jelas tidak bi
Dalam ruangan yang tidak terlalu besar, mungkin hanya tujuh kali delapan meter, di sana hanya ada ranjang yang memiliki tiang besi dengan ukiran lawas di bagian atas kepala, dua nakas di samping kanan dan kiri tempat meletakkan lampu tidur dan satu sofa serba guna, atau sofa seribu gaya. Ranjang itu sendiri tidak terlalu besar, dengan ukuran besar. Sempit dan memang itu yang diinginkan oleh pemiliknya. Tidak ada almari di dalam ruangan itu, karena bukan difungsikan untuk serba bisa.Almari dan ruang ganti berada di sebelah kamar utama dengan satu pintu penghubung yang hanya ditutup dengan tirai transparan. Di depan kamar sedikit ke kiri adalah ruang baca yang menyuguhkan pemandangan gunung di depannya. Di ruangan paling ujung adalah kamar mandi dan dapur. Ada satu pintu yang menuju ke kebun sayur dan beberapa buah yang bisa hidup di kaki gunung.Di samping ruang tamu, jendela besar yang terpasang kaca itu, tempat bersantai, membaca buku tentunya yang sudah pasti sungai adalah pemandan
Lain rasa bahagia yang dirasakan oleh Dara bersama dengan keluarga barunya. Lain pula apa yang dirasakan Ravella pada keluarganya. Semuanya berubah 180° atau mungkin putaran penuh? 360° atau bagaikan dijungkir balikkan sebuah fakta yang mengejutkan nuraninya? Intinya kehidupannya sudah tidak lagi sama dengan kehidupan yang pernah dia rasa sempurna. Dari kubangan dipungut tercuci bersih dan menyombongkan diri, lupa bahwa dia telah merebut kehidupan bahagia seseorang. Kini, semuanya dikembalikan! Dia tetap akan mengingat bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, yang justru kini harus menanggung beban tetapi orang lain menyebutnya anugerah.Anak— ya! Ravella harus mengurus anaknya seorang diri. Di mana sang ayah mertua meninggal dunia tidak lama setelah dilarikan ke rumah sakit. Sang ibu mertuanya harus syok berat menghadapi kenyataan bahwa dia seorang diri saat ini. Ia juga tidak akan menerima kehadiran Ravella tanpa Raka. Membiarkan wanita itu terkatung-katung tidak jelas bersama cucunya. A
Dalam perjalanan pulang mengantar Dara pulang dengan hati yang diliputi rasa malu, Abby bungkam. tidak ada sepatah kata yang keluar kecuali ungkapan maaf."Maafkan aku, Dara. sungguh, kukira Mommy akan luluh saat melihatmu. tapi, dia justru bersikap layaknya manusia paling suci.""Aku sama sekali tidak mempermasalahkan semua ini, Bee. Tidak mudah menerimaku di tengah musibah yang telah terjadi. Kamu tidak seharusnya marah sama ibumu. Kamu tahu bagaimana aku begitu merindukan sosok ibu kan? Maukah kamu kembali ke rumah dan lebih baik kita meminta maaf padanya.""Tidak! dia sudah merendahkanmu, Sayang." Dara menggeleng."Direndahkan tidak selalu rendah kan? Aku punya kamu, aku tidak merasa di rendahkan saat seorang pria membelaku mati-matian. Aku hanya tidak mau hubunganmu dengan Ibu semakin hancur gara-gara aku. Kita kembali, ya?"Menanti beberapa menit untuk menimbang keputusan hingga mobil itu berputar arah kembali ke rumah. Saat kembali membuka pintu yang sempat dua tinggalkan Abby
"Tidak! Aku tidak mau mereka kemari! Kalau pun tetap memaksakan ke sini, ya sudah kamu saja yang layani mereka, Pa!" ketusnya setelah Abrisam menyampaikan jika Abby dan Dara akan ke sini untuk makan malam bersama."Ma! Kenapa kamu sangat membenci Abby? Apa salah dia padamu?" Abrisam duduk di sofa, kemudian menatap tajam istrinya yang masih saja terlihat ketus.Sebetulnya Dayyana juga bingung, jawaban apa yang harus dia lontarkan untuk suaminya. Abby memang anaknya yang cukup baik dan tidak senakal itu sehingga dia tak menyukainya. Hanya saja, mungkin karena dia terlalu menyayangi Aaron membuat dia menomor duakan anaknya yang lain, yakni Abby."Kamu itu ibunya! Kenapa kamu bisa-bisanya bersikap seperti itu pada Abby? Ma, Abby itu anak kita satu-satunya sekarang! Abby satu-satunya penerus keturunan kita! Dia darah daging kita! Abby—""Sejak kecil, Abby selalu kamu bedakan. Padahal dia anak yang baik, Ma. Kenapa bisa-bisanya kamu membeda-bedakan kasih sayang antara Aaron dan Abby? Keduan
Rasanya aura rumah mewah ini terasa mencekam bagi Dara. Dia semakin kedinginan, bukan karena suhu di sini, melainkan karena cemas dan takut hingga suhu yang hangat berubah menjadi dingin bagaikan di kutub selatan.Dayyana duduk di atas sofa ruang tamu, wajahnya tetap terlihat tidak bersahabat. Hanya Abrisam yang menampakkan wajah humble-nya. Bahkan, dia sampai menyambut anak dan calon menantunya itu dengan pelukan hangatnya. Membuat ketakutan serta kecemasan Abby dan Dara berkurang beberapa persen."Akhirnya kalian sampai, Papa sejak tadi menunggu. Bagaimana perjalanan ke sini, Abby menjalankan mobil dengan santai? Tidak ngebut?" tanya Abrisam, terdengar sangat perhatian, bukan basa-basi semata.Dara mengangguk pelan, bingung harus menjawab apa karena takut salah bicara, terlebih Dayyana masih terlihat dingin."Kamu cantik sekali, Anakku. Pantas saja Abby sangat tergila-gila padamu?" Abrisam tak mau berhenti menggoda calon mantunya itu, niat dia sebetulnya baik, karena ingin membuat D
Selama di perjalanan, Dara tak henti-hentinya berpikir keras. Jika sekarang dirinya dan Abby akan bertemu dengan Dayyana, apakah tidak akan terjadi hal yang buruk? Mengingat kejadian waktu itu tidak begitu menyenangkan. Perjalanan yang tadinya dia pikir akan terasa menyenangkan karena bisa berdua, mengobrol, serta semakin dekat dengan kekasihnya kini berubah menjadi menegangkan. Dara benar-benar takut jika Dayyana akan melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Saat ini rasanya kepala wanita bernama Dara ini pening sekali. Tak mau rasanya jika nanti ketika bertemu Dayyana terjadi hal yang tidak menyenangkan. Dara mencinta Abby, sangat mencintainya, terlebih Abby mampu membuatnya bisa berdamai dengan masa lalu yang begitu pahit. Dara tak mau kehilangan Abby, pria ini terasa sudah sempurna baginya jika dibandingkan dengan mendiang mantan suami yang memiliki perangai tidak baik. "Kamu kenapa, Baby?" Abby memecah keheningan perjalanan, segera Dara meresponsnya dengan senyuman disertai ge
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber