Share

5 : Sentuhan Hangat

Jarum pada jam di dinding tertuju di angka tiga. Kebosanan melanda hidup Dara semenjak keputusannya menikah. Awalnya dia mengira bahwa ini perjuangan.

Namun, setahun terlepas, mulai terasa bahwa ini memang kebodohan. Gadis dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter itu, duduk di ruang tamu. Menghadap ke pintu. Mengubah tatanan kursi yang semula menghadap tembok.

Dia benar-benar mencari kesibukan untuk mengalihkan pikirannya yang semerawut.

Kemudian ia buka lagi laptopnya. Berkelit dengan cerita yang digarap sejak sebulan lalu.

"Ini hal konyol yang sebetulnya, Dara," cecarnya pada diri sendiri.

"Lihat! Orang di luar sana mengagumi bagaimana kau begitu mahir menata diksi tentang bagaimana seorang pria menjamah wanitanya. Sementara kamu sendiri merasakan sensasinya saja tidak pernah! Dusta apa lagi yang kamu ciptakan, huh?" kesalnya pada diri sendiri.

Ia sempatkan untuk membaca setiap komentar. Dia balas dengan ungkapan terima kasih. Dan— di sinilah Dara sekarang.

Merenungi, betapa hebat dia menjabarkan kisah romantis sementara kehidupan dunia nyatanya bertolak belakang.

Setelah usai dengan naskah romantisnya, Dara beralih pada cerita fantasi yang hampir seluruh pembacanya tidak segan-segan menggelontorkan uang untuk memberikan tip padanya.

[Ingin bertemu dengan penulisnya.] tulis sebuah akun dengan nama satu alfabet A.

Hanya komentar inilah yang menyita perhatiannya. Selebihnya, bahkan Dara hanya membaca lalu lanjut gulir.

"Sial!" umpatnya saat menyadari jam sudah cukup lama berputar. Dia duduk di tempat itu selama lima jam.

Dara berdiri, ia menukik tubuhnya dan persendian itu mengeluarkan bunyi yang melegakan.

"Gosok tubuhmu agar Raka mau menggaulimu," katanya pada diri sendiri.

Dara menyibak tirai abu-abu kamar mandi. Menutup bilik dari dunia luar. Lantas mengguyur tubuhnya dengan dinginnya air malam ini.

Entah, setan dari mana. Ada satu keinginan diri yang mencoba membujuk Dara merasakan bagaimana indahnya sebuah sentuhan.

Ia giring jemari-jemari kecil nun panjang miliknya untuk membelai diri sendiri. Sejenak Dara terpesona. Gelenyar aneh itu mengaduk perutnya.

"Ah—" desahnya. Entah sadar atau tidak yang pasti saat itu juga mata Dara melotot. Ia jauhkan sejauh mungkin tangannya sendiri.

"Jangan gila, Dara! Jangan mencoba mencelupkan dirimu dalam lubang penyesalan!" Gadis itu terus menyadarkan diri agar tidak kehilangan arah.

Secepatnya ia tarik handuk dari gantungan dan membebatkan pada tubuh. Lekas keluar dari kamar kecil itu dan mengenakan pakaian yang serba panjang. Mencari kehangatan lain yang tidak akan membakar tubuhnya dengan nyaman seperti tadi.

"Kamu beneran nggak pulang, Mas," rintih Dara. Ia mengintip di balik kaca buram seperti biasa.

Dara memutar tubuhnya dan duduk di tempat sebelumnya ia menghabiskan waktu dengan hobinya. Embusan rasa kecewa itu bergelayut mesra pada dirinya. Teramat erat perasaan itu memeluknya.

Dara tersenyum puas saat mendengar suara deru motor beat yang terparkir di depan rumahnya.

Dengan cepat, gadis itu bangkit dan membuka pintu. Senyum penyambutan itu dia suguhkan. Bahkan Dara tepis jauh-jauh bayangan pertengkaran mereka pagi tadi.

"Kamu pulang, Mas? Aku kangen, maafkan aku, ya?" Tangannya melingkar di leher Raka.

Kedua tangan Raka mencekal pinggul Dara. Tanpa ragu Dara berjinjit untuk mendekatkan bibirnya pada mulut Raka. Ia lumat lembut, ia jepit bibir bawah suaminya menggunakan kedua mulut sebelum akhirnya Dara tarik perlahan untuk dilepaskan.

"Ini yang kamu mau, bukan?" bisik Raka.

Sungguh! Suara itu terdengar merdu di telinga Dara. Dia tidak takut mengulang kelakuan yang baru saja dia minati. Bahkan teramat menggebu hingga ia melompat dan membelitkan kedua kakinya melingkar di pinggang sang suami.

Dara lanjutkan pautan hangat yang menggetarkan lewat bibir mereka. Merasakan setiap desir indah yang mendidihkan darah mereka. Ini panas, tetapi begitu didambakan oleh Dara.

"Aku mencintaimu, Mas," bisik Dara di sela-sela pautan panas itu.

Dara tidak butuh jawaban. Dia sudah cukup percaya dan puas dengan kemajuan yang ditunjukkan lewat aksi sang suami.

Hanya menelusuri tubuh Dara dengan telapak tangan pria itu saja sudah membuat istrinya kelojotan. Erangan tipis hingga desah basah Dara meluncur dengan mudah dari mulutnya.

"Bawa aku terbang, Mas," bisik Dara. Ia daratkan kecupan mesra itu pada telinga Raka.

Sorot mata yang biasanya dipenuhi dengan air mata, sekarang terus menunjukkan binar ketertarikan. Gairah yang meletup-letup.

"Ini menyenangkan, Mas." Padahal ini hanya sebuah sentuhan, belaian lembut yang tercipta dari jari-jari nakal Raka. Namun, sudah sangat memabukkan bagi Dara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status