Share

4 : Kamu yang Aneh!

Di saat Senin sampai Sabtu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, seharusnya Minggu bisa menjadi waktu yang tepat bagi Dara dan Raka menghabiskan waktu bersama. Minum teh di pagi hari, bercengkerama membahas kehidupan yang mereka jalani sampai petang datang. Namun—

“Mas, ini Minggu lho. Apa kudu kerja juga? Lembur sampai segitunya, kamu,” protes Dara masih dengan nada yang paling lembut yang dia miliki.

Matanya mengedip berulangkali untuk menanti jawaban dari sang suami yang sorot penglihatannya fokus pada layar laptop di depannya.

“Mas,” rengek Dara yang sudah berpindah duduk di sampingnya. Meraih tangan sang suami dan bermanja mendaratkan kepala pada bahu Raka.

“Mas, kamu nggak pengen sentuh aku, gitu? Kita udah lama nikah, kamu belum pernah tiduri aku, lho. Kamu nggak kepingin? Atau aku nggak menarik, ya di matamu?”

Hening, tidak ada yang terlontar dari mulut Raka. Hanya suara debum jari yang memukul balok-balok ceper di keyboard.

Dara menggembungkan kedua pipinya. Sungguh dia bosan. Tatapannya tertuju pada tudung saji di meja kecil dapur.

“Makan, yuk! Kamu belum sarapan, Mas,” ajak Dara. Masih terus berusaha memancing agar suara pria itu keluar.

“Mas Raka,” dengusnya, karena sadar bahwa usahanya tidak pernah dipedulikan. Ia geser tubuhnya sedikit menjauh dan lepaskan jeratan tangan kecilnya dari lengan Raka. Memangku kedua tangan itu di paha dengan seraut wajah memberengut.

Berharap bahwa pria itu respon dan membujuknya. Masih sama seperti bayangan tokoh fiksi yang dia ciptakan dalam kisahnya.

“Mulutmu nggak capek, Da ngoceh terus?” Justru hanya makian yang terlontar setelah Dara mencoba mulai dari kalimat paling pendek, dengan suara lembut mendayu sampai satu nada meninggi baru ditanggapi oleh pria itu. Lalu, kemudian mencetuskan bahwa Dara cerewet? Apa itu tidak keterlaluan?

Dara mendengus. Dadanya bergejolak, ia meremas ujung bajunya. Dia berdiri dan menghadapkan tubuh ke arah suaminya.

 “Aku dari tadi ngajak kamu ngomong, Mas. Kamu nggak ada respon, aku. Lalu pas aku udah jengkel sama kamu, kamu bilang aku cerewet? Gila, kamu, ya?” cetus Dara.

“Kamu yang gila! Kamu punya mata, kan? Kamu lihat aku nganggur nggak? Kalau ngajak ngobrol itu tahu situasi, Dara!” bukannya membujuk, Raka justru berbalik menyalak.

Sepertinya impian untuk dibujuk itu hanya terkubur dibayangan.

“Mas!” Lagi suara Dara kian meninggi. Tidak salah bukan dia membela diri?

“Tahu waktu bagaimana? Sedangkan kamu aja nggak pernah ada waktu sama aku! Kamu kerja hari-hari tanpa henti! Hari libur pun kamu sibuk sendiri. Kamu tuh, cinta nggak sih, sama aku?! Kamu anggap aku ini apa?!” berang Dara.

Raka kembali menampakkan senyum meremehkan itu di wajahnya. Ia ikut bangkit dan tubuhnya sepuluh sentimeter lebih tinggi dari Dara. “Lihat! Lihat bagaimana kamu ngungkit hal bodoh itu.”

“Bodoh apanya?! Kamu yang aneh, Mas! Aku ini istrimu. Sudah sepatutnya aku marah saat kamu nggak mau luangin waktu buatku. Bahkan— harusnya kamu sadar, kalau aku masih perawan hingga setahun pernikahhan ini! Apa perlu aku ingetin kamu terus menerus? Kamu nikahin aku, tapi kamu anggurin aku, Mas!”

Emosi Dara meledak-ledak. Dia sungguh tidak habis pikir bagaimana bisa seorang laki-laki dewasa menahan sekuat hati keberadaannya yang dengan jelas telah menanti untuk disentuh?

“Benarkan apa kataku?! Kamu itu gila! Yang dibahas kalau nggak duit, waktu, ya seks! Otakmu dangkal, Dara! Harusnya kamu tahu kalau aku kerja juga buat kamu! Mau sampai kapan kita tinggal di rumah reyot ini?! Kamu nggak pengen pindah ke tempat yang lebih baik?”

“Nggak! Aku nggak peduli di mana kita tinggal, Mas! Buatku asalkan tidak kepanasan dan kehujanan aja udah cukup! Bisa makan tiap hari meski sama krupuk pun, aku tidak masalah. Aku hanya mau kamu angap aku! Sadar kalau kamu udah nggak sendiri. Ada orang lain yang butuh kehadiranmu!”

Dara kian berang. Matanya menyalak, tetapi pedih. Air mata yang tidak disangka-sangka malah banjir tidak terkira. Dia jengkel ketika harus kedapatan menangis di depan pria yang telah berulangkali mengutarakan ketidaksukaannya atas perilaku spontan wanita saat disakiti.

“Aku tanya sama kamu, Mas. Kali ini aku mohon jawab jujur.” Suara Dara melemah. Dia kembali duduk di kursi yang ia duduki sebelumnya. Membiarkan Raka yang masih berkacak pinggang membuang muka dari netra miliknya.

“Apa aku tidak menarik untukmu? Apa tubuhku bau? Ngomong, Mas. Ngomong apa aja yang buat kamu tidak tertarik padaku. Supaya aku bisa berbenah,” jelas Dara. Suaranya timbul tenggelam dan serak. Tidak, suara Dara memang sudah serak-serak basah.

“Aku pingin kamu—” Tangan Raka terangkat untuk menghentikan ucapan apa pun yang akan Dara lontarkan.

Laki-laki berambut cepak itu, menutup laptopnya serampangan dan menyahut brutal kunci motor beatnya kemudian keluar. Menutup pintu dengan kencang hingga membuat Dara berjengit karena kaget.

Ini bukan pertama kalinya, Dara. Mas Raka akan pulang saat pikirannya sudah tenang, pikiran lain dari dirinya mencoba untuk menghiburnya. Namun, dirinya sendiri— ragu kalau Raka bisa berubah. Oke, dia kembali, tapi untuk berubah?

“Aku tidak selamanya hanya menerima perlakuannya padaku seperti ini kan? Da— ayo! Kamu kudu cari tahu apa yang terjadi dengan suamimu,” katanya pada diri sendiri.

Seakan menarik temali paling kecil dari semangat juangnya. Sekalipun harus mengorek hati paling dalam. Di mana letak kesanggupan bertahan itu tinggal.

“Dengar Dara. Apa yang sudah disatukan oleh Tuhan tidak akan dipisahkan oleh manusia, benarkan?” Lagi, ia bermonolog.

“Tapi manusianya seperti nggak akan pernah mau dikritik, tolol! Dara, kamu tolol! Kamu adalah wanita bodoh yang masih bertahan hingga setahun ini!” Kali ini kalimat itu keluar. Dia marah dengan teriakan diisi kepalanya.

Dua sisi dalam dirinya bertarung melawan imannya. Satu menyalahkan satu menguatkan. Ini seperti bermain di labirin. Membingungkan dan Dara benar-benar butuh jalan keluar.

“Oke— aku akan ikuti kata hatiku. Apa pun jawabannya. Sepahit apa pun luka yang nantinya bakal aku temukan, aku akan hadapi. Meski dengan nangis darah,” gerutunya di akhir kalimat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status