Share

Pencuri

Lizy yang menoleh tersebut mendapati seorang gadis belia yang kelihatan sangat cemberut sekali menadanginya. Tangannya menyilang, dan wajahnya penuh curiga memandangi Lizy.

Dengan tergugup Lizy memilih buru-buru mengambil semua barang yang barusan terjatuh dari tangannya tersebut. Ia merasa telah dipergoki melakukan sesuatu yang tidak baik oleh orang lain rasanya.

“A- Ah, tidak. Aku hanya-“

“Kamu mau mencuri, kan?!” tuduh dari gadis itu.

“Apa? Tidak. Tidak, sungguh. Aku tidak berniat mencuri,” Lizy membela diri.

“Jangan bohong! Aku tahu kamu-“

“Alya…,” Suara rintihan itu terdengar cukup berat sekali.

Mereka berdua secara spontan menoleh ke samping, dan mendapati bahwa pria yang pingsan itu sudah bangun. Lizy didorong kasar oleh Gadis tersebut.

“Kak! Kakak tidak apa?! Apa kakak dirampok oleh wanita ini?! atau dibegal?!” Matanya membula terbelalak memandangi pria tersebut.

Lizy merasa degup jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Ia memandangi pria tersebut dengan tatapan memelas meminta bantuan. Ia bukan pencuri.

Pria itu melihatnya dan mengerti maksud kode dari Lizy. Meski dia pasti tidak tahu pasti apa yang terjadi, tetapi dia kelihatan mau membantu Lizy pada kala tersebut.

“Tidak. Alya. Kalau dia pencuri, kenapa dia di sini?” Suaranya yang lirih itu menyakiti hati saat mendengarnya.

Tak lama dari itu, dari pintu masuk sepasang pasangan tua yang kelihatan begitu panik sekali mendatangi mereka. Lizy segera mundur dari posisi, dan membiarkan orang-orang yang merupakan keluarga pria itu mendekat.

Ia merasa iri, melihat bagaimana mereka peduli satu sama lain. Mungkin punya keluarga itu bisa menyenangkan juga, kan?

“Ah, maaf, kami mengabaikanmu,” Wanita paruh baya itu segera bangun dan menghampiri Lizy yang daritadi tidak menghiraukan dirinya tersebut.

“O- Oh, tidak apa. Ini…, ini barang-barang yang tadi diserahkan oleh pihak rumah sakit saat mengevakuasinya,” Lizy menyerahkan semuanya tanpa menyisakan satu pun.

“Terima kasih, Nak. Kalau tidak ada kamu, mungkin tidak ada yang tahu bagaimana kondisi dari anak kami. Kami tidak tahu bagaimana caranya membalas perbuatanmu ini,” Wanita tersebut merasa sangat terharu.

Dengan kesadaran penuh, Lizy akhirnya punya ide yang harus ia sampaikan. Memang terkesan sangat matre sekali. Tetapi, ia perlu untuk modal bertahan hidupnya kedepannya.

“Kalau tidak keberatan…, apa aku  boleh meminta uang sebagai imbalannya?”

“HEH! DASAR PENCURI!” Gadis tersebut langsung menyela mereka berdua, dan menunjuk dengan kasar ke arah dari Lizy.

“Kamu pasti sengaja ingin memoroti keluargaku karena sudah menolong kakakku, kan?! Jangan pikir kami bisa memberikanmu dengan mudah semua itu!” Gadis itu berbicara dengan sangat kasar.

“Alya, sudah. Kita dengarkan dulu alasannya,” Pria yang tadi pingsan itu sudah duduk di atas ranjang rumah sakit, dan memandanginya.

“Iya, Nak. Kenapa kamu ingin uang sebagai imbalannya?” tanya dari Wanita itu.

Lizy terdiam sejenak. Ia sebenarnya merasa malu untuk mengatakan alasannya. Terlebih dia baru saja diusir dari rumahnya sendiri. Tapi, kalau tidak dikatakan, Lizy mau kemana?

Ia melihat ke arah para orang-orang yang ada di sana. Kelihatannya mereka menunggu jawaban dari Lizy yang mungkin akan terdengar tidak masuk akal sama sekali.

“Sebenarnya, aku baru saja diusir oleh suamiku- ah, lebih tepatnya mantan suamiku. Dia menceraikanku tiba-tiba. sekarang aku tidak punya tempat tinggal, dan tidak punya pekerjaan. Kalau tidak keberatan, aku ingin meminta uang untuk aku menyewa tempat tinggal sementara, tapi, kalau kalian keberatan pun tidak masalah,” jelas Lizy dengan wajah memerah menahan malu.

“Kamu…, dicerai?” tanya pria tersebut.

Semua memandangi ke arah pria yang bertanya dengan wajah tak percaya tersebut.

“Ada apa, Adrian? Kamu tahu dia?” Wanita tersebut bertanya.

“Ah, aku tahu dia istri dari salah satu perusahaan yang mencoba untuk menawarkan diri mendapatkan kerjasama denganku belakangan,” sahut dari pria bernama Adrian tersebut.

“Ah, bagus, setidaknya kamu tahu dia. Bagaimana kalau kamu tinggal bersama kami? Kamu bisa bekera sebagai asisten pribadiku untuk jadwalku,” Wanita tersebut langsung menerima dengan mudahnya.

“A- Apa?” / “APA?!”

Lizy berbicara bersamaan dengan gadis tersebut, tetapi dengan nada yang berbeda pastinya. Mereka saling menatap satu sama lain. Antara merasa tidak senang dan juga tidak terima sudah menjadi satu di dalam benaknya.

“Ma! Mama gila ya?! Bagaimana mama bisa memperkerjakan seorang pencuri di rumah kita!” Gadis bernama Alya tersebut terus menuduh Lizy yang bukan-bukan.

“Alya. Kamu tidak boleh menuduh yang bukan-bukan,” Tante tersebut memberitahu.

Melihat bagaimana orang-orang tak ada di pihaknya, membuat sosok gadis tersebut merasa sangat frustrasi dan ingin marah sekali. Ia akhirnya hanya bisa menahan amarahnya, serta pergi meninggalkan mereka.

Lizy yang melihat suasana jadi tidak nyaman itu merasa tidak enak hati dengan apa yang dirasakan gadis tersebut. Rasanya berlebihan menerima tawaran tersebut.

“Tid- Tidak usah, Tante. Aku akan mencari tempat lain-“

“Hei, jangan begitu. Kamu nanti tinggalnya terpisah dengan rumah utama kami. Mungkin bantuan ini tidak seberapa, tapi kami harap ini bisa membantumu untuk tetap menyambung hidup,” sela dari wanita tersebut.

Lizy merasa sangat tersentuh setelah mendengar ucapan yang membuatnya merasa luluh. Ia menahan air mata dan tetap merasa bersyukur sekali. Tuhan benar-benar baik mendatangkan orang yang tepat saat dirinya kesulitan seperti ini.

****

“Nanti kamu tinggal di rumah itu, ada para bibi pembantu yang juga tinggal di sana,” sebutnya.

“Ah, baik, Tante,” sahut Lizy.

“Oh, satu lagi. Jangan panggil Tante, ya? Panggil saja Bu Hana.”

Lizy menganggukkan kepala. Ia baru saja mengetahui siapa nama wanita tersebut. Rasanya takjub sekali melihat, bagaimana luasnya tempat yang sedang ia masuki. Bahkan ini lebih besar dari yang dirinya sempat pikirkan.

Dirinya berkeliling sejenak untuk melihat beberapa tempat yang sekiranya menarik. Lizy tak bisa berhenti merasa terpukau setelah beberapa melihat bagaimana tempat tersebut menjadi sangat luar biasa untuk terus dipandangi.

“Lizy?” Panggil seseorang.

Lizy melihat ke arah sumber suara, dan mendapati pria yang ia kemarin tolong datang dengan wajah penuh senyuman. Lizy merasa agak gugup dan tidak ahu harus melakukan apa.

“A- Ah, Pak Adrian.., saya-“

“Hahaha, santai saja. Aku hanya ingin menyapa. Umur kita tidak beda jauh, Lizy. Kamu bisa bicara santai denganku,” ungkap dari Adrian.

Lizy hanya tersenyum tipis sambil sedikit membuang muka. Entah kenapa raut wajah Adrian seperti menunjukkan sesuatu yang berbeda.

“Namaku Adrian. Aku belum sempat berkenalan secara resmi denganmu,” Adrian mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan dirinya tersebut.

Lizy menjabat tangan tersebut untuk membalasnya, “Lizy,” singkatnya.

Tangan mereka langsung lepas dengan segera. Rasanya suasana jadi terasa canggung di dekat Lizy. Adrian masih berdiri di depannya, seolah memang masih ada yang ingin disampaikan.

“Kebetulan aku akan keluar. Katanya barang-barangmu masih ada di penitipan, kan? Aku akan mengantarmu,” ucap dari Adrian.

Agak terkejut Lizy mendengarnya. “Ti- tidak usah. Kamu baru keluar rumah sakit. Pasti kondisimu belum fit,” Lizy menolak.

“Tidak, Lizy. Aku tidak kecelakaan parah. Aku hanya tidak sadarkan diri sebentar. Tidak ada luka. Bahkan kalau bekerja sekarang pun, aku bisa,” Adrian memberitahu dengan sedikit mengutarakan candaan kepadanya.

“Jangan! Nanti makin parah!” Lizy melarang.

Adrian senang mendengarnya. Seperti sebuah ucapan yang sudah diharapan dari awal. “Kalau begitu, kamu temani aku saja, bagaimana? Tenang saja, aku sudah memberitahu mama,” ajak dari Adrian.

Melihat bagaimana Adrian yang kelihatan benar-benar baik-baik saja, membuat Lizy sempat ragu. Tetapi, akhirnya ia mengiyakan ajakan tersebut setelah berbicara dengan Bu Hana.

Mereka pergi ke penitipan barang seperti kata Hito yang akan meletakkan barang-barangnya di sana. Lizy memasukkan satu persatu barang tersebut sendirian, sementara Adrian berkata dia ingin mampir ke minimarket sebentar untuk membeli sesuatu.

Ketika sedang sangat sibuknya menyusun barang agar tidak berantakan, sebuah suara datang membuat Lizy merasa gemetar sampai tidak bisa berkutik selama beberapa saat.

“Wah, Lizy. SugarDaddy mana yang kamu cari sampai dapat mobil?”

Lizy spontan berbalik, dan melihat orang yang barusan berkata demikian. Ia jelas mengenalnya dengan baik. Namun, kedua matanya terbelalak, saat ia melihat seorang wanita lain yang ada di gandengannya tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status