Share

Keanehan Adik Adrian

Sampai di rumah, Lizy memberikan belanjaan yang sudah ia beli tersebut. Sementara para asisten rumah tangga yang lain kelihatan memasang wajah runyam dan masam sekali saat melihat Lizy yang baru saja datang bersama dengan Adrian.

“Kalian darimana saja? Kenapa pulangnya belakangan?” Bu Hana bertanya kepada dirinya dan Adrian dengan raut wajah khawatir.

“Maaf sebelumnya Bu, kami hanya-“

“Mia datang lagi. Sepertinya dia sekarang akan menargetkat Lizy,” Adrian segera menyela obrolan.

Langsung menoleh dengan tatapan tajam Lizy ke arah dari Adrian yang memberikan jawaban sangat santai dan tanpa beban sama sekali. Dia sebenarnya tidak ingin mebeberkan perihal itu, makanya dirinya berusaha menyembunyikan.

Namun, respon dari Bu Hana kelihatan kaget dan malah seperti orang yang was-wasnya makin menjadi setelah mendengar jawaban itu. Dia segera menghampiri Lizy dengan raut yang sedih.

“Apa yang dia lakukan padamu? Apa dia melakukan hal buruk? Dia tidak memukulmu, kan?” tanya Bu Hana.

“T- Tidak. Dia hanya mengajakku bicara sebentar,” Lizy memberikan sanggahan padanya.

“Tidak, tidak mungkin. Dia pasti sudah melukaimu, kan? Terakhir wanita itu bertemu Alya, dia malah menyerang dan membuat Alya masuk rumah sakit,” Bu Hana memberitahukan informasi secara tiba-tiba.

Kali ini Lizy yang dibuat terkejut dengan pernyataan dari Bu Hana yang terkesan tiba-tiba tersebut. Tapi, dalam hati Lizy ia merasa tersentak, kenapa Mia menyerang Alya? Memang ada masalah apa.

Lizy hendak bertanya lebih lanjut mengenai apa alasan dari Mia yang menyerang Alya. Namun bibirnya terasa kaku saat hendak berucap, jadi ia mengurungkan niatnya dan tidak jadi bertanya. Rasanya tak sopan ia menanyakan yang bukan ranahnya.

“Ternyata dia istri dari mantan suami Lizy, Ma. Sepertinya sekarang dia sudah berbuat hal makin gila,” Adrian mengeluh dengan perasaan berat hati.

Bu Hana memandangi putranya dan memegangi dadanya karena merasa jantungnya tidak tenang selama beberapa saat. “Dia benar-benar,” Bu Hana tidak habis pikir.

“Memangnya, ada apa dengan-“

“HENTIKAN!” teriak suara gadis yang tengah mereka bicarakan dari pintu masuk.

Seketika semua perhatian tertuju kepada gadis yang baru datang tersebut. Wajahnya marah dan kesal, langkahnya yang bersuara mendatangi mereka yang sedang berkerumun di sana.

“Sudah kubilang jangan bahas soal wanita itu lagi!” teriaknya kepada orang tuanya, serta Adrian yang ada di sana.

Tatapannya berubah pandang kemudian melihat ke arah dari Lizy dengan tatapan yang sangat tajam sekali. Dia kelihatan begitu kesal dan ingin meledakkan amarah kepada Lizy.

“Kamu tak usah ikut campur! Kamu itu hanya orang lain di sini!” tegas Alya kepadanya.

Ia kemudian melengos pergi emosi yang masih ada pada dirinya. Bu Hana yang kelihatan panik segera mengejar Alya dan mencoba memanggil namanya, meski tidak dihiraukan sama sekali.

Lizy kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Alya begitu sensitif sekali? Terlebih lagi kepada Lizy, dia seperti orang kerasukan setiap kali melihat Lizy yang ikut dalam pembicaraan keluarganya.

“Jangan dihiraukan, dia sering sensitif seperti ini,” ujar Adrian yang meminta kepada Lizy.

Meski sudah dibilangi begitu, bukan berarti Lizy bisa langsung menurut. Jelas ada yang mengganjal jadinya di dalam hatinya, dan ia tidak bisa membiarkan begitu saja apa yang terjadi kepada Alya.

Setelah beberapa jam sejak tadi, Lizy yang sudah menyelesaikan jadwal mingguan dari Bu Hana yang diminta itu mencoba mencari-cari dimana keberadaan Alya. Dia ingin bicara dengannya meski sebentar.

Lizy berkeliling mencari keberadaannya, namun sulit sekali menemukan Alya. Tidak mungkin sekali gadis itu akan tetap berada di dalam kamarnya berdiam diri. Dia pasti akan mencari tempat yang sepi untuk dirinya sendiri.

“Kamu sedang cari apa?”

“WAKH!” Lizy terkejut mendengar suara yang mendadak berbunyi di samping telinganya tersebut.

Ia menoleh dan melihat ada Adrian yang memperhatikannya sedaritadi. Lizy langsung mengatur napas setelahnya. Jantungnya terasa mau copot gara-gara orang ini.

“Kamu cari apa? Sepertinya penting sekali,” singgung dari Adrian, kembali.

“Haha. Tidak…, aku…, hanya mencoba mencari Alya,” Lizy tidak menyembunyikan lagi niatnya, tetapi ia malu-malu hendak mengatakan hal barusan kepadanya.

“Oh, Alya. Dia biasanya kalo jam segini di ruang lukisnya. Mau aku antar?” tawar dari Adrian.

“Ruang lukis?”

Adrian mengangguk. “Dia cukup sering di sana,” tambahnya.

Lizy mengiyakan ajakan tersebut. Semuanya jadi makin banyak tanda tanya setelah mendengar ucapan dari Adrian tersebut. Melihat bagaimana sifat dari Alya dan bagaimana tempramentalnya, membuat Lizy jelas tak gampang bisa dekat dengannya.

“Sebenarnya dia sudah menutup diri sejak kejadian diserang Mia. Entah apa yang sebenarnya dimbunyikannya sampai ia jadi seperti ini,” Adrian berbicara ketika mereka sedang berjalan menuju ruang yang dimaksud.

“Apa tidak ada yang pernah menanyainya?”

“Dia selalu bilang baik-baik saja. Sebelumnya dia tidak begini, tapi, entah kenapa semenjak ada kamu, dia seperti orang hilang akan dan meledak setiap bertemu denganmu,” sahutnya.

“Benarkah? Kenapa aku tidak menyadarinya?” Lizy bertanya-tanya.

“Sebenarnya mama yang pertama sadar dan memberitahuku. Dan itu juga alasan kenapa dia menawarimu pekerjaan,” ucap Adrian.

Makin tidak paham Lizy mendengarnya. Itu alasannya? Bukannya itu hanya akan mengundang peperangan dan juga membuat Alya selalu naik pitam setiap melihat Lizy jadinya?

Langkah Adrian berhenti di salah satu pintu, warna pintunya yang hitam dan adanya bercak cat putih di sana membuat auranya jadi sangat menyeramkan sekali.

Adrian kemudian mengetuk perlahan pintu tersebut, dan pintu dibuka dengan ruang yang sangat sedikit sekali. Muncul Alya dengan penampilan yang kacau dan tatapannya yang sangat dingin sekali.

“Kenapa kamu mengajak wanita itu kemari, Kakak?” tanya Alya dengan nada dingin.

“Dia bilang ingin bertemu denganmu. Kamu mau?” Adrian pun tampak sangat hati-hati.

“Tidak. Aku tak mau bicara dengan wanita biadap sepertinya!”

BRAKHHHH. Suara pintu langsung dibanting setelah menjawab demikian. Lizy sampai menutup mata mendengar bagaimana pintu itu dibanting.

‘Sudah kuduga, ada yang salah dengannya,’ batin Lizy yang sudah sadar.

“Maaf ya, Alya-“

“Tidak apa. Mungkin lain kali saat suasana hatinya sedang baik, aku akan mencoba bicara dengannya,” Lizy menyela dan memasang senyuman baik-baik saja.

Mereka kembali ke ruang tamu dari rumah itu, dan melihat bahwa suasananya berbeda sekali dengan saat mereka ada di depan pintu ruang lukis Alya.

“Ah, Lizy, ke sini sebentar,” Bu Hana memanggilnya.

“Ya?” Lizy segera mendekat dengan langkah yang lebih cepat menghampirinya.

“Sebenarnya melihat kinerjamu barusan membuat aku cukup terkesan. Meski baru sebentar, apa kamu mau merangkap sebagai asisten pribadi Adrian? Kamu bisa sambil jalan-jalan dengannya,” tawar dari Bu Hana.

“Ha? Maksudku…, Anda baru sekali melihat bagaimana kinerja yang aku buat. Tapi kalau tawaran di perusahaan Adrian, aku rasa-“

“Tidak, Lizy. Kamu itu punya peluang besar! Selama ini kamu pasti diam-diam sering memperhatikan pekerjaan mantan suamimu. Jadi kamu bisa handal sekali,” Bu Hana menolak mendengar lebih banyak.

Lizy sebenarnya merasa tidak enak mendengarnya. Rasanya tidak etis sekali saat mendengar bahwa Bu Hana langsung menawarinya pekerjaan tambahan lainnya. Seperti ada yang dilihat dari dalam dirinya.

“Aku percaya padamu. Kalau ada kesulitan, datang padaku, dan tanyakan?” Bu Hana menepuk pelan bahunya, kemudian meninggalkan mereka.

Lizy belum sempat memberikan alasan penolakannya, sudah ditinggalkan begitu saja. Rasanya jadi makin aneh. Keluarga yang bahkan sebelumnya tidak pernah mengenalnya ini mendadak menerimanya dengan mudah tanpa mencurigai apa pun.

Terlebih, Bu Hana sendiri. Dia seperti membuat Lizy terlibat di semua urusan keluarganya, bahkan dalam pekerjaan. Pasti ada yang aneh, Lizy meyakini hal tersebut.

***

“Ma. Sebenarnya apa yang Mama mau darinya? Setidaknya biarkan dia bekerja dengan mama dua atau tiga bulan. Kalau langsung denganku, dia pasti akan kesulitan,” ucap Adrian, ketika ia sedang berdua dengan sang ibu.

“Mama melihat ada potensi besar dalam dirinya. Lihat ini,” Mamanya memberikan selebaran kertas.

Adrian menerimanya, dan membaca sejenak. Bola matanya membesar dan membulat saat melihat apa yang ada di sana.

“I- Ini-“

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status