“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya Riana dengan ketus.
“Bukan urusanmu orang-orangan sawah. Kamu diem deh, aku gak ada urusan sama kamu,” jawab Alex.“Ini surat pemisahan harta kalian, kamu periksa dulu.” Alex menyodorkan sebuah map kepada Candra.Alex segera pamit dan menuju ruangan Melani. Riana yang mendengar pemisahan harta, seketika raut wajah menjadi berbinar dan tampak berseri.Candra tersenyum tipis, entah mengapa sisi hatinya terasa sangat sakit saat membaca surat tersebut. Riana duduk di pangkuan sang suami dan melingkarkan tangan di lehernya.“Wah, banyak juga jumlahnya, Sayang. Eh tapi kok itu rumah kita ikut dijual? Trus kita tinggal di mana dong?” celetuk Riana.“Rumah itu kan ada karena hasil kerja kami berdua, maka itu juga dijual biar bisa dibagi. Masalah tinggal di mana ya beli rumah baru lah, atau apartemen gitu,” cakap Candra.Riana terdiam sejenak, dia sangat menyukai rumah besar nan mewah itu. Dia acap kali memamerkan rumahnya di sosial media miliknya. Jika tinggal di apartemen tentu harga dirinya jatuh.“Sayang banget kalo dijual, Sayang. Apa gak bisa kamu beli aja rumah itu? Mahal loh rumah itu,” kata Riana.“Emangnya kenapa kalo pindah rumah? Tinggal beli lagi di perumahan elit, atau apartemen mewah juga banyak. Emang kamu mau tinggal di rumah hasil uang Melani? Aneh kamu ini,” ucap Candra kesal.“Bener juga, ngapain kita tinggal di situ? Tinggal cari yang lain kan banyak,” sahut Riana.Riana duduk di seberang Candra, dia tampak serius menatap layar ponselnya mencari rumah yang menarik untuk dia tinggali bersama suaminya.Candra sibuk dengan pekerjaannya dan tidak abai kepada Riana. Berkali-kali konsentrasi terganggu karena sang istri terus saja meminta pendapat tentang rumah pilihannya.“Sayang, aku selesaikan ini dulu, ya. Nanti Aku luangkan waktu setengah jam buat nemenin kamu lihat gambar rumah, nah besok kalo uangnya udah ada, kita liat deh rumah itu,” kata Candra.“Ya …, keburu diambil orang, Sayang. Gini deh gimana kalo kita kasih panjar dulu, nanti kita lunasin,” usul Riana.Candra setuju dengan ide Riana dan kembali bekerja. Benaknya kini dipenuhi dengan masalah pekerjaan dan uang yang akan dia dapat.Tiba-tiba tangannya terhenti saat akan menandatangani sebuah berkas. Dia teringat saat pertama kali membeli rumah itu bersama Melani, saat itu mereka berjanji akan hidup di sana hingga maut memisahkan. Kenyataanya janji itu diingkari.“Bukan salahku, kan dia sendiri yang minta cerai. Ngapain juga aku mikirin perasaan dia, enak aja,” gumam Candra.Riana menatap sang suami sejenak, kemudian kembali menatap layar ponsel di tangannya.Tidak terasa jam kantor usai, Riana mengemas wadah makanan yang tadi dia bawa.“Sayang, udah jam enam nih pulang yuk,” ajak Riana.Candra mengangguk dan segera berkemas dan meninggalkan ruangannya. Sepasang suami istri itu meninggalkan kantor dan menuju kediaman mereka.Melani masih berkutat dengan berkas yang berada di atas meja. Dia memeriksa semua angka dengan teliti, sesekali dia membalas surat elektronik yang tertuju padanya.“Bu Bos, udah jam delapan nih. Jangan terlalu rajin nanti makin kaya ayo pulang,” kata Juan.“Bentar dikit lagi ini,” sahut Melani tanpa menatap Juan.“Nanti cafenya tutup loh,” lontar Juan.Sepuluh menit setelahnya pekerjaan Melani pun rampung. Dia berkemas dan bergegas meninggalkan ruangannya. Tiba di cafe seorang pelayan mengantar mereka ke tempat yang sudah dipesan oleh Juan. Tampak bunga mawar putih di atas meja, tidak lama hidangan pun datang. Kali ini sangat istimewa karena diiringi oleh permainan biola nan indah serta seorang penyanyi klasik.“Kok keren banget, jadi ala bangsawan gitu,” puji Melani.“Iya, kalo aku Bang Sawan,” kelakar Juan.Mereka tertawa kecil, seorang pelayan membawa sebuah kue tart yang dihias dengan indah. Melani melipat dahi saat membaca tulisan di atas kue tersebut.“Melani, will you marry me?" gumam Melani.Alunan musik seketika berubah menjadi romantis diiringi sebuah lagu yang cukup terkenal di masa lalu. Sebuah lagu yang berjudul ‘cant help falling in love’ yang dibawakan oleh Elvis Presley. Juan berlutut kemudian merogoh saku celananya, dia mengambil sebuah kotak yang tampak mewah dan membukanya. Tampak sebuah cincin nan cantik bertahta di dalam kotak, Melani membelalakkan kedua matanya.“Melani Hartawan, maukah kau menikah denganku?” tanya Juan.Beberapa pegawai dan pengunjung mengabadikan momen tersebut, dengan merekam menggunakan ponsel mereka.“Terima …, terima …, terima,” seru para pengunjung.Melani menatap sekitar dan tertunduk malu. Di dalam hatinya dia bingung akan lamaran Juan, dia baru saja bercerai, bagaimana mungkin menerima pinangan Juan dalam waktu dekat?Jika dia menolak Juan, tentu hati lelaki itu kembali terluka. Dia yang menemani masa sulit Melani saat dia terpuruk, dilema mulai menyergap relung hatinya.Entah mengapa Melani malah menjulurkan tangan kirinya kepada Juan, sontak saja aksinya itu menuai sorak sorai pengunjung. Juan terkejut dan dengan sigap memasang cincin tersebut di jari manis pujaan hati.‘Loh, Kok aku malah nerima? Gak bener nih otak, masa ga sejalan sama badan sih,’ pikir Melani.Juan tersenyum bahagia, Melani memandang jari yang disematkan di jarinya dengan mata membulat sempurna.Dia tidak percaya jika sudah menerima pinangan Juan, pikirannya berkecamuk dengan berbagai perasaan.Para pengunjung memandang reaksi Melani sebagai rasa tidak percaya. Memang benar, Melani sendiri tidak percaya akan apa yang baru saja dia lakukan. Tak perlu memakan waktu lama, unggahan para pengunjung serta pegawai cafe mulai memenuhi sosial media. Banyak komentar positif di sana. “Udah jam sepuluh, pulang yuk,” kata Juan.Melani setuju dan segera beranjak dari tempat duduknya. Dia tampak melamun saat menuruni anak tangga, hingga dia tergelincir. Beruntung Juan dengan sigap menangkap tubuhnya, lagi-lagi aksi mereka terekam oleh pengunjung.Melani tertunduk malu dan berjalan tergesa menuju mobilnya. Juan mengejarnya usai mengucapkan terima kasih kepada pegawai cafe.“Mel, tunggu!” panggil Juan.Melani yang akan masuk ke dalam mobil, menghentikan tangannya dan memutar tubuh menghadap Juan.“Mel, kamu bisa lepas cincinnya sekarang. Aku tau kamu gak siap nerima lamaranku yang mendadak, aku gak papa kok,” ujar Juan.Melani menatap Juan lalu menatap jari manis tangan kirinya. Dia melepas cincin itu dari jari manisnya tanpa ragu sedikitpun. Wajah Juan berubah menjadi sedih, tatapan matanya menjadi sendu. Jika tidak merasa malu dan gengsi sebagai lelaki, dia sudah menangis.“Nih aku balikin cincinnya, lamar aku di depan keluargaku minggu depan pakai cincin ini juga.” Melani meraih tangan Juan dan meletakkan cincin di telapak tangannya.Kini Juan yang melongo, dia terkejut akan perkataan Melani yang baru saja dia dengar. Telinganya seolah membesar dan wajahnya memerah. Debar jantung di dada menjadi tidak karuan. ‘Tuhan, tolong katakan kalo ini bukan mimpi,’ batin Juan.Sepanjang jalan Melani memikirkan keputusannya yang menurutnya terburu-buru, karena memikirkan terlalu serius hampir saja dia menabrak pembatas jalan.Melani terkejut kemudian dia memilih untuk menepi sejenak, guna menguasai pikirannya yang sedang kacau.“Apa kata orang nanti? Masa baru cerai udah nerima pinangan laki-laki lain? Gimana kalo mereka malah berpikir macam-macam dan nuduh aku selingkuh? Jaman sekarang jari orang mudah untuk menghakimi tanpa tau kisah yang sebenarnya,” gumam Melani.Akan tetapi sisi terdalam hatinya mengatakan kalau keputusannya itu sudah benar. Juan menunggunya sedemikian lama untuk menggapai cinta darinya.Melani cukup keras kepala, dia memaksa hati dan pikirannya untuk menolak lamaran Juan saat dilamar nanti.“Ah udah gila aku ini bahkan bener-bener gila. Masa aku terima Juan? Apa iya aku suka sama Juan? Apa bukan pelampiasan? Masa pernikahan berjalan bukan atas dasar cinta? Dulu aku pernah menikah atas dasar cinta malah berakhir cerai, apalagi ini tanpa
“Mama sampe lupa ngasih tau kamu. Itu si Juan malem-malem dateng ke rumah melamar kamu sama Papa. Tentu lamaran itu direstui sama Papa, dia kemudian menitipkan cincin tunangan biar kamu pake.” Liliana menyerahkan kotak berisi cincin kepada Melani.Mata Melani membulat sempurna, ternyata Juan tidak menunggu minggu depan untuk melamarnya.“Sudahlah, kamu jangan ragu lagi nerima Juan sebagai calon suami. Dia itu anak yang baik, ayo Mama antar kamu ke kantor,” ajak Liliana.Melani bersiap-siap, memoles wajahnya tipis kemudian menggandeng sang ibu.Tiba di kantor, beberapa karyawan tersenyum dan mengucapkan selamat atas pertunangannya. Melani mengucapkan terima kasih atas ucapan mereka. Pintu lift terbuka Liliana dan Melani masuk kemudian menekan tombol di mana kantor Melani berada.“Tuh kamu liat sendiri kan, gak ada tuh yang memandang rendah kamu,” cetus Liliana.Melani ter
‘Emang kalo rejeki gak ke mana. Pamer dulu ah,’ pikir Candra.Dia bergegas menuju ruangan Melani dengan wajah berseri. Tujuannya adalah memberitahu jika ada seseorang yang menghubungi dan akan membeli saham miliknya. Memang dia mengunggah akan menjual asetnya di akun yang dia sembunyikan dari Melani saat berselingkuh dengan Riana.Tidaklah sulit bagi Juan untuk mencari akun tersebut, pasalnya dia memeriksa semua kontak pertemanan milik Riana pada akun sosial medianya.“Halo manusia-manusia yang gak laku. Sekedar pemberitahuan nih ya, sebentar lagi aku kaya raya karena sahamku ada yang beli. Selamat tinggal MC Corporate, akhirnya sebentar lagi mataku gak ternoda liat kalian yang norak ini,” ejek Candra.“Can, maaf nih yah. Kami gak butuh pengumuman kamu yang gak penting itu, oh ya kamu ada saran ga sih kami bulan madu ke mana? Ke Paris Melani bosen, dia gak mau ke luar negeri katanya mau di sini aja,” balas J
_Sebelum bertemu Candra_[Simon aku minta tolong dong sama kamu, tolong beli saham Candra pake uang Melani. Kamu mau kan nolong dia?] Juan menulis pesan kepada Simon.[Melani? Cewek yang kamu suka itu kan? Oke deh aku bantu deh. Apa sih yang enggak buat sobatku,] balas Simon.Setengah jam sebelum bertemu Candra, Simon bertemu dengan Juan dan dia menceritakan dengan singkat kisah Melani dan Candra.Simon merasa kesal dengan ulah Candra yang menurutnya tidak tahu diri tersebut.“Jadi begitu ceritanya. Sekarang Melani tunanganku dan aku gak mau dia masih terikat dengan masa lalunya saat menikah denganku. Semua harus benar-benar dimulai dari awal,” ujar Juan.“Oh sekarang kalian udah tunangan? Kok gak ngundang-undang sih. Begitu amat sama sahabat,” sungut Simon.“Gak gitu, aku sebenarnya gak ada persiapan sama sekali. Nah aku tuh persiapkan dari kantor beli cincin sama ajak dia makan di tempat kesukaan aku,” terang Juan.Simon tersenyum kemudian menepuk bahu sahabatnya itu.“Oke deh aku
[Tuan, Nona Melani sudah menjadi pemilik tunggal saat ini. Mereka sedang makan malam di sebuah tempat, apakah masih perlu saya awasi? Tuan Juan selalu bersamanya.] Andre menulis pesan dan mengirimkan kepada Wandra.[Tidak perlu, tugasmu di sana sudah selesai. Mulai besok kembali bekerja bersamaku,] balas Wandra.Ya, lelaki itu adalah Andre yang diutus Wandra untuk mengawasi Melani. Sejak Wandra mengusir Melani dia mengutus Andre untuk mengawasi cucu kesayangannya. Lelaki itu tidak melepaskan begitu saja meski pada saat itu dia sangat marah.Melani lebih sering tertawa malam ini, obrolan konyol dan saling melempar canda khas lelaki, membuatnya kerap terpingkal-pingkal. Juan sesekali mencuri pandang dan tersenyum lebar.Berbeda halnya dengan Candra yang uring-uringan di rumah. Dia membiarkan Riana sibuk sendiri dengan ponselnya.“Sayang, kita kapan pindah rumah? Besok bisa? Bisa dong, iya kan,” rengek Riana.“Iya,” sahut Candra singkat.“Kamu kenapa sih? Sejak cerai dari Melani tingkahn
“Ngapain kamu ke sini? Oh …, kangen sama suami aku ya? Pengen nostalgia sama rumah ini? Atau kamu lagi kesepian butuh dibelai suamiku? Pasti itu alasannya,” cibir Riana.“Pelakor, kamu makan yang baik kan? Bukan kaca, tanah kuburan atau bangke. Makan yang sehat ya biar pikiran sehat selalu, aku ke sini mau bilang kalo besok ada yang mau beli rumah ini. Jadi silakan kalian pergi dari sini,” usir Melani.“Eh, gak perlu kamu usir juga kami mau pergi kok. Tuh liat mobil udah siap bawa koper, geer banget kami betah di sini,” celetuk Candra.Melani mempersilakan Candra dan Riana pergi, pelayan tersebut bersembunyi di balik tubuh mantan istri Candra.Candra dan Riana ke luar dengan sikap sangat mesra, tentu saja untuk memamerkan kepada Melani bahwa hubungan mereka harmonis.Sayangnya Melani tidak peduli dengan tingkah mereka. Dia menatap sang pelayan dengan wajah khawatir.“Bibi gak papa? Luka? Ayo ke dokte
“Rama? Sama siapa kamu di sini? Binimu mana?” tanya Riana terkejut.“Aku sendirian, udah cerai juga aku sama istri sekitar dua bulanan gitu lah. Ya …, gara-gara ketauan selingkuh sama kamu lah, eh ‘main’ yuk, kangen nih.” Rama mengedipkan mata dengan genit.“Ssst, jangan keras-keras dong kalo ngomong. Aku ke sini sama suami aku kalo dia denger bisa berabe, ntar aku telepon deh kita ketemuan di mana kangen juga sama si jon.” Riana melirik nakal ke arah bagian bawah perut letak alat vital berada.Rama tertawa kecil, dalam hatinya dia merasa senang akan mendapatkan petualangan ranjang tanpa hubungan pernikahan. Terlebih gratis pula siapa yang menolak?“Eh, Rama. Kok kalian bisa cerai sih? Kan saling mencintai kamu sampe rela blokir aku demi cinta sama dia, padahal dia itu sahabat aku yang paling baik loh. Siapa suruh punya suaminya enak.” Riana terkikik genit.“Aku sampe detik ini masih cinta kok sama dia. Istriku it
“Siapa, Sayang? Kok gak dijawab teleponnya?” tanya Candra heran.“Temen aku ajak nongkrong di cafe, udah aku tolak tapi masih juga nelpon-nelpon,” jawab Riana berdusta.Candra mengangguk dan mengajak sang istri masuk, tidak tampak kecurigaan sama sekali. Lelaki itu meyakini bahwa tidak mungkin Riana akan macam-macam dengannya.Riana merasa lega saat sang suami tidak lanjut bertanya. Dia mengikuti Candra ke manapun guna mengetahui di mana letak penyimpanan sertifikat serta surat berharga lainnya.Candra merasa risih karena Riana mengikutinya kemanapun dia pergi.“Kamu ngapain, Sayang? Ngekor aja dari tadi.” Candra menegur sang istri.“Emang gak boleh aku ikut kemana kamu pergi? Kok aneh banget? Kamu sembunyikan sesuatu? Punya simpanan baru? Bilang ada apa sampe aku gak boleh ikutin kamu,” tuduh Riana.“Omonganmu makin ngelantur, aku aja seharian sama kamu, kapan aku punya simpanan? Tingk