“Ngapain kamu ke sini? Oh …, kangen sama suami aku ya? Pengen nostalgia sama rumah ini? Atau kamu lagi kesepian butuh dibelai suamiku? Pasti itu alasannya,” cibir Riana.“Pelakor, kamu makan yang baik kan? Bukan kaca, tanah kuburan atau bangke. Makan yang sehat ya biar pikiran sehat selalu, aku ke sini mau bilang kalo besok ada yang mau beli rumah ini. Jadi silakan kalian pergi dari sini,” usir Melani.“Eh, gak perlu kamu usir juga kami mau pergi kok. Tuh liat mobil udah siap bawa koper, geer banget kami betah di sini,” celetuk Candra.Melani mempersilakan Candra dan Riana pergi, pelayan tersebut bersembunyi di balik tubuh mantan istri Candra.Candra dan Riana ke luar dengan sikap sangat mesra, tentu saja untuk memamerkan kepada Melani bahwa hubungan mereka harmonis.Sayangnya Melani tidak peduli dengan tingkah mereka. Dia menatap sang pelayan dengan wajah khawatir.“Bibi gak papa? Luka? Ayo ke dokte
“Rama? Sama siapa kamu di sini? Binimu mana?” tanya Riana terkejut.“Aku sendirian, udah cerai juga aku sama istri sekitar dua bulanan gitu lah. Ya …, gara-gara ketauan selingkuh sama kamu lah, eh ‘main’ yuk, kangen nih.” Rama mengedipkan mata dengan genit.“Ssst, jangan keras-keras dong kalo ngomong. Aku ke sini sama suami aku kalo dia denger bisa berabe, ntar aku telepon deh kita ketemuan di mana kangen juga sama si jon.” Riana melirik nakal ke arah bagian bawah perut letak alat vital berada.Rama tertawa kecil, dalam hatinya dia merasa senang akan mendapatkan petualangan ranjang tanpa hubungan pernikahan. Terlebih gratis pula siapa yang menolak?“Eh, Rama. Kok kalian bisa cerai sih? Kan saling mencintai kamu sampe rela blokir aku demi cinta sama dia, padahal dia itu sahabat aku yang paling baik loh. Siapa suruh punya suaminya enak.” Riana terkikik genit.“Aku sampe detik ini masih cinta kok sama dia. Istriku it
“Siapa, Sayang? Kok gak dijawab teleponnya?” tanya Candra heran.“Temen aku ajak nongkrong di cafe, udah aku tolak tapi masih juga nelpon-nelpon,” jawab Riana berdusta.Candra mengangguk dan mengajak sang istri masuk, tidak tampak kecurigaan sama sekali. Lelaki itu meyakini bahwa tidak mungkin Riana akan macam-macam dengannya.Riana merasa lega saat sang suami tidak lanjut bertanya. Dia mengikuti Candra ke manapun guna mengetahui di mana letak penyimpanan sertifikat serta surat berharga lainnya.Candra merasa risih karena Riana mengikutinya kemanapun dia pergi.“Kamu ngapain, Sayang? Ngekor aja dari tadi.” Candra menegur sang istri.“Emang gak boleh aku ikut kemana kamu pergi? Kok aneh banget? Kamu sembunyikan sesuatu? Punya simpanan baru? Bilang ada apa sampe aku gak boleh ikutin kamu,” tuduh Riana.“Omonganmu makin ngelantur, aku aja seharian sama kamu, kapan aku punya simpanan? Tingk
Candra melihat Riana yang duduk lemas, dia segera menghampiri. “Kamu kayanya kecapean deh sampe lemas begitu, ayo berobat ke dokter,” ajak Candra.“Gak usah, Sayang. Aku istirahat di rumah aja,” tolak Riana dengan halus .“Ya udah kalau begitu, besok aja kamu ikut aku ke kantor. Aku pamit ya,” pamit Candra.Riana mengangguk lemas dan Candra meninggalkan sang istri di kamar. Suara mesin mobil terdengar meninggalkan rumah, Riana melompat dari tempat tidur dan menuju jendela dan mengintip melalui jendela.“Selamat aku kali ini, siapa juga yang mau susah payah kerja kalo modal badan aja bisa hidup enak.” Riana beranjak dari jendela.Riana segera membersihkan tubuh, memilih pakaian kemudian memoles wajahnya.“Udah cantik nih, aku ke salon dulu mau cat rambut trus pijat sehat, perawatan wajah baru deh ketemu Tama,” gumamnya.Riana mengambil kunci mobil dan tas yang sudah disiap
“Bau? Bau apa?” Riana mengendus sekitarnya.Candra mendekati Riana sambil terus mengendus, wajahnya tampak marah.“Bau parfum siapa ini? Seingatku gak pernah ada parfum kamu aroma begini, parfumku juga gak ada yang begini.” Candra menatap penuh selidik.Riana seketika menjadi gugup. Aroma parfum Tama melekat di pakaian yang dikenakannya, segera dia mengubah raut wajah agar Candra tidak curiga.“Kamu ini gimana sih, Sayang. Bau ya buat aroma gak sedap, gosong, kalo parfum ya aroma.” Riana bergegas masuk ke dalam mobilnya.Candra diam sejenak kemudian menuju mobil, dan melajukan menuju kediamannya.Riana mengikuti dari belakang, dia kini memutar otak bagaimana cara untuk meredam kecurigaan sang suami.Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya, senyumnya tersungging di bibir licik Riana. Usai memarkirkan mobil dia segera bergelayut manja di bahu Candra. “Sayang, kamu tuh gak peka banget sih. Malah bau yang dipermasalahkan, apa ga liat sesuatu yang berbeda gitu,” rajuk Riana.Candra yan
“Duduk, Pak Candra,” ujar Tama dengan ramah.Candra duduk sambil tersenyum, ‘kok itu mirip nomer istriku yang lagi chat? Kenapa panggil sayang-sayangan gitu? Eh tapi itu gak ada fotonya, bukan dia berarti,’ batin Candra.Melihat Candra termenung, Tama memesan kopi dan makanan ringan.“Kenapa melamun, Pak? Berat banget masalahnya? Perlu saya ambilin timbangan biar kita timbang masalah siapa yang paling berat,” kelakar Tama.Candra tertawa lepas mendengar kelakar dari Tama. Tidak lama minuman yang dipesan oleh Tama diantar oleh pramusaji.“Maaf saya asal pesan aja tadi, gak berani ganggu lamunan Pak Candra,” ungkap Tama sopan.“Ah, gapapa santai aja. Oh ya, saya mau nanya kenal selebgram atau konten kreator atau influencer yang berpengaruh besar gak? Saya mau bayar mereka buat promosiin perusahaan saya yang baru saya rintis, bukan pemain baru sih sebenernya, tapi ini benar-benar usaha milik saya.” Ca
“Itu karena istrinya Bapak sedang hamil dan sepertinya kandungannya lemah atau bisa saja kehamilannya terganggu oleh sesuatu,” ungkap bidan tersebut.Candra terperangah karena terkejut dan mundur dua langkah, dia menggelengkan kepala kuat. Sang bidan merasa iba dan memberikan resep obat penguat kandungan.“Maaf, Pak. Saya memberi kabar buruk atas kehamilan Ibu, sebaiknya segera ke rumah sakit agar bisa diselamatkan kandungannya. Kami permisi,” pamit bidan tersebut.Candra terkesiap, dia merogoh saku dan menyerahkan lima lembar uang pecahan seratus ribu rupiah dan mengucapkan terima kasih. Dia mengantar kedua wanita tersebut hingga ke teras.Petugas keamanan mengantar kedua wanita itu menuju klinik. Candra kembali ke dalam kamar dengan langkah gontai.‘Anak siapa itu? Apa Riana udah lama selingkuh? Gimana kalo itu anakku? Ah gak mungkin, aku kan divonis mandul sudah pasti itu bukan anakku, arrrgh …, ini pasti karma
“Ketemu!” seru Riana.Riana mengambil semua berkas sertifikat serta surat berharga lainnya. Dia bergegas menuju kamar dan menyimpan dengan rapi di salah satu tas.“Sebentar lagi Candra bakal jadi gelandangan, gak sia-sia perjuangan selama ini dengan membuang harga diri hahaha.” Riana tertawa puas.Riana menghubungi Tama dan mengatakan bahwa dia sudah menemukan semua sertifikat milik Candra.Mereka berdua berjanji akan bertemu di sebuah tempat lusa nanti. Candra sibuk dengan pekerjaan di luar kota, kepulangannya ditunda menjadi minggu depan. Riana senang bukan kepalang mendengar kabar tersebut, dia memaksa Tama untuk menemuinya di rumah.“Kamu yakin aman? Gak ada CCTV?” tanya Tama sambil memandang keliling kamar Riana.“Aman dong, Sayang. Oh ya aku udah dapet semua sertifikat suamiku. Sertifikat rumah juga ruko yang sekarang jadi kantor, kita jual yuk trus pergi dari sini kalo perlu jual murah,” cakap Riana.“Jual rumah begini sama jual kantornya gak kaya jual kacang. Paling cepat sat