[Pantesan kamu minta cerai, ternyata main belakang sama Juan selama ini.] Candra menulis pesan kepada Melani.
Melani melipat dahinya usai membaca pesan tersebut.‘Apa-apaan ini? Ngapain kirim pesan begini,’ pikir Melani.Melani memilih tidak membalas pesan dari Candra. Baginya tidak perlu membicarakan hal yang tidak penting meskipun lewat pesan.Dia berencana akan menutup semua jalur komunikasi dari Candra jika pemisahan harta selesai. Bagaimanapun rasa itu masih ada dan sesekali hinggap, dia tidak mau merusak hidupnya dengam terjebak di masa lalu.Di rumahnya Candra tampak sangat kesal, apa saja yang dilakukan oleh Riana terasa salah dalam pandangannya. Sang istri memilih diam dan meninggalkan Candra sendiri.‘Aneh banget suamiku hari ini. Biasanya suka kalo mesra-mesraan ini kok malah mengelak? Apa dia sebenarnya masih cinta sama mantannya itu? Toh udah cerai ini ngapain juga dipikirin. Aku harus sabar sampai semua harta Candra bisa aku kuasai,’ batin Riana.Candra duduk termenung di ruang kerjanya, kemudian dia mebgalihkan perhatiannya pada pemisahan harta serta uang yang akan dia dapat dari bagi hasil tersebut.“Aku bikin usaha apa, ya? Selama ini ide selalu datang dari Melani. Ah, mendingan aku biarkan aja saham ada di sana, kan aku bisa gajian tiap bulan dan dapat pembagian laba dari situ,” gumam Candra.Entah bagaimana asalnya, bayangan kejadian saat Juan menyeka kedua telapak tangan Melani, kembali berkelebat dalam benaknya.Ingatan itu menari-nari dalam kepalanya seolah sedang mengejek betapa bodoh ti dakan yang dia ambil. Suasana hati Candra kembali memburuk.Wajahnya memerah dan tangannya meninju meja kerja di depannya. Dia tampak sangat marah dan juga kesal.“Sialan! Ngapain sih aku inget kejadian itu? Apa urusanku coba? Ah, aku tau …, ini pasti karena aku dipelet sama dia, masa mendadak aku inget dia terus,” geram Candra.Lelaki itu memilih tidur di sofa ruang kerjanya, dia enggan menuju kamar dan tidur bersama Riana. Keesokan paginya sang istri membangunkannya dengan lembut.Usai menggeliat sejenak, Candra bergegas menuju kamar dan membersihkan tubuh. Tampak pakaian untuk ke kantor sudah tersedia di tempat tidur.Candra diam mematung, dia teringat akan kebiasaan Melani setiap hari yang pagi ini mulai dilakukan oleh Riana.‘Ini kan kebiasaan Melani, kok Riana juga bikin begini?’ pikir Candra.Usai memakai pakaian, Candra menuju meja makan untuk sarapan. Di atas piring tersedia roti bakar serta segelas susu di samping piring.“Mel, pasangin dasi aku, dong,” ucap Candra.“Mel? Aku Riana bukan Melani, dan aku gak bisa pasang dasi pake aja sendiri,” ketus Riana.Candra tersentak, ‘duh aku salah sebut gara-gara kepikiran Melani. Sialan itu orang,’ pikir Candra.“Sayang, kamu jangan marah gitu. Denger dulu penjelasan aku.” Candra mengejar Riana dan menarik tangannya.“Lepas, gak penting penjelasan kamu tau gak!” seru Riana.“Itu karena aku kepikiran mau ngelabrak dia di kantor. Makanya otak aku gak sejalan ama mulut,” jelas Candra.Riana diam, ‘mau labrak Melani? Waaah, menarik nih,” batinnya.Riana membalikkan tubuhnya kemudian menyilangkan kedua tangan di depan dada.“Mau ngelabrak masa pas pasang dasi? Gak masuk akan deh alasan kamu,” ucap Riana sinis.“Lah kan aku liat kamu, karena aku belum pasang dasi makanya aku minta kamu pasangin. Nah kan dipikiran lagi mikir mau labrak dia makanya itu yang terucap. Kamu juga pastu pernahkan apa yang dipikiran sama apa yang terucap beda,” jelas Candra.Riana memasang dasi Candra dengan wajah sedih, tatapan matanya tampak sendu. Sang suami merasa sangat bersalah dan merutuki perkataan yang terlontar tadi.Usai memasang dasi, Riana menggandeng tangan Candra dan mendudukkan di kursi. Dia meminta sang suami menyelesaikan sarapan yang tertunda.Sarapan usai sudah, Candra berpamitan untuk bekerja tidak lupa mengecup kening sang istri. Tiba di kantor dia menuju ke ruangan Melani.“Heh perempuan licik, pasti kamu ke dukun buat guna-gunain aku biar inget sama kamu, kan? Mau hancurkan rumahtanggaku karena kamu iri, makanya balas dendam pergi ke dukun. Pantesan tadi malam aku inget kamu terus, cih, gak aku duga kamu secinta itu sama aku,” tuduh Candra.Melani yang sedang sarapan tertawa kecil, hingga dia tersedak dan wajahnya memerah. Candra semakin kesal dan tampak marah laku berkacak pinggang.Sang mantan istri duduk dengan santai kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada, kemudian menatap sinis kepada Candra.“Candra, sepertinya makin lama kamu makin gak waras. Kamu boleh ambil cuti lebih awal untuk periksa ke dokter spesialis kejiwaan, atau ke psikiater,” ejek Melani.“Maksud kamu apa? Aku gila, gitu!” bentak Candra.“Lah emang iya. Kapan sejarahnya aku ke dukun? Jelas sepanjang hari aku kerja. Jangan-jangan kamu kangen sama aku trus cari alesan ke sini,” hina Melani.Candra merasa sangat terhina dengan perkataan Melani barusan. Dia menatap wanita yang ada di depannya dengan sorot mata benci.“Apa? Aku kangen sama kamu? Cuih aku gak sudi,” tangkis Candra.Lelaki itu meninggalkan ruangan Melani dengan wajah memerah. Bahkan dia menatap benci ke arah Juan sebelum tubuhnya menghilang di dalam lift.Melani menggelengkan kapala dan melanjutkan sarapan. Dia tidak ambil pusing dengan tuduhan Candra.“Mel, ngapain dia marah-marah? Atau sengaja cari masalah?” tanya Juan.“Dia ngomel nuduh aku ke dukun buat guna-guna dia, trus katanya aku iri mau hancurkan rumahtangga dia, soalnya dia keingetan terus tadi malem. Aku suruh dia periksa ke psikiater malah ngamuk.” Melani tertawa lepas.Juan ikut menertawakan tuduhan konyol Candra, tetapi dalam hatinya dia merasa sedikit terancam, akan keberadaan mantan suami Melani. Juan berpikir bahwa sikap yang ditunjukkan Candra adalah bentuk penyesalan. Sebagai sesama lelaki tentu dia bisa menebak perasaan Candra yang sesungguhnya.“Mel, ntar pulang kantor kita ke cafe yang di rooftop itu, yuk,” ajak Juan.“Boleh, aku suka sama tempat itu,” sahut Melani dengan wajah ceria.Melani kini tampak sibuk dengan pekerjaannya. Juan meraih ponsel dari sakunya dan menulis beberapa pesan kepada seseorang.Usai menulis pesan, Juan berselancar pada ponselnya mencari sesuatu kemudian menghubungi seseorang lainnya.“Udah beres, Mudah-mudahan dia suka,” gumam Juan.Jika Juan dan Melani sibuk dengan pekerjaannya, tidak demikian dengan Candra yang uring-uringan tanpa sebab di ruangannya. Wanda merasa sikap atasannya itu sedikit berbeda dari biasa.Dia mengirim pesan kepada Juan, yang isinya menceritakan sikap Candra di ruangannya.Tepat waktu makan siang, saat Candra akan menuju kantin dia melihat Riana datang. Kali ini dia membawa sebuah kantong yang dia tidak bisa menerka apa isinya.“Halo, Sayang. Waktunya makan siang. Aku bawain makanan buat kamu dari rumah. Ini kesukaan kamu loh, sop ayam jamur sama ayam goreng plus perkedel.” Riana menyusun makanan yang dia bawa di meja tamu dan menata sebuah piring.“Makasih, Sayang. Aku gak nyangka kamu perhatian banget sama aku,” pujI Candra.“Iya dong. Aku kan lagi belajar jadi istri yang baik, biar kamu betah sama aku dan gak salah sebut nama lagi,” sindir Riana.Candra tertawa kemudian memeluk tubuh Riana dan mencium pipi sang istri dengan gemas.“Cieeee masih ngambeg. Tadi aku udah labrak dia loh, tau gak dia tadi diem aja pas aku omelin,” adu Candra.“Masa sih? Emang kenapa kamu marahin dia, Sayang?” tanya Riana.Candra memutar otak sejenak untuk menjawab pertanyaan sang istri, agar tidak salah salah ucap lagi.“Dia goda aku, hih mana sudi aku. Istriku aja cantik dan perhatian begini, gila aja aku kalo cari yang lain.” Candra merayu Riana agar berhenti merajuk padanya.“Gak salah?” ucap seseorang yang baru saja masuk.“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya Riana dengan ketus.“Bukan urusanmu orang-orangan sawah. Kamu diem deh, aku gak ada urusan sama kamu,” jawab Alex.“Ini surat pemisahan harta kalian, kamu periksa dulu.” Alex menyodorkan sebuah map kepada Candra.Alex segera pamit dan menuju ruangan Melani. Riana yang mendengar pemisahan harta, seketika raut wajah menjadi berbinar dan tampak berseri.Candra tersenyum tipis, entah mengapa sisi hatinya terasa sangat sakit saat membaca surat tersebut. Riana duduk di pangkuan sang suami dan melingkarkan tangan di lehernya.“Wah, banyak juga jumlahnya, Sayang. Eh tapi kok itu rumah kita ikut dijual? Trus kita tinggal di mana dong?” celetuk Riana.“Rumah itu kan ada karena hasil kerja kami berdua, maka itu juga dijual biar bisa dibagi. Masalah tinggal di mana ya beli rumah baru lah, atau apartemen gitu,” cakap Candra.Riana
Sepanjang jalan Melani memikirkan keputusannya yang menurutnya terburu-buru, karena memikirkan terlalu serius hampir saja dia menabrak pembatas jalan.Melani terkejut kemudian dia memilih untuk menepi sejenak, guna menguasai pikirannya yang sedang kacau.“Apa kata orang nanti? Masa baru cerai udah nerima pinangan laki-laki lain? Gimana kalo mereka malah berpikir macam-macam dan nuduh aku selingkuh? Jaman sekarang jari orang mudah untuk menghakimi tanpa tau kisah yang sebenarnya,” gumam Melani.Akan tetapi sisi terdalam hatinya mengatakan kalau keputusannya itu sudah benar. Juan menunggunya sedemikian lama untuk menggapai cinta darinya.Melani cukup keras kepala, dia memaksa hati dan pikirannya untuk menolak lamaran Juan saat dilamar nanti.“Ah udah gila aku ini bahkan bener-bener gila. Masa aku terima Juan? Apa iya aku suka sama Juan? Apa bukan pelampiasan? Masa pernikahan berjalan bukan atas dasar cinta? Dulu aku pernah menikah atas dasar cinta malah berakhir cerai, apalagi ini tanpa
“Mama sampe lupa ngasih tau kamu. Itu si Juan malem-malem dateng ke rumah melamar kamu sama Papa. Tentu lamaran itu direstui sama Papa, dia kemudian menitipkan cincin tunangan biar kamu pake.” Liliana menyerahkan kotak berisi cincin kepada Melani.Mata Melani membulat sempurna, ternyata Juan tidak menunggu minggu depan untuk melamarnya.“Sudahlah, kamu jangan ragu lagi nerima Juan sebagai calon suami. Dia itu anak yang baik, ayo Mama antar kamu ke kantor,” ajak Liliana.Melani bersiap-siap, memoles wajahnya tipis kemudian menggandeng sang ibu.Tiba di kantor, beberapa karyawan tersenyum dan mengucapkan selamat atas pertunangannya. Melani mengucapkan terima kasih atas ucapan mereka. Pintu lift terbuka Liliana dan Melani masuk kemudian menekan tombol di mana kantor Melani berada.“Tuh kamu liat sendiri kan, gak ada tuh yang memandang rendah kamu,” cetus Liliana.Melani ter
‘Emang kalo rejeki gak ke mana. Pamer dulu ah,’ pikir Candra.Dia bergegas menuju ruangan Melani dengan wajah berseri. Tujuannya adalah memberitahu jika ada seseorang yang menghubungi dan akan membeli saham miliknya. Memang dia mengunggah akan menjual asetnya di akun yang dia sembunyikan dari Melani saat berselingkuh dengan Riana.Tidaklah sulit bagi Juan untuk mencari akun tersebut, pasalnya dia memeriksa semua kontak pertemanan milik Riana pada akun sosial medianya.“Halo manusia-manusia yang gak laku. Sekedar pemberitahuan nih ya, sebentar lagi aku kaya raya karena sahamku ada yang beli. Selamat tinggal MC Corporate, akhirnya sebentar lagi mataku gak ternoda liat kalian yang norak ini,” ejek Candra.“Can, maaf nih yah. Kami gak butuh pengumuman kamu yang gak penting itu, oh ya kamu ada saran ga sih kami bulan madu ke mana? Ke Paris Melani bosen, dia gak mau ke luar negeri katanya mau di sini aja,” balas J
_Sebelum bertemu Candra_[Simon aku minta tolong dong sama kamu, tolong beli saham Candra pake uang Melani. Kamu mau kan nolong dia?] Juan menulis pesan kepada Simon.[Melani? Cewek yang kamu suka itu kan? Oke deh aku bantu deh. Apa sih yang enggak buat sobatku,] balas Simon.Setengah jam sebelum bertemu Candra, Simon bertemu dengan Juan dan dia menceritakan dengan singkat kisah Melani dan Candra.Simon merasa kesal dengan ulah Candra yang menurutnya tidak tahu diri tersebut.“Jadi begitu ceritanya. Sekarang Melani tunanganku dan aku gak mau dia masih terikat dengan masa lalunya saat menikah denganku. Semua harus benar-benar dimulai dari awal,” ujar Juan.“Oh sekarang kalian udah tunangan? Kok gak ngundang-undang sih. Begitu amat sama sahabat,” sungut Simon.“Gak gitu, aku sebenarnya gak ada persiapan sama sekali. Nah aku tuh persiapkan dari kantor beli cincin sama ajak dia makan di tempat kesukaan aku,” terang Juan.Simon tersenyum kemudian menepuk bahu sahabatnya itu.“Oke deh aku
[Tuan, Nona Melani sudah menjadi pemilik tunggal saat ini. Mereka sedang makan malam di sebuah tempat, apakah masih perlu saya awasi? Tuan Juan selalu bersamanya.] Andre menulis pesan dan mengirimkan kepada Wandra.[Tidak perlu, tugasmu di sana sudah selesai. Mulai besok kembali bekerja bersamaku,] balas Wandra.Ya, lelaki itu adalah Andre yang diutus Wandra untuk mengawasi Melani. Sejak Wandra mengusir Melani dia mengutus Andre untuk mengawasi cucu kesayangannya. Lelaki itu tidak melepaskan begitu saja meski pada saat itu dia sangat marah.Melani lebih sering tertawa malam ini, obrolan konyol dan saling melempar canda khas lelaki, membuatnya kerap terpingkal-pingkal. Juan sesekali mencuri pandang dan tersenyum lebar.Berbeda halnya dengan Candra yang uring-uringan di rumah. Dia membiarkan Riana sibuk sendiri dengan ponselnya.“Sayang, kita kapan pindah rumah? Besok bisa? Bisa dong, iya kan,” rengek Riana.“Iya,” sahut Candra singkat.“Kamu kenapa sih? Sejak cerai dari Melani tingkahn
“Ngapain kamu ke sini? Oh …, kangen sama suami aku ya? Pengen nostalgia sama rumah ini? Atau kamu lagi kesepian butuh dibelai suamiku? Pasti itu alasannya,” cibir Riana.“Pelakor, kamu makan yang baik kan? Bukan kaca, tanah kuburan atau bangke. Makan yang sehat ya biar pikiran sehat selalu, aku ke sini mau bilang kalo besok ada yang mau beli rumah ini. Jadi silakan kalian pergi dari sini,” usir Melani.“Eh, gak perlu kamu usir juga kami mau pergi kok. Tuh liat mobil udah siap bawa koper, geer banget kami betah di sini,” celetuk Candra.Melani mempersilakan Candra dan Riana pergi, pelayan tersebut bersembunyi di balik tubuh mantan istri Candra.Candra dan Riana ke luar dengan sikap sangat mesra, tentu saja untuk memamerkan kepada Melani bahwa hubungan mereka harmonis.Sayangnya Melani tidak peduli dengan tingkah mereka. Dia menatap sang pelayan dengan wajah khawatir.“Bibi gak papa? Luka? Ayo ke dokte
“Rama? Sama siapa kamu di sini? Binimu mana?” tanya Riana terkejut.“Aku sendirian, udah cerai juga aku sama istri sekitar dua bulanan gitu lah. Ya …, gara-gara ketauan selingkuh sama kamu lah, eh ‘main’ yuk, kangen nih.” Rama mengedipkan mata dengan genit.“Ssst, jangan keras-keras dong kalo ngomong. Aku ke sini sama suami aku kalo dia denger bisa berabe, ntar aku telepon deh kita ketemuan di mana kangen juga sama si jon.” Riana melirik nakal ke arah bagian bawah perut letak alat vital berada.Rama tertawa kecil, dalam hatinya dia merasa senang akan mendapatkan petualangan ranjang tanpa hubungan pernikahan. Terlebih gratis pula siapa yang menolak?“Eh, Rama. Kok kalian bisa cerai sih? Kan saling mencintai kamu sampe rela blokir aku demi cinta sama dia, padahal dia itu sahabat aku yang paling baik loh. Siapa suruh punya suaminya enak.” Riana terkikik genit.“Aku sampe detik ini masih cinta kok sama dia. Istriku it